27

65 12 3
                                    

Pagi yang cerah, waktunya Sean untuk pergi ke sekolah. Tidak sabar bertemu temannya yang beberapa hari ini menjadi teman baiknya, Kizi. Ada banyak hal yang ingin ia ceritakan kepada perempuan itu.

"Pagi," sapa lelaki itu begitu melangkah masuk ke kelas. Matanya menjadi berbinar begitu ia melihat Kizi yang sudah duduk manis di bangkunya. Ia pun menghampirinya lalu duduk di bangku sebelahnya. "Hai, Zi," sapanya lagi, tak lupa dengan senyum yang cerah.

"Zi? Halooo?" Lelaki itu berusaha menatap mata perempuan di sampingnya, tapi perempuan itu dengan sengaja memalingkan wajahnya. Untuk beberapa saat Sean terkesiap melihat sikap Kizi yang tidak biasa itu. Apakah perempuan itu sedang merasa kesal dengannya?

"Zi, aku ada salah?" tanya Sean. "Kamu kenapa? Kok gak nengok ke sini?"

"Berisik."

Satu kata singkat itu membuat Sean tersentak. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Kalau ini salahnya ia akan langsung meminta maaf, dan kalau Kizi sedang ada masalah ia akan langsung menolongnya. Tapi alih-alih menjawab pertanyaannya, perempuan itu malah berkata kalau dirinya berisik.

"Zi ... aku minta maaf. Pasti kamu lagi sebel ya sama aku? Jangan diem-dieman gini dong," lirihnya sambil memandangi perempuan itu penuh harap. "Ayo cerita kamu kenapa," pintanya.

"Pagi, Seaann!"

Suara itu. Suara yang tidak pernah Sean bayangkan akan memanggilnya dengan sapaan hangat dan ramah seperti itu. Dirinya menatap orang yang baru saja menyapanya dengan tatapan heran. Tidak hanya dirinya, Kizi juga ikut mendongakkan kepalanya untuk melihat orang itu.

"K-Kiara ...?"

Untuk pertama kalinya perempuan itu tersenyum kepadanya, kali ini bukan senyuman mengejek atau senyum remeh, tapi senyum yang ramah. Apakah ada hal aneh terjadi selama dirinya tidak masuk kemarin?

"Mulai sekarang kita temenan ya!" kata perempuan itu riang. Tentu saja Sean senang kalau Kiara akhirnya mau berteman dengannya, tapi ia masih merasa janggal di hatinya.

"O-oh iya boleh ...," balas Sean dengan senyum canggungnya.

"Yaudah lo duduk bareng kita aja sekarang. Eh, Fadil! Minggir lo, tukeran sama Sean!" perintah Kiara seraya menendang kursi milik teman sebangkunya. Lelaki pendiam dan kutu buku itu tidak bisa melakukan hal lain selain berpindah tempat.

"Nah, ayo Sean duduk di situ. Biar kita ngobrolnya enak," kata Kiara.

Sean masih enggan untuk beranjak dari tempatnya, sedangkan Fadil sudah berdiri menunggu Sean untuk pergi. Ia melirik sekilas ke arah Kizi, sangat terlihat jelas kalau raut wajah perempuan itu kecewa dan murung. Ia yakin ada hal besar yang terjadi sehingga semua hal ini terjadi. Kiara menjadi sangat ramah kepadanya, itu sangat tidak mungkin.

"Zi, aku pindah gapapa?" tanya Sean. Perempuan itu masih enggan merespon perkataannya.

"Ngapain minta izin dia dulu sih? Udah sini cepet mumpung gue baik nih," desak Kiara.

Akhirnya terpaksa Sean bertukar tempat dengan Fadil, dan sekarang ia duduk bersama dengan Kiara. Padahal ia sudah nyaman duduk di ujung kelas dekat tembok. Begitu ia duduk di tempat barunya, ia merasakan hal aneh dari teman sebangku barunya, seperti ada aura negatif yang hendak menguasainya.

Jam pertama hari ini dimulai. Selama pelajaran, Kiara dan kawan-kawannya selalu mengajaknya berbicara. Bertanya tentang rambut putihnya, makanan kesukaannya, hobinya, dan banyak pertanyaan lain sampai dirinya kewalahan untuk menjawabnya.

Tentu Sean senang kalau akhirnya ia bisa memiliki banyak teman, tapi kesenangan itu seolah-olah tertahan oleh benteng besar. Ia masih bertanya-tanya kenapa Kizi menjauhinya secara tiba-tiba.

Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang