Jaga Hati

315 19 3
                                    

Ketika kita berkumpul bertiga di Terminal Bus. Dia yang sudah bersiap akan berangkat ke Jakarta. Kamu yang sedang menahan tangis akan merindukannya. Tidak siap melepasnya. Hanya berdiri diam tanpa mengucapkan sepatah kata. Aku sebagai sahabat. Mengantarkannya, Pacarmu hingga pintu masuk Bus. Amanah berat kuterima yang akan menjagamu selama Dia berada disana. Aku menyanggupinya ketika wajahmu berubah menjadi merah dan terlihat kesal. Kamu tidak akan pernah menangis di depan banyak orang. Karena takut dibilang cengeng. Padahal wajar saja ketika Dia akan meninggalkanmu sampai waktu yang tidak ditentukan.

Dia melambaikan tangan. Tetapi kamu hanya diam menatapnya hingga Dia terduduk di bangku.

Bus akan berangkat sebentar lagi. Kamu masih saja gengsi dengan tidak berbicara kepadanya. Begitu juga dengan Dia. Kalian sama keras kepalanya hingga perpisahan terakhir ini. Tidak ada perdamaian. Aku juga tidak tahu sebab pertengkaran hebat yang terjadi kemarin malam. Yang kutahu kalian bertengkar saat kita makan malam untuk merayakan kenaikan jabatan kamu sebagai wakil maneger. Aku turut bahagia atas kebahagiaan sahabatku. Dengan memberikan kamu sebuah buku jurnal dan pacarmu membawa hadiah sebuah bunga yang tidak kamu sukai yaitu melati.

Aku tahu kamu alergi bunga melati. Hidungmu seketika akan terasa gatal dan bersin terus menerus sampai dokter memberikan obat untuk menghentikan alergi tersebut. Kamu pergi ke toilet dengan berlari kecil dengan sepatu tinggi yang runcing untuk menumpu tubuhmu yang kecil. Disusul langsung oleh pacarmu yang terlihat gusar. Mengikutimu dari belakang memastikan keadaanmu.

Kalian belum juga kembali setelah aku memeriksa jam di tanganku. Sudah dua puluh menit kalian di toilet. Aku menyusul keberadaan kalian yang tidak kunjung kembali ke meja makan. Bahkan perutku tidak sanggup lagi menerima makanan akibat kekhawatiranku. yang berlebihan.

Aku memeriksa toilet Pria dan wanita. Keberadaan kalian tidak kutemukan. Hingga aku kembali lagi ke meja makan. Menghabiskan makanan yang tersisa dan juga makanan kalian yang belum tersentuh sedikitpun juga kumakan.

Kurasa kalian pergi diam-diam ke tempat lain merayakannya berdua dan meninggalkanku sendirian. Aku tidak heran lagi di tinggal karena ini bukan pertama kalinya. Aku kembali ke parkiran mengambil mobil. Disana kalian sedang bertengkar dan teriakan terdengar jelas dari suara pacarmu. Aku bersembunyi di balik mobil lain. Menguping pembicaraan yang terjadi. Namun keberadaanku sepertinya di ketahui olehmu.

Alhasil aku tidak mendengar apapun. Aku berpura pura tidak tahu yang terjadi pada kalian.

Perjalanan pulang terasa hening. Tidak ada yang memulai bicara kecuali aku. Hanya disahut sekedarnya dengan jawaban singkat. Wajah kalian berubah masam. Saling melempar pandang ke luar jendela. Dan aku mendapatkan imbas dari pertengkaran ini. Makanan yang seharusnya dibayar olehmu saat di restoran. Secara terpaksa aku yang membayar keseluruhannya dengan biaya yang tidak sedikit. Sebanyak jumlah gajiku setengah bulan. Kamu tidak juga kunjung kembali ke meja makan, otomatis aku yang menjadi sandera agar bisa keluar dari restoran yang elite itu.

Apa kamu tahu aku sangat kesal malam itu. Aku duduk di depan menyetir. Sedangkan kalian duduk di belakang berdua. Padahal ini adalah mobilku sendiri. Kamu memohon padaku untuk menjemput pacarmu, Kamu mengarahkanku jalan untuk mengantarkan kalian pulang. Dan aku sangat lelah dan tertidur pulas hingga telat berangkat kerja.

Malam ini kamu kembali membuatku bingung. Apa salahnya menahan Dia untuk tetap berada di sini. Tinggal katakan, "Tetaplah disisiku." Memang kata itu cukup menggelikan bagimu. Begitu juga denganku. Setidaknya itu yang dikatakan banyak orang di tayangan tv.

Kini dia pergi, kamu memandang Bus itu dengan lama hingga tidak terlihat lagi. Aku? yang tidak tau harus berbuat apa untuk menjagamu sampai Dia kembali.

***

Sudah tiga tahun kita bertahan. Kamu tetap menunggunya dan aku tetap menjagamu. Kita saling menjaga hati. Selama mennunggu kedatangannya. Dan kita menjalani aktifitas berdua. Menemani kamu ke toko buku dan kamu menemaniku olahraga. Kita sudah saling melengkapi. Tetapi kesetiaan menghalanngi hati untuk bersatu. Tidak mudah bertahan selama ini. Hingga kredit motormu saja sudah lunas setahun yang lalu.

Kalian tidak saling memberi kabar. Tapi kamu tetap menjaga hati untuknya. Apalah arti menunggu jika sudah tidak cinta lagi. Itu adalah lirik lagu yang pas buat kamu.

Hari ini di restoran tempat terakhir kalian berjumpa. Pertengkaran itu masih saja terbayang olehku. Aku mengatakan perasaanku padamu. Dan kamu menjawabnya, "Aku akan bertanya kepada pacarku. Akankah Dia kembali lagi."

Kami sepakat hingga sebulan lamanya. Dia memutuskanmu dan menetap di Jakarta.

Hari terus berganti. Usia bertambah setiap bulannya. Kamu belum juga memberikan jawaban pasti dan aku memutuskan untuk tidak menagih jawaban darimu. Kita berjalan seperti biasa. Tanpa mempedulikan perasaan. Menjalani aktifitas seperti sahabat. Mungkin aku hanya ditakdirkan untuk menjagamu sampai bersanding dengan lelaki lain di pelaminan. Biarlah aku yang akan menjadi saksi atas pernikahanmu kelak.

Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa beri vote dan tinggalkan komentar ya 😀😉

Semoga kalian suka dengan ceritanya 😁😎

Aku juga mau rekomendasikan cerita yang lainnya: Pernah Berakhir

                                                                                                              : Teka Teki Sepatu

Kalian juga boleh follow akun sosmedku juga: Instagram dan Tiktok @Sucimutiara96

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang