Tumbal

200 13 2
                                    

Pagi, sebelum ke pantai. Dani mengajakku bermain games. Tidak hanya aku, ada Olla dan Ana yang sudah menunggu. Kami berempat bermain di meja. Saat sarapan pagi. Aku dan Ana saling pandang, dengan sikap dani yang mendadak ramah. Di kantor, dani terkenal misterius. Namun hanya aku yang dekat dengannya. Itupun masih membuatku penasaran. Dani merupakan karyawan baru bekerja selama enam bulan. Namun pencapaiannya di kantor sangat bagus. Bisa naik jabatan dalam beberapa bulan kerja di sini. Kabar yang kudengar tentangnya. Dani memiliki koneksi di kantor.

Aku dan Ana memiliki jabatan yang lebih tinggi darinya. Namun tidak ada kata senioritas. Kami semua adalah teman.

Ketentuannya adalah. Jika botol ini mengarah diantara salah satu dari kami maka akan menjadi tumbal. "Tumbal, Maksudnya?" tanyaku. "Iya tumbal." jawabnya. Permainan yang cukup aneh. Dani memutar botolnya. Botol itu mengarah ke Ana. Dan di beri hukuman.

"Hukumannya apa?" tanya Ana.

"Nanti saja. Sebentar lagi." jawabnya. Mengambil botol tersebut dan membuangnya kembali.

Permainan berakhir.

***

Di pantai, Di akhir tahun. Ketika liburan selama tiga hari, menghabiskan sore di hari terakhir. Aku duduk di bibir pantai bersama wisatawan lainnya. Menunggu terbenamnya matahari. Tidak lupa ponsel, siap untuk merekam moment tersebut.

Sungguh saat ini aku tidak berminat melihatnya. Aku ingin segera kembali kepenginapan dan berbaring di ranjang yang telah menantiku. Tubuh ini terasa penat, seharian menghabiskan waktu di pantai. Bermain pasir membuat bangunan dari butiran pasir seperti yang dilakukan orang saat di pantai. Membangun istana atau tulisan lainnya. Itu semua tidak berhasil. Yang ada ombak datang menghancurkan karyaku yang tidak kunjung selesai. Dan wisatawan lainnya ikut menginjak istanaku di atas pasir.

Setengah jam lagi matahari akan terbenam. Kami menunggu tanpa bicara sedikitpun. Aku tahu mereka semua juga lelah.

Dani, Sosoknya tidak terlihat sejak tadi. Setelah makan siang berakhir. Dia menghilang. Aku sudah mencarinyandi sekitaran pantai. Namun tetap tidak ada. Aku memutuskan buat duduk di sini. Di samping temanku, bersandar di bahunya yang kecil. Ana berbadan kurus itu sangat menantikan moment terbenamnya matahari. Selama tiga hari di sini. Ponselnya penuh dengan foto selfienya. Dengan berbagai macam gaya yang pernah dilakukannya di tempat lain.

Dari menjulurkan lidah, menyipitkan mata hingga mentiruskan dagunya agar terlihat cantik.

Ketika terbenamnya matahari, terdengar suara riuh dari berbagai arah.

Setelah berhasil merekamnya. Kami kembali beramai beriringan menuju penginapan. Dani tidak ada dengan temannya. Aku sangat lelah hari ini dan kembali tidur. Paginya kami berangkat pulang ke Pekanbaru. Dani sudah masuk ke dalam mobil.

"Pagi Fera." katanya mendongakkan kepala keluar jendela.

"Kemana aja kemarin?" tanyaku.

"Kemana?" tanya Dani kembali.

Dani mencoba mengingat, "Selesai makan siang. Aku langsung kembali ke penginapan." jawabnya.

"Pasti capek kan." Dani segera mengangguk.

Aku masuk ke mobil. Kami beda kendaraan. Aku bersama rekan cewek dan Dani tentu saja bersama cowok lainnya.

Semuanya bernyanyi diiringi dengan music yang keras. Aku menyandarkan kepala di jendela mobil. sembari memperhatikan hutan yang dilewati selama perjalanan.

Kami berhenti di salah satu rumah makan. Semuanya keluar berlarian menuju toilet. Pasti sangat tidak nyaman menahan baung air kecil selama perjalanan.

Duduk di satu meja. Menikmati masakan minang yang tercium aroma rempahnya hingga perut ini berbunyi. Untung saja hanya Ana yang mendengarnya, lalu meresponnya dengan tawa kecil.

Dani kembali menghilang. Aku tidak menemukan sosoknya di sini. Begitu juga dengan salah satu diantara kami. Olla, tidak ada di antara kami. Aku beranjak dari kursi mencari Dani. Rumah makan ini diapit sawah yang melintang di sepanjang pinggir jalan. Tempat ini sangat indah. Selama di kota aku hanya bisa melihat bangunan ruko dan jalanan macet ketika hendak berangkat dan pulang kerja.

Sejenak aku melupakan Dani, berjalan memasuki sawah. Di sana aku menemukannya. Duduk di antara sawah sembari membakar kemenyan. Tidak seorangpun di sini. "Kemana perginya para petani." tanyaku dalam hati.

Dani seperti sedang membaca mantera di antara kesunyian siang ini. Yang kulihat saat di tayangan televisi, biasanya hal ini dilakukan di malam hari, mengirimkan keburukan pada orang lain. Di tempat lain ada Olla sedang duduk memejamkan mata. Entah apa yang sedang dilakukan mereka.

Aku memperhatikan dari balik padi yang mulai merunduk. Berjongkok sembari merekam perbuatan mereka. Tidak lama setelaha itu mereka berdiri, dan kembali ke rumah makan.

Aku tetap pada posisiku berjongkok sampai mereka hilang dari pandanganku. Di tempat makan. Terdengar suara teriakan. Di dalam tampak ramai berkumpul menyaksikan sesuatu.

Terlihat Ana sedang muntah darah yang berserakan di lantai. Mataku langsung tertuju kepada Dani dan Ola yang semringah melihat keadaan Ana.

Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa beri vote dan tinggalkan komentar ya 😀😉

Semoga kalian suka dengan ceritanya 😁😎

Aku juga mau rekomendasikan cerita yang lainnya: Pernah Berakhir

                                                                                                              : Teka Teki Sepatu

Kalian juga boleh follow akun sosmedku juga: Instagram dan Tiktok @Sucimutiara96

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang