29

50 13 2
                                    

tw // mention of murder

"Gimana sekolahnya, Dek?"

Di tengah bisingnya jalanan pagi hari, driver ojek online yang mengantar Sean sekolah mengajaknya berbicara. Sebagai penumpang yang baik, lelaki itu pun membalasnya.

"Lancar-lancar aja sih, Bang. Tapi saya sekarang deg-degan," jawabnya.

"Wih, deg-degan kenapa? Ada ujian ya?" tanya sang driver.

Dengan helm yang menutupi hampir seluruh bagian kepalanya, Sean menggeleng pelan. "Enggak, Bang."

"Terus kenapa?"

"Kemarin temen saya cuekin saya, terus sekarang saya mau coba ngobrol lagi sama dia," jelas Sean.

Terdengar tawa kecil dari sang driver. "Owalah, yaudah saya do'ain semoga temennya gak cuekin kamu lagi ya, Dek."

"Aamiin, makasih, Bang. Semoga aja dia mau ngobrol lagi sama saya."

Begitu motor yang Sean naiki berhenti di depan gerbang sekolah, ia pun berdiri dan memberikan beberapa lembar uang untuk sang driver. Setelah itu ia langsung berjalan menuju kelasnya.

Ia melihat seorang lelaki yang sedang membaca novel duduk di tempat lamanya. "Fadil, tukeran tempat duduk lagi dong," pinta Sean. Tanpa tenaga ekstra, Fadil pun langsung pindah saat itu juga. Sean pun duduk di kursi sebelah temannya yang kemarin mengabaikannya seharian.

Pertama-tama Sean hanya melirik sesekali ke arah Kizi. Tapi perempuan itu sepertinya tidak ada tanda-tanda akan membalas tatapannya. Hal ini membuat jantungnya menjadij berpacu cepat secara tiba-tiba tanpa alasan.

"Zi, kemaren waktu hari senin aku pergi ke Taman Kanigara, kamu pernah ke sana gak?" tanya Sean. Ia tahu kalau perkataannya tidak akan direspon dalam bentuk apapun, walaupun hanya sekedar gelengan atau anggukkan kepala.

Tapi ia memilih untuk memakluminya. Ia pun melanjutkan ceritanya. "Di sana banyak bunga yang bagus. Kapan-kapan kita ke sana bareng, yuk? Kamu suka bunga gak? Aku sih suka banget. Mama juga suka bunga. Oh iya terus di sana mie ayamnya enak banget, kira-kira enakan mana ya sama mie ayam di sini? Aku belom pernah nyobain mie ayam yang di sini."

Sean terus-terusan bercerita mulai dari hal yang penting sampai yang tidak penting. Ia bisa saja bercerita seharian meskipun Kizi tidak memberikan respon yang mengenakkan hati. Tapi sayangnya Sean harus berhenti saat Kiara memaksanya untuk kembali duduk di sebelahnya.

"Sean, jangan deket-deket Kizi lagi. Emang lo mau ketularan dia juga?" tanya Kiara.

Kizi yang diam-diam mendengar perkataan Kiara merasa tertusuk hatinya. Ia memang bukan anak baik-baik. Sean tidak pantas untuk berteman dengan dirinya.

"Ketularan apa? Kizi kena covid? Harusnya kalo kena covid kan isoman," balas Sean dengan wajah tanpa dosanya.

Kiara menghentakkan kakinya. Lelaki di hadapannya ini bodoh sekali. "Bukan gitu, Sean. Intinya kamu jangan deket-deket dia lagi, titik."

"Lagian apa asiknya sih main sama dia? Mending sama kita-kita aja," kata Kiara sombong.

Sean tersenyum kikuk. "Soalnya aku lebih cocok sama dia. Sama kalian juga sih, tapi sekarang aku mau sama Kizi dulu. Boleh ya?" tanya Sean. Lelaki itu tidak pernah meninggikan suaranya kepada siapapun termasuk kepada seseorang yang notabenenya memberikan perlakuan tidak mengenakkan hati untuknya.

Kalau kalian berpikir hati Kiara terbuat dari batu, kalian salah. Buktinya perempuan itu sedikit merasa luluh saat mendengar penuturan yang ramah dari lelaki itu. Dengan cepat Kiara membuang jauh-jauh perasaan aneh tadi. "Gak. Gue gak mau lo jadi kayak dia juga. Udah mending lo duduk sekarang," perintahnya.

Hello StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang