44

45 11 6
                                    

"Sumringah banget? Abis telponan sama siapa sih?" tanya Julia yang menyadari kalau kekasihnya hampir tidak melunturkan senyumnya saat sedang berbincang dengan seseorang melalui telepon.

"Hm? Enggak, gapapa. Tadi abis nelpon Kirisha. Katanya dia hari ini ganti model rambut," jawab Aidan. Hari ke hari hubungannya dengan sang adik menjadi semakin dekat, bahkan mereka sekarang bisa saling mengejek satu sama lain dan bersenda gurau bersama.

"Ooh, seru ya sekarang bisa deket sama adek kamu, pasti Kizi juga seneng," ujar Julia.

Seperti yang bisa dilihat sekarang, Julia dan Aidan masih bersama. Beruntungnya hubungan mereka kian membaik dan lebih sehat dari yang sebelumnya. Tidak ada lagi Aidan yang kasar dan tidak ada lagi luka di tubuh Julia yang diakibatkan oleh lelaki itu.

Julia sudah mengetahui apa yang belum ia ketahui tentang Aidan. Mentalnya yang kurang baik, hubungan mereka yang ternyata tidak pernah diketahui oleh orang tuanya, perempuan itu sudah tahu dan ia tidak merasa kecewa sama sekali. Ia senang Aidan mau berbagi kelemahan dan kekurangannya kepadanya. Sama seperti janjinya saat hari pertama mereka menjadi sepasang kekasih, ia berjanji akan berada di samping lelaki itu sampai kapanpun.

"Besok aku sama Sabrina mau shopping bareng, boleh gak, Kak?" tanya Julia.

Aidan menaruh ponselnya di dalam saku celananya. "Boleh, kalian udah deket banget ya sampe shopping bareng segala?"

Julia tersenyum kikuk. "Hehe ya gitu deh ... oh iya, Kak. Maaf kalo kesannya ikut campur, tapi masalah kamu sama orangtua kamu udah selesai? Kizi udah bisa pulang?" tanya Julia.

"Ah iya. Hampir lupa banget. Kalo gitu aku duluan gapapa?" Padahal ia sudah mengatur jadwalnya untuk berbicara langsung dengan orangtuanya mengenai adiknya, tapi tiba-tiba jadwalnya menjadi berantakan dan ia tidak bisa berbicara dengan orangtuanya sampai sekarang.

"Oh iya boleh, boleh banget. Kalo ada apa-apa bilang ke aku ya, mungkin aku bisa bantu." Julia melepas kacamatanya lalu mengalihkan perhatiannya dari laptop.

Senyum tipis tersungging di bibirnya. "Iya, Thanks. Aku pergi dulu ya," pamit Aidan seraya mengusak rambut Julia pelan. Lelaki itu pergi dari kafe lalu melaju ke rumahnya menggunakan mobil.

Selama perjalanan ia mempersiapkan dirinya agar tidak meledakkan emosinya secara tiba-tiba di sana. Ia hanya ingin berbincang dengan orangtuanya. Tapi ia tidak yakin bisa tetap tenang, apalagi kalau orangtuanya malah berbalik memarahinya.

Tepat jam 7 malam, lelaki itu tiba di rumahnya. Dilihat dari parkiran yang kosong, sepertinya orang tuanya belum pulang. Ia memilih untuk masuk dan menunggu di sofa ruang tamu. Sesekali ia memberi pesan kepada adiknya atau kekasihnya.

Saat jarum jam menunjuk ke arah angka 8 terdengar suara pintu rumah yang dibuka dan langkah kaki yang membuat rumah menjadi ramai. Aidan melihat kedua orangtuanya yang baru saja pulang kerja.

"Ma, Pa. Bisa ngobrol sebentar?" pinta Aidan.

Keduanya kompak menoleh ke arahnya. "Boleh," jawab Arslan. Mereka pun duduk berhadapan dengan anak sulungnya tanpa mengetahui apa yang akan dibicarakan malam ini.

Aidan memandangi kedua orangtua yang duduk di hadapannya. "Mau sampai kapan kalian pura-pura amnesia?" tanyanya.

"Maksud kamu apa, Aidan?" tanya Angel.

Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang