47

45 11 2
                                    

"Se, lo ngerti gak soal nomor lima bagian B?" tanya seorang lelaki yang duduk di samping Sean.

Semenjak Sean dan Tara berteman, Tara menempati tempat duduk Kizi. Tentu saja awalnya lelaki itu ditertawakan karena berteman dengan lelaki berambut putih yang awalnya ia dan kawan-kawannya selalu jahili.

Sean menggeleng. "Enggak, aku gak pernah ngerti materi ini, Tar," balasnya lesu. Baginya tidak mungkin ada yang mampu mengerti materi kimia ini hanya dalam satu kali penjelasan, setidaknya ia harus mendengarkan penjelasan itu tiga kali sehingga materinya bisa ia cerna.

"Nanti tanya Kizi aja deh," ucap Sean pasrah lalu menyandarkan tubuhnya di kursi tempat lelaki itu duduk. Telinganya memang mendengarkan penjelasan Bu Anwar, tetapi otaknya seakan-akan membeku dan lupa bagaimana cara mencerna pelajaran.

Bu Riani yang menginterupsi pelajaran pun membuat fokus Sean buyar seratus persen. Wanita itu memanggil beberapa murid kelas 2A dan mengajaknya pergi entah ke mana membuat semua pasang mata tertuju kepada mereka.

"Anjir mereka kenapa dipanggil?" gumam Tara.

"Paling urusan Kizi, kan kakaknya mau ngurusin semuanya," ujar Sean.

"Kakaknya Kizi ada di sini?"

"Iya." Sean mengangguk sebagai jawaban.

"Kizinya juga ada?"

Sean mengangguk lagi. Dalam hatinya ia berharap semoga Kiara dan kawan-kawannya mendapatkan hukuman yang setimpal dan Kizi bisa kembali bersekolah secepatnya. Hari-hari tanpa perempuan itu terasa sangat membosankan, walaupun ia bisa bertemu dengan Kizi di rumah nanti tetap saja ia merindukan masa-masa mereka di sekolah.

"Kok gue gak tau?"

"Kamu kan datengnya telat, Tar. Kizi dari pagi udah ada di sini," balas Sean.

"Oh ... iya, ya."

Begitu Kiara dan yang lainnya kembali, mereka terlihat menahan amarahnya. Kiara juga terlihat melontarkan kalimat-kalimat tidak pantas dan menyumpahi Kizi dengan sumpahan yang tidak patut membuat Sean dan Tara merasa tidak nyaman mendengarnya.

Tak lama setelah Kiara dan kawan-kawan dipanggil, beberapa murid kelas 2A dipanggil secara bergantian oleh Pak Hujan termasuk Sean dan Tara. Begitu giliran Sean yang dipanggil, lelaki itu berjalan mengikuti Pak Hujan menuju ruang guru, mereka berdua duduk berhadap-hadapan.

"Bapak langsung aja ya, apa Sean pernah lihat Kizi dibully sama Kiara atau sama orang lain?" tanya pria itu.

Sean mengangguk pelan. "Pernah, Pak."

"Kenapa Sean tidak segera melapor?"

"Saya udah nawarin Kizi untuk lapor tapi dia gak mau soalnya dia mikir Kiara bakalan menang dan nantinya Kizi yang bakalan kena masalah," jelas lelaki itu. Jari jemarinya berkutik karena merasa gugup.

"Apa Sean juga pernah jadi korban bullying Kiara atau dari murid yang lain?" tanya Pak Hujan. Selain menyelesaikan kasus Kizi, para guru juga ingin mengetahui apakah ada kasus perundungan lain yang pernah terjadi. "Sean bisa cerita semuanya yang Sean alami, kita terbuka di sini. Kita mau semua murid Belamour bisa bersekolah dengan hati yang riang," lanjut pria itu.

"Sebenernya ... saya pernah dapat perlakuan tidak menyenangkan dari Kiara dan yang lainnya, tapi sekarang udah enggak kok, Pak. Jangan laporin ini ke ibu saya ya, Pak. Saya gak mau bikin ibu saya khawatir," pinta Sean memelas. Sampai saat ini Elisa tidak mengetahui kalau anak semata wayangnya menjadi korban perundungan, dan Sean harap wanita itu tidak akan pernah tahu.

Pak Hujan menatap anak muridnya yang satu itu dengan tatapan iba. Bodoh sekali dirinya tidak menyadari kasus perundungan ini. Ia bisa merasakan bagaimana tersiksanya para korban perundungan selama ini.

"Beneran? Apa Sean pernah terluka fisik karena Kiara?"

Sean menggeleng, seingatnya ia tidak pernah sampai terluka fisik karena perlakuan Kiara. Karena mau bagaimana pun Sean laki-laki dan Kiara perempuan. Ia bisa dengan mudah melawan atau Christian akan mengambil alih kuasa lalu melawan perempuan itu.

"Ingat ya, Sean. Bapak selalu terbuka buat murid-murid di sini. Kalian bisa cerita semua keluh kesah kalian, bebas apa pun itu kita akan terima dan sebisa mungkin membantu kalian," ucap Pak Hujan bersungguh-sungguh.

"Iya, Pak, terima kasih banyak. Semoga setelah ini kita semua menjalankan hidup dengan perasaan bahagia," ucap Sean sebelum pamit kembali ke kelas.

Bersamaan dengan kedatangan Sean di kelas, Pak Hujan memanggil Tara untuk ditanyakan seputar kasus perundungan. Lelaki itu sudah sangat siap untuk menjawab semua pertanyaan.

"Apa Tara tahu tentang kasus perundungan yang menimpa teman kamu Kizi?" tanya Pak Hujan begitu mereka berdua duduk berhadapan di ruang guru.

"Tau, Pak. Kalau boleh jujur saya juga sempat menjadi pelakunya, mungkin Kizi gak cerita tapi saya mau ngaku sendiri dan saya siap mendapatkan hukuman lagi yang setimpal dengan perlakuan saya," ujar Tara dengan nada suara yang sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikit pun.

"Begitu kah?" Seingat pria itu, yang merupakan pelaku perundungan ini hanyalah Kiara, Fidel, Yara, dan Marel. Ia tidak mengetahui kalau Tara adalah pelakunya juga. "Memang apa yang kamu lakukan, Tara? Kenapa kamu juga membully Kizi?"

Tara mulai menceritakan awal mula dirinya yang terpaksa menjauhi kekasih pertamanya karena ancaman yang diberikan oleh Kiara dan bagaimana dirinya dipaksa untuk bersikap jahat kepada Kizi.

Pria itu tercengang mendengar cerita yang muridnya yang satu itu. Ini lebih parah dari yang ia duga. Bagaimana bisa ada murid SMA yang memiliki pemikiran yang kejam seperti ini?

"Bapak minta maaf karena gagal menjadikan kalian murid yang baik. Seharusnya bapak bisa lebih awas kepada kalian semua," ucap Pak Hujan sambil menundukkan kepalanya.

"Gapapa, Pak. Harusnya kita semua yang minta maaf ke Bapak dan guru lain. Kita udah ngecewain kalian semua," balas Tara.

"Terima kasih ya, Tara. Kamu sudah berani untuk jujur dan bertanggung jawab. Bapak apresiasi itu tapi Bapak akan tetap memberi kamu sedikit hukuman karena perbuatan kamu itu salah."

Tara mengangguk paham. "Iya, Pak. Terima kasih juga udah gerak cepat untuk selesain kasus ini, Kizi pasti seneng sekarang gak ada yang ganggu dia lagi." Lelaki itu pun keluar dari ruang guru dan berjalan menuju kelasnya kembali.

Rasanya hati lelaki itu menjadi ringan, semua beban seketika hilang begitu saja. Tidak ada lagi kekhawatiran yang harus ia pikirkan. Mengetahui Kizi sudah tidak diganggu oleh Kiara dan yang lainnya membuat dirinya ikut merasa lega. Satu-satunya hal yang harus ia pikirkan adalah bagaimana cara agar dirinya bisa memahami materi pelajaran yang diberikan.

《《《 》》》

《《《 》》》

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang