Jodoh di tangan Nenek

189 12 0
                                    

Hidup di zaman modern dengan peraturan kuno. Sungguh sangat menyebalkan. Hari ini nenek datang dari Lampung untuk menemuiku, cucunya yang kesepuluh di Pekanbaru. Katanya ingin melihatku segera menikah. Astaga. Permintaan seperti apa ini? Kata itu sering di ucapkannya kepada cucu yang lainnya dan sekaraang sudah berkeluarga bahkan mempunyai anak. Kini giliranku mendengarkan omelan nenek setiap hari melalui ponsel.

Aku ingin fokus berkarir, bersenang dengan teman-teman bahkan aku juga ingin mengunjungi Turki. Aku sangat ingin ke sana. Alasanku, untuk berkunjung ke Boshporus yang menghubungkan antara Turki Asia dan Eropa

Nenek sekarang sudah sampai di rumah. Sedangkan aku berada di kantor tepatnya di kantin. Duduk bercengkerama sembari melepas penat pekerjaan. Akhir akhir ini Aku di bebankan banyak tugas oleh atasan. Membantu tim marketing untuk meningkatkan penjualannya. Padahal aku tidak berada di bidang marketing. Atasanku beralasan karena aku mempunyai keahlian di bidang tersebut.

Kini nenek menambah beban dalam hidupku. Menyuruhku segera menikah sebelum maut menjemputnya. Aku sering mengatakan kepada nenek, "Nek. Aku mau menuruti semua kemauan nenek. Kecuali menikah. Nenek menjawab dengan suara tegas meski umurnya sudah menginjak 85 tahun. Apa tidak puas nenek menjodohka kelima anaknya dengan kenalan dari keluarga kaya dan kini aku jadi ikutan menjadi kaya. Keluarga yang bahagia tanpa perkenala. Hanya bertemu sekali saat pertunangan. Perkataan nenek sungguh manjur untuk kelima anak perempuannya, "Cinta akan tumbuh setelah menikah." Kalimat itu masih di menjadi prinsip dalam hidupnya.

Andai saat ini nenek berada dihadapanku. Aku akan berkata, "Nenek. Jangan sotoy deh. Ini bukan zaman Siti Nurbaya. Aku nggak bakalan menikah sebelum cinta itu tumbuh. Dunia sudah berubah. Jangan gunakan lagi cara nenek untuk mendidikku." Aku yakin. Detik itu juga aku langsung dipecat dari warisan keluarga.

Aku segera pulang ke rumah menemui nenek yang menelponku sejak satu jam yang lalu. Ketika baru menginjakkan kaki di rumah.

Belasan panggilan tak terjawab dari ponsel. Aku memang sengaja tidak mengangkatnya. Meski ini adalah masalah darurat. Nenenk selalu mengancamku dengan asma yang di deritanya sejak lahir. Aku sebagai tumbal harus menuruti permintaannya kali ini.

"Halo nenek." kataku memeluknya dari belakang.

Nenek masih saja membaca buku majalah kecantikan. Lihatlah di umur segini saja kulitnya terasa halus dan sangat terawat. Tubuhnya wangi dan rambut yang tertata rapi. Tanpa sehelaipun yang lepas dari ikatan sanggulnya.

"Kenapa baru pulang?" tanya nenek meletakkan mejalahnya di atas meja.

Aku duduk di samping nenek. Di ruang keluarga di hadapan tv yang menyala tanpa suara. Inilah kebiasaan nenek. Hanya melihat gambar, tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih. Aku bahkan tidak tahu yang harus kulakukan saat di dekat nenek.

"Bagaimana penawaran nenek?"

"Hmm. Yang mana ya?" kataku

Nenek menusukku dengan pandangannya, "Menikah."

"Oo."

"Nenek sudah menyiapkan lelaki buat kamu dan mengatur jadwal untuk pertemuan ini. Cobalah dulu. Amati dia. Lalu putuskanlah. Nenek tidak akan memaksa." kata nenek membuka lembaran majalah. Sejak tadi matanya tidak melihatku.

Mama bergabung bersama kami. Mendengar percakapan sebelumnya. Memberikan isyarat kepadaku agar menuruti nenek.

"Baiklah. Akan kucoba." jawabku pasrah.

"Datanglah ke restoran King and Queen jam tujuh malam."

"Orangnya seperti apa?"

"Dia tampan, tinggi dan juga kaya." jawab nenek.

"Astaga." gerutuku dengan lirih. "Baiklah aku akan ke sana. Bisa kirimkan-"

"Nomornya sudah ku kirim ke kontak milikmu."

"Aku ke kamar dulu ya nek."

"Ya." jawab nenek singkat.

Hari yang sangat melelahkan. Untungnya nenek hanya menginap dua hari di rumahku. Memastikan bertemu dengan lelaki pilihannya. Ada saja koneksi nenek untuk menjodohkan keturunannya dengan lelaki kaya. Jarak antara Lampung dan Pekanbaru sangat jauh. Namun nenek seperti mengenal setiap liku sudut kota ini. Sekecil apapun terlihat olehnya. Meski tersembunyi di dalam tumpukan jerami atau di lubang semut yang terdalam.

Sore ini aku langsung berangkat menemui lelaki pilihan nenek. Aku rela menunggu selama satu jam untuk melihat penampilannya terlebih dahulu.

Aku memesan minuman dan membawa laptop berukuran kecil. Restoran ini di peruntukan untuk kaum kalangan atas, kata nenek. Aku mebawa laptop dan lembaran kertas duduk di sudut restoran. Jauh dari pandangan pengunjung.

Aku menunggu, memperhatikan keadaan sekitar. Para pengunjung yang disebutkan oleh nenek. Tidak ada yang tampan. Semuanya datang bersama pasangan dengan punggung yang terbuka.

Sore ini restoran sudah dipenuhi oleh pengunjung. Hanya aku yang terlihat aneh mengenakan topi pink dan kaos oblong bewarna putih. Di sampingku duduk sepasang kekasih tanpa bicara sejak kedatangannya ke sini. Wanita dihadapnnya makan dengan anggun dengan potongan daging kecil. Sedangkan lelaki yang dihadapannya tidak menyentuh makanan sedikitpun.

Wanita itu menghentikan makannya. Fokus kepada lelaki dihadapannya.

"Aku senang kamu mengajakku ke sini." kata wanita itu tetap dalam keadaan anggun. Tubuhnya lurus dengan tulang yang menonjol di bagian punggung.

"Tempat ini akan menjadi sejarah dalam hidup kita sayang." ucapnya. Mengecup tangan wanita dengan bibir tebal bewarna merah tua.

Sumpah, nggak tahu kenapa. Perutku terasa mual dan ingin segera memuntahkannya.

Uewekk..

Mulutku begitu saja mengeluarkan suara muntahan. Mereka melihat mengerling ke arahku. Aku menunduk bersalah.

Percakapan itu berlanjut. Lelaki itu melayangkan kata manis. "Aku akan segera menikahimu. Dan membawa kamu berbulan madu hingga ke negeri awan."

Tentu saja wanita dihadapannya tersenyum malu. Sedangkan aku yang mendengarnya merasa geli dan ingin tertawa. Sekarang hampir jam tujuh malam. Dua puluh menit lagi lelaki itu akan datang.

"Maaf sayang. Aku sudah ada janji dengan orang lain. Aku antar kamu sampai depan ya." kata lelaki itu mengambil tangan mungil untuk digandeng hingga ke depan restoran.

Aku menghubungi lelaki yang akan kutemui. Tidak sabar ingin segera pulang ke rumah dan memutuskan perjodohan ini.

Tidak lama setelah itu. Sebuah panggilan masuk dari nomor tak di kenal menghubungiku.

"Halo. Saya sudah sampai di restoran. Kamu dimana?" katanya

"Aku juga sudah sampai." jawabku.

Aku melihat lelaki dari pasangan di seberang mejaku sedang menelpon. Aku mulai curiga dan mendekatinya perlahan. Dugaanku benar. Dia yang akan dikenalin denganku.

Aku segera mendatanginya dan mengakhiri pertemuan ini dengan senyuman. Lelaki itu hanya bisa diam melihatku berpapasan dengannya.

Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa beri vote dan tinggalkan komentar ya 😀😉

Semoga kalian suka dengan ceritanya 😁😎

Aku juga mau rekomendasikan cerita yang lainnya: Pernah Berakhir

                                                                                                              : Teka Teki Sepatu

Kalian juga boleh follow akun sosmedku juga: Instagram dan Tiktok @Sucimutiara96

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang