15

66 14 1
                                    

"Haloo, princessnya kakek Sean."

Tubuh Kizi sontak menegang mendengar sapaan yang terdengar tidak bersahabat itu. Ia bisa melihat Kiara duduk di tempat Sean dan teman-temannya yang lain berkumpul mengelilinginya.

"Makan apa tuh? Enak ya lo dibikinin bekel, jadi gak usah repot ngantri di kantin," celetuk Yara.

"Wah, ada susu. Buat gue ya? Iya dong, lo kan baik." Tanpa menunggu Kizi menjawab, Yara mengambil susu kotak rasa stroberi itu. Tapi perempuan itu tidak meminumnya. Ia mengambil gunting lalu menggunting ujung kardus susunya.

"Pernah denger gak, guys? Katanya susu dicampur nasi tuh enak tau," celetuk Yara sambil tertawa kecil lalu melirik ke arah Kizi. Perempuan malang itu hanya bergeming membuat Yara sedikit merasa terabaikan.

Akhirnya Yara menumpahkan cairan berwarna merah muda itu ke tempat makan Kizi yang berisikan nasi merah dan sosis. Sekarang nasi dan sosis itu digenangi susu stroberi. Hanya dengan melihatnya sekilas, semua orang tahu kalau kombinasi itu tidak akan enak untuk dimakan.

"Oh my god, Yara! Kamu jenius banget. Coba dimakan, Zi," kata Kiara. Perempuan itu menatap Kizi seakan-akan memaksa perempuan itu untuk menyuapi nasi merah yang sudah terendam oleh susu stroberi.

"Cepetan dong dimakan! Udah baik nih kita nyaranin menu makan siang yang perfect," desak Fidel. Perempuan itu menyenggol pundak Kizi sedikit kencang.

Kizi menggenggam sendoknya sekuat tenaga. Apakah ia benar-benar harus memasukan benda aneh itu ke dalam mulutnya lalu menelannya? Ia takut tiba-tiba ia memuntahkannya. Sangat menjijikan.

"Ah lama banget." Yara merebut sendok yang digenggam oleh Kizi. Ia menyendokkan nasi dan susu tersebut lalu ia membuka paksa mulut Kizi dan memasukan sendok tersebut ke dalam mulutnya. "Nah. Kunyah dah tuh," katanya tanpa merasa bersalah sama sekali.

Jahat. Tidak punya hati. Kizi sangat ingin meneriaki mereka dengan kata-kata itu. Mereka sangat jahat. Dimana hati nurani mereka? Kenapa mereka memperlakukan dirinya seperti budak? Bahkan lebih rendah daripada seorang budak.

"Enak, 'kan? Mau lagi? Nih." Lagi-lagi Yara memasukan sendok yang berisi nasi dan sosis yang sudah terendam oleh susu stroberi ke dalam mulut Kizi.

Mata Kizi memanas, air matanya ia tahan agar tidak terjatuh. Kenapa ia harus lemah seperti ini? Apa yang menjadi penghalangnya untuk melawan manusia-manusia kejam itu? Entah lah ia sendiri juga tidak tahu.

"Lo tau kan nanti katanya bakalan ada evaluasi dadakan? Jangan pura-pura budeg ya lo." Setelah mengatakan kalimat itu Kiara memainkan rambut Kizi. Awalnya ia hanya mengelusnya, lalu ia menarik rambutnya kasar membuat Kizi memekik kesakitan.

"Lo ngapain sih ngewarnain rambut kayak gini? Mending bagus, lah ini? Kayak ketumpahan kuah sate," kata Kiara lalu dihadiahi tawaan oleh teman-temannya. Dirinya juga sama, tertawa tanpa merasa dosa.

Sudah puluhan kali Kizi mendengar perkataan yang seperti itu. Sampai ia sendiri sudah merasa kebal. Awalnya ia sakit hati mendengarnya, tapi sekarang tidak. Yang ada hanyalah rasa bosan.

"Kalian! Kalian ngapain?" Seorang lelaki pirang yang baru saja kembali dari toilet berlari menghampiri Kizi.

Kiara memutar bola matanya malas. "Dateng nih pahlawannya. Ampun deh ampun, takut gue," katanya dengan nada remeh.

Sean tidak tahu selama ia pergi ke toilet dan mengobrol sebentar dengan adik kelasnya di lorong sekolah, Kizi diganggu oleh Kiara. Seharusnya ia tetap duduk diam di tempatnya agar tidak ada yang mengganggu perempuan itu.

"Kalian gak ngerasa bersalah?" tanya Sean kepada gadis-gadis perundung itu.

Kiara menatap Sean rendah. "Untuk?"

Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang