39

48 12 4
                                    

Seperti biasa, tiada hari tanpa Kiara dan kawan-kawan yang mengganggunya. Tapi Sean sudah terbiasa dengan tingkah mereka. Jadi ia memilih untuk membiarkannya saja, selama tidak membuatnya terluka ia tidak masalah.

"Kayaknya Kizi bentar lagi di DO deh, nanti lo gak ada temen dong? Sedih banget," ejek Kiara sambil menatap Sean jahil. Tapi lelaki itu tidak memberikan reaksi apa-apa, membalas ejekannya pun tidak.

Lama kelamaan Kiara mulai geram karena tidak berhasil membuat Sean naik pitam. Berujung dirinya lah yang naik pitam. Kedua tangannya menggebrak meja sehingga suara gebrakannya menggema di seluruh sudut kelas.

"Dah lah gue kesel!" gerutunya lalu pergi keluar, padahal beberapa menit lagi waktu istirahat selesai dan pelajaran matematika wajib akan mengadakan evaluasi.

Berbicara tentang evaluasi dan matematika, sejujurnya Sean tidak begitu pandai berhitung dan menghafal rumus. Melihat buku paket matematika saja sudah membuatnya pusing sekaligus mual.

Tetapi nilainya tetap mendekati sempurna, tidak pernah sekalipun ia mengikuti remedial di mata pelajaran matematikanya. Kuncinya? Christian. Ya, Sean akan menyuruh Christian untuk mengerjakan soal evaluasinya. Lelaki itu memang pandai dalam menghitung segala persoalan matematika. Tak jarang juga Sean memintanya untuk mengerjakan tugas matematikanya.

Bisa dibilang ini termasuk curang, tapi mau bagaimana lagi? Selagi tidak merugikan dirinya dan orang lain sepertinya tidak masalah. Ini yang dinamakan bekerja pintar, bukan?

Bel masuk berbunyi, Sean mulai menenangkan dirinya dengan menunduk dan memejamkan mata untuk memudahkan Christian dalam mengambil alih kuasa tubuhnya.

Disaat lelaki itu sedang tenang-tenangnya, seseorang mendorong mejanya sehingga tubuhnya terdorong. Fokusnya terpecah dan matanya menatap ke arah orang yang baru saja mendorong mejanya tadi.

"Anjing lo! Mau ribut? Ayo ribut!" seru lelaki itu lalu menyingsingkan lengan baju seragamnya. Matanya berapi-api, tidak peduli siapa orang di hadapannya, yang pasti ia merasa marah kepadanya.

"Hah? Berani lo sama gue?" tanya seorang perempuan di hadapannya sambil menatap lelaki itu remeh. Untuk beberapa saat perempuan itu sedikit tersentak. Bagaimana tidak? Tidak ada seorangpun di SMA Belamour berani menentang Kiara.

"Ya iya lah! Emang lo siapa? Anak presiden? Bukan, 'kan? Ngapain ditakutin," balas lelaki itu angkuh.

Semua mata tertuju ke ujung kelas di mana keributan berasal. Bukannya menengahi, murid-murid lain malah menjadikan mereka bahan tontonan yang seru.

Untung saja tak lama Pak Hujan selaku guru matematika datang dan otomatis keributan berhenti. Mereka kembali duduk di tempat masing-masing. Termasuk Reno yang sedang berusaha meredakan emosinya yang hampir meledak.

Tanpa berlama-lama, pria itu mulai membagikan selembar kertas evaluasi matematika kepada seluruh muridnya lalu kembali duduk di mejanya sembari mengawasi anak muridnya.

Mata Reno menatap kertas evaluasi di atas mejanya. "Ah gampang ini mah," gumamnya penuh percaya diri. Ia mengambil pensilnya dan mulai membaca soal pertama dengan seksama.

Satu menit ... dua menit ... tiga menit berlalu, lelaki itu belum juga menemukan jawaban untuk soal pertama. "Oke skip dulu," gumamnya lalu beralih ke nomor selanjutnya yang mungkin lebih mudah.

Tapi nihil, otaknya bahkan tidak bisa memproses apa yang ditanyakan oleh soal itu. Apa-apaan ini? Kenapa ada huruf di antara angka-angka? Apakah ini semacam kolaborasi antara pelajaran Bahasa Indonesia dengan matematika? Rasanya kepalanya akan meledak saat itu juga.

Setengah jam berlalu, tapi Reno tidak bisa mengerjakan satu soal pun. "Yaudah, it's ngasal time. Cap cip cup kembang kuncup ...." Pensilnya mengarah ke salah satu jawaban lalu menyilangnya tanpa tahu apakah itu jawaban yang benar atau tidak.

Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang