Aku mengikuti Kak Sapta masuk ke dalam apartemennya. Menutup pintu kemudian menaruh sepatu di rak. Dia sudah lebih dulu berjalan mau menuju ke arah kamarnya."Kak, Kenapa Vani malah dibawa ke sini, bukannya diantar pulang?" tanyaku kesal karena sungguh rasa rinduku pada kasur ternyata lebih besar dibandingkan rasa rinduku pada Kak Sapta.
Dia berhenti melangkah lalu berbalik menghadapku sebelum berkata, "Aku udah izin Om Ben tadi sore buat ngerayain ulang tahun kamu, berdua aja!"
Mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan. Tidak ada dekorasi apapun. Jangankan meja untuk Candle Light Dinner bahkan sebuah balon atau kue saja tidak ada. Mungkinkan perayaan ulang tahun virtual?
Melangkah dua langkah ke arahnya. Alisku menukik memandangnya "Di sebelah mana perayaannya?"
Sebaliknya Kak Sapta tetap tenang sambil berdiri bersidekap tentu disertai pandangan mautnya sehingga membuat nyaliku ciut seketika. Ah, aku paham arti pandangan tidak sukanya itu. Tapi tidakkah pria paham bahwa tampil cantik bukan hanya untuk memuaskan mata mereka saja tapi kadang untuk kepuasan dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Sepertinya penampilanku salah lagi di matanya. Tentu karena baju tanpa lengan dan rok yang cukup pendek ini. Tetapi kali ini aku tak akan kalah dalam tatapan intimidasinya. Vani jangan takut... Belum jadi suami juga, nurutnya nanti-nanti aja! nasehat sesat dari hatiku.
Mataku mulai berair karena menahan untuk tidak berkedip saat membalas tatapannya. Dia mulai berjalan mendekat "La, bukanya kamu udah janji enggak pakai baju model begitu?"
Aku juga otomatis perlahan mundur waspada "Vani janji tapi cuma seminggu yaa. Mungkin Kakak lupa bahwa ini sudah lewat sebelas hari terhitung sejak Kakak pergi. Bukan 7 tapi 11!" ucapku berusaha lantang dan sialnya kakiku sudah membentur pintu. Jadi jelas aku sudah tidak bisa mundur lagi.
"Terus??!!" ujarnya sambil mengurung badanku dengan kedua telapak tangan yang menempel di pintu.
"Te-terus a-apa? Kakak mau apa?" tanyaku mulai panik karena jarak kami kini terlalu dekat, aku bahkan dapat mendengar suara hembusan napasnya. Mendongakkan wajah karena di lebih tinggi dariku. Kulihat wajahnya mulai mendekat, refleks aku menutup mulutku dengan tangan kananku.
Mataku melotot ngeri karena ternyata aku salah. Gerakanku tidak membuatnya mengurungkan niatnya. Mataku makin membola saat dia mencium tanganku yang kugunakan untuk menutup mulutku.
Aku bahkan bisa melihat iris matanya yang cokelat gelap dari jarak dekat begini. Kegilaannya yang berhasil membuat kesadaranku lenyap. Waktu bagai berhenti sementara jantungku malah berdetak dua kali lebih cepat.
1 detik
2 detik
3 detik
"Auuuww" teriak Kak Sapta saat aku injak kakinya sekuat tenaga sesaat ketika kesadaranku kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT (COMPLETED)
General FictionJika hati bisa diajak berlogika maka hidup tidak mungkin serumit ini! Kisah Vanilla yang berusaha move on, namun bagaimana bila benang-benang masa lalu ternyata sudah terangkai menjadi simpul mati dan akan tetap ikut terajut membentuk masa depan yan...