Waktu yang Hilang

837 22 3
                                    

Minggu ini menjadi hari yang membuat Dara merasa tidak tenang. Pekerjaan yang digelutinya saat ini banyak menyita waktu. Ingin rasanya mengambil cuti untuk berlibur sejenak melepas penat. Pekerjaan yang tiada henti, membuatnya harus rela kehilangan waktu bersama keluarga dan teman. Tidak ada yang dapat menghentikannya selain rasa jenuh yang kini melanda dirinya.

Berangkat pagi dan pulang di malam hari. Bahkan sudah terlalu larut untuk seorang wanita. Ambisi untuk kaya menjadikannya sebagai budak pekerjaan. Tidak mengenal siang dan malam. Semua terlihat sama asalkan gaji yang diterima cukup besar. Loyalitas tanpa batas mengharuskannya begadang meski telah sampai di rumah tetap melanjutkan pekerjaan yang tidak bisa di selesaikannya di kantor. Alhasil Dara tidak bisa menikmati waktunya dari hasil kerja keras selama bertahun lamanya.

Bekerja boleh saja, asal jangan lupa bahagia. Kata itu tidak sengaja dibacanya di salah satu akun social media. Menyadarkannya bahwa pekerjaan ini harus ditinggalkan. Tapi Dara juga berpikir. Pekerjaan yang dijalankannya merupakan impian bagi orang lain. Karena banyak di luar sana yang sedang sibuk mengajukan surat lamaran ke banyak perusahaan dengan harapan dapat diterima bekerja.

Seminggu telah berpikir dengan mengorbankan waktu tidur. Satu satunya cara yang dapat menenangkan pikiran justru dipakai untuk menentukan pilihan. Dara memutuskan untuk resign. Tepat dihadapan direktur. Surat pengunduran diri tersebut telah dibacanya lalu merobeknya menjadi dua dan terbuang di tempat sampah.

Sesaat Direktur memanggil Dara kembali keruangannya dan diberi kesempatan untuk berpikir lagi soal pengunduran diri. Tidak ada yang bekerja sebaik Dara diantara banyaknya karyawan disini. Dengan tegas Dara menjawab, "Saya sudah berpikir lama. Dan ini keputusan akhirnya Pak."

"Bagaimana kalau saya beri kamu cuti selama sebulan atau lebih asalkan jangan berhenti dari sini." Direktur tetap menahannya untuk tetap bekerja.

Dara masih berpikir, pandangannya kosong ke depan. Menatap langsung mata direktur.

"Ini tawaran terakhir. Saya akan naikkan gaji kamu dua kali lipat." kata Direktur menunggu jawaban Dara.

"Setuju." jawabnya tanpa berpikir.

Direktur yang mendengarnya sangat bahagia langsung bersandar lemas di kursi kerjanya.

***

Kini Dara bisa tidur di pagi hari dengan selimut yang masih bergulung ditubuhnya. Kenikmatan ini bukanlah mimpi, Saat ini sedang tidak di ruangan kerja. Berkutat dengan computer ditemani oleh lembaran kertas dan file tugas yang harus di selesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Bukan mimpi di siang bolong. Matanya terpejam di atas ranjang. Namun pikirannya berada di kantor dan suara yang sibuk mengangakat telepon. Belum lagi ketukan sepatu yang menggema ditelinganya. Mengharuskannya untuk bangun dan menunda sejenak istirahatnya di pagi ini.

Dara membuka jendela kamar yang berada di lantai dua. Terlihat dari seberang rumah. Terdapat kafe yang sedang sibuk menata beranda menjadi tempat nongkrong. Dia baru menyadari di sini terdapat kafe yang unik. Komplek rumah yang berada sedikit jauh dari tengah kota ini memiliki tempat yang bagus untuk di kunjungi.

Pindah pada malam hari seperti orang yang sedang dikejar hutang. Untuk menghindari teman yang sering berkunjung ke rumahnya untuk menumpang tidur. Dia ingin memulai hidupnya mulai dari pagi ini selama satu bulan ke depan menjalankan rutinitas yang di impikannya selama ini.

Pertama tidur, kedua tidur selanjutnya tidur lagi. Itulah agenda yang harus dilakukannya selama satu bulan. Semua kebutuhan pangan telah tersedia di rumah. Dara harus bisa menikmati cuti selama waktu yang tidak ditentukan

"Tempat ini bakalan ramai setiap harinya." gumam Dara sembari menatap pekerja kafe.

Matanya teralihkan kepada sosok wanita yang sedang menatapnya tajam. Wajah itu terlihat tidak asing baginya. Dara menyoroti wanita itu dengan seksama dengan lekat. Tetap tidak jelas. Pandangannya terhalang cahaya pagi yang menyayat mata.

Dara kembali ke kamarnya mengambil kacamata. Sejak bekerja dihadapan computer matanya menjadi sedikit kabur akibat radiasi. Kacamata ini hanya digunakan untuk pekerjaan bukan saat di luar. Dara kembali keluar mencari keberadaan wanita tersebut. Alhasil tidak ditemukan.

***

Sudah dua hari berada di rumah ini berharap mendapat ketenangan. Setiap malamnya terdengar jelas suara tawa dan candaan para pengunjung kafe. Niat ingin tidur tanpa ada gangguan. Justru di luar sana terlalu berisik untuk tinggal di pinggiran kota. Dara memilih tempat ini untuk bisa menghirup udara segar dan mendapat ketenangan. Namun semua tidak berjalan lancar. Mereka membuka kafe yang bersatu dengan alam untuk menarik minat pengunjung. Mereka berhasil melakukannya. Mengganggu ketenangan orang lain. gumamnya.

Ketukan pintu yang keras terdengar dari lantai bawah. Tidak orang yang ditunggunya saat ini. Dan tidak seorang pun yang tahu dirinya tinggal disini. Dengan kesal Dara turun ke bawah sembari menggerutu membuka pintu.

"Daraa." teriak wanita bercelemek.

"Astaga bagaimana bisa?" katanya tidak menyangka, teman yang sering menumpang tidur di rumahnya kini berada dihadapannya.

"Aku bekerja di kafe seberang." katanya dengan riang.

Wanita itu langsung menerobos masuk. Menyapu seisi ruangan dengan riang. Dara bersandar lemas di depan pintu. Kini Dara sungguh tidak bisa cuti sesuai rencana.

***

Waktu berjalan begitu cepat. Dara memutuskan kembali bekerja belum cukup satu bulan. Dara merindukan jam kerja. Teman kerja dan suasana kerja. 

Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa beri vote dan tinggalkan komentar ya 😀😉

Semoga kalian suka dengan ceritanya 😁😎

Aku juga mau rekomendasikan cerita yang lainnya: Pernah Berakhir

                                                                                                               : Teka Teki Sepatu

Kalian juga boleh follow akun sosmedku juga: Instagram dan Tiktok @Sucimutiara96

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang