2

184 29 0
                                    

Bel berbunyi sebanyak dua kali tandanya waktu istirahat telah tiba. Pak Hujan pun menyudahi kegiatan mengajarnya. Murid-murid kelas 2A langsung berhamburan keluar kelas untuk membeli makanan di kantin. Begitu juga dengan Sean.

Seharusnya Sean masuk ke kelas 3, tapi ia memilih untuk masuk ke angkatan dibawahnya karena khawatir tidak bisa mengejar semua pelajaran yang tertinggal.

Tadinya Sean mau mengajak Kizi karena sedari awal bel berbunyi tidak ada yang mengajaknya pergi ke kantin. Tapi saat ia mengajaknya, Kizi hanya menjawab, "gak." Singkat sekali. Apakah Kizi marah kepada Sean karena dirinya membuat perempuan itu ikut diejek oleh semua teman-teman di kelasnya?

Sean berjalan menyusuri lorong kelas. Sepertinya ia harus cepat-cepat terbiasa dengan semua tatapan yang diberikan utau ia harus rela berpisah dengan rambut putihnya alias mewarnai rambutnya menjadi hitam. Tapi ia tidak mau, ia sangat suka dengan warna rambutnya yang sekarang.

Sean mengantre di depan meja untuk memesan. Sean bersenandung kecil sembari menunggu gilirannya untuk memesan. Tiba-tiba orang yang berdiri di depannya berbalik ke arahnya. Membuat Sean terkejut dan berhenti bersenandung.

"Kenapa?" tanya Sean.

Perempuan berambut panjang diikat itu memandangi Sean sebentar. "Guys! Guys! Ternyata si kakek jago nyanyi woy! Tadi gue denger dia nyanyi!" pekik perempuan itu membuat semua orang menoleh ke arahnya.

"Widih nanti pentas ya, Kek. Di panti jompo tapi!" sahut seseorang yang sedang duduk di salah satu meja kantin. Dari suaranya, sepertinya orang itu adalah Tara.

Setelah Tara, masih banyak hinaan-hinaan lain untuk Sean. Apakah ini adalah hal yang wajar? Apakah ini salah satu dari masa-masa menyenangkan saat SMA? Kenapa sampai saat ini Sean belum menemukan letak indahnya masa SMA?

Tanpa berlama-lama, akhirnya Sean memilih untuk pergi dari kantin. Lebih baik ia kelaparan dari pada mendengar hinaan yang menyesakkan itu. Lelaki itu kembali ke kelas dan duduk di kursinya. Di kelas hanya ada Kizi yang sedang menyandarkan kepalanya di atas meja. Wajahnya tertutup rambut, sepertinya perempuan itu sedang tidur.

Sean mengikuti gaya Kizi. Ia menidurkan kepalanya di atas meja. Tangannya disatukan dan dijadikan bantal untuk kepalanya. Ah, Sean mau pulang saja. Di rumah lebih baik, tidak ada kata-kata yang membuat dirinya sakit hati.

"Mending kamu pindah sekolah aja." Perempuan itu tiba-tiba mengubah posisinya jadi menghadap ke arah Sean. Melihat wajah Kizi yang terlalu dekat membuat Sean membelalakkan matanya. Sean bergeser sedikit agar tercipta sedikit jarak antara dirinya dan Kizi.

"Kok gitu?" tanya Sean.

"Emang kamu suka dikatain kakek-kakek?"

Sean terdiam sebentar. "Enggak. Kamu juga kenapa gak pindah sekolah? Emang kamu suka rambut kamu diejek gitu?"

"Enggak. Tapi aku gak bisa pindah."

"Kenapa?"

"Orang tua aku pengen banget aku sekolah di sini, jadi gak mungkin aku bisa pindah cuma gara-gara diejek orang."

Sean mengerucutkan bibirnya. Seharusnya Kizi bisa bersekolah di manapun perempuan itu mau. Kalau ia tidak nyaman, ia berhak untuk pindah. "Kenapa gak coba minta dulu? Siapa tau dibolehin," kata Sean.

"Udah pernah sekali. Tapi mama bilang kalo temen-temenku itu cuma bercanda, akunya aja yang lebay," jawab Kizi. Perempuan itu menggenggam pensil mekaniknya sekuat tenaga. Seperti sedang menahan amarahnya yang terpendam.

"Yaudah kalo gitu. Sekarang Kizi gak usah peduliin kata orang, dengerin kata aku aja. Aku gak bakal ngomong yang jahat kok," kata Sean mencoba meyakinkan Kizi kalau ia bisa menjadi teman yang baik untuknya.

Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang