4

133 23 0
                                    

"Pagi," sapa Sean begitu ia masuk ke dalam kelas. Baru ada beberapa anak yang hadir. Ia pun duduk di tempatnya lalu memainkan ponselnya.

Selang beberapa menit, Kizi pun datang. Perempuan itu berjalan sambil menggendong tas berwarna kuning pastelnya dan membawa tas kecil di tangan kanannya. "Kamu gak pake baju olahraga?" tanyanya kepada Sean.

Sean menatap Kizi dengan tatapan terkejut. Mulutnya terbuka lebar saking terkejutnya dirinya."Oh iya! Astaga aku lupa banget ...," gumam Sean. Padahal ia tahu hari ini ada mata pelajaran olahraga, tapi ia lupa memakai seragam untuk olahraganya.

Melihat wajah Sean yang melongo seperti itu membuat Kizi tertawa. Bagaimana bisa ada murid SMA yang imut seperti ini? Tidak adil. Bahkan dibanding dengan anak TK, Sean jauh lebih imut. "Yaudah gapapa, pasti dimaklumin kok. Tapi ya ... risikonya kamu jadi kepanasan," kata Kizi sambil tersenyum canggung.

Sean mengerucutkan bibirnya dan membungkukkan badannya. Ah, menyebalkan sekali. Kenapa ia harus lupa memakai seragam olahraganya? Minggu depan ia akan memasang pengingat di ponselnya agar ia tidak kelupaan lagi.

"Kamu suka olahraga gak, Sean?" tanya Kizi.

Sean berpikir sebentar. "Ya ... biasa aja sih. Suka gak suka, kamu?"

"Sama sih. Tapi aku suka kalo materinya lari," jawab Kizi semangat.

"Woah, aku malah paling gak suka lari. Bikin ngos-ngosan sama sesek napas." Sean menatap Kizi kagum. Pasti Kizi adalah orang yang sangat sehat, buktinya olahraga kesukaannya adalah berlari. Berbeda dengan dirinya, baru berlari beberapa menit saja sudah sangat capek.

"Dulu juga aku awalnya gitu. Gampang capek, tapi sekarang udah kebiasa."

Tiba-tiba terjadi kegaduhan di kelas 2A. Tara berlari ke dalam kelas sambil membawa sepatu milik Marel. Sang pemilik sepatu pun mengejarnya. "Woi! Balikin anjing sepatu gue mahal itu!" seru Marel membuat seluruh atensi tertuju kepadanya.

Kedua lelaki itu berlarian mengitari kelas, membuat murid lain sedikit terganggu dengan teriakan-teriakan mereka. Belum lagi kalau mereka menabrak meja atau kursi, posisinya jadi berantakan dan tidak enak dipandang.

"Yaudah tangkep!" Tara melempar sepatu itu asal. Bukannya melempar ke arah Marel, ia malah melempar ke ujung kelas, tempat Sean duduk. Alhasil sepatunya menghantam kepalanya.

"Aw! Ah ... sakit," gumam Sean sambil memegang kepalanya.

"Sean! Kamu gapapa? Sakit banget gak? Aduh dasar Tara emang." Kizi mengambil sepatunya yang tergeletak di antara kursinya dan kursi Sean. Ia pun melempar sepatu itu ke arah Marel. Lalu ia langsung beralih ke Sean. "Luka gak? Tadi kena jidat kamu kan? Takutnya luka," katanya lalu memperhatikan dahi Sean yang tertutup oleh poni, khawatir temannya itu terluka.

Sean memejamkan matanya sebentar. "Enggak, gapapa. Cuma kaget aja," kata Sean.

Sedangkan Marel dan Tara, mereka berdua malah pergi keluar tanpa meminta maaf terlebih dahulu. Mereka tidak merasa bersalah sama sekali, bahkan sempat tertawa melihat Sean yang kesakitan karena terkena lemparan sepatunya.

"Maaf ya gak bisa belain kamu tadi, aku takut. Jadi aku cuma bisa lempar balik sepatunya," kata Kizi. Ia sangat benci menerima fakta kalau dirinya seorang yang sangat pengecut. Andai saja ia memiliki sedikit keberanian, pasti ia bisa memarahi Tara dan Marel karena sudah membuat Sean kesakitan.

"Gapapa kok. Emang aku minta dibela? Enggak, 'kan?"

"Iya sih ...."

"Lagian akunya gak kenapa-napa. Kalo akunya kenapa-napa baru protes," kata Sean sambil menunjukkan senyumnya.

Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang