31

51 13 1
                                    

"Dadaah Kizi, Kak Aidan. Thanks for today yaa," pamit Julia lalu menutup pintu mobil. Saat itu juga mobil Aidan melaju pergi.

"Mas itu udah gak jahat lagi sama Kak Julia?" tanya Sean.

Julia tersenyum tipis lalu mengangguk. "Dia biasanya emang baik kok, waktu itu mungkin lagi ada masalah aja sama keluarganya atau skripsinya," balas Julia.

"Tapi kan masalahnya bukan sama Kak Julia, kok jadi Kak Julia yang kena imbasnya? Kalo besok-besok dia lebih parah dari yang kemaren gimana?" tanya lelaki itu lagi. Sean benar-benar khawatir Julia akan dilukai oleh kekasihnya. Tidak apa kalau dirinya sedang bersama perempuan itu, tapi kalau tidak, siapa yang akan melindunginya?

Julia terdiam, di benaknya ia benar-benar merasa bingung apakah Aidan adalah lelaki yang baik untuknya. Yang mengetahui sisi gelap kekasihnya hanyalah Sean dan Elisa. Bahkan teman dekat atau keluarganya tidak pernah tahu kalau Aidan sebenarnya memiliki sifat buruk yang kadang kala dapat mengancam keselamatannya.

"Yaudah, Kak. Aku duluan ya, dadaah." Belum sempat mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang tadi, Sean memilih untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia mengerti ini bukanlah pertanyaan kasual yang bisa dijawab dengan mudah oleh Julia.

"Hai, gimana tadi? Sean ngapain aja?" tanya Elisa antusias dari arah ruang tengah. Sang anak pun berlari kecil menghampirinya lalu duduk di sebelahnya.

"Seru, Ma! Seru banget. Tapi ada beberapa kejutan hari ini," jelas Sean menggantung.

"Kejutan apa?"

"Ternyata pacarnya kak Julia itu kakaknya Kizi," ujar Sean dengan matanya yang terbuka lebar membuat Elisa juga melakukan hal yang sama.

"Eehhh? Beneran? Wah ... dunia sempit ya," balas wanita itu sambil menggelengkan kepalanya pelan. Tapi tak lama setelah itu wajahnya menjadi murung. Walaupun terdapat televisi yang cukup besar di hadapannya, Elisa memilih untuk memandangi ubin lantai rumahnya.

"Kenapa, Ma?" tanya Sean.

"Enggak, jadi kepikiran. Mama cuma takut pacarnya mbak Julia juga kasar sama adiknya," lirih Elisa. Ternyata wanita itu juga sama saja dengan Sean, sama-sama mengkhawatirkan Kizi.

"Semoga aja enggak, Ma." Lelaki itu pun beranjak dari sofa lalu masuk ke dalam kamarnya. Tubuhnya terbaring di atas kasur sambil memandangi stiker glow in the dark di langit-langit kamarnya.

Tangannya meraih ponsel di saku hoodie yang masih ia pakai lalu membuka room chat dirinya dengan teman perempuannya.

Kizi

zi|
kalo kamu diapa2in sama kakak kamu lapor|
aja ke aku ya?
kalo besok kamu dijahatin sama kiara bilang|
juga ke aku ya?
jangan diem2 aja kayak kemarin|
aku kan jadi bingung( ̄^ ̄)|

|iyaa sean
|maaf ya ga langsung jujur
|lain kali aku langsung kasih tau kamu
|lagipula aku bisa hadapin sendiri kok

iya tau kok kamu itu hebat|
tapi selagi ada aku ya bilang aja!|
jangan hadapin semuanya sendiri|
manusia kan makhluk sosial yang butuh|
bantuan satu sama lain

|yaampun kamu udah kayak anak ips aja
|iya iya nanti kalo ada apa2 aku bilang ke kamu langsung

oke dehh|

Sean melempar ponselnya sembarangan di atas kasur. Hari ini menjadi hari yang campur aduk baginya, ia senang bisa kembali dekat dengan Kizi, tapi ia sedikit merasa gelisah setelah mengetahui fakta kalau perempuan itu bersaudara dengan Aidan, lelaki yang tega melukai kekasihnya sendiri.

Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang