[9] BUKAN DIA TAPI AKU

1.1K 241 7
                                    

Sayup-sayup suara membangunkanku. Ternyata sudah pagi, lalu aku berjalan menuju kamar mandi. Berendam di air hangat sebentar mungkin dapat melenturkan otot-ototku yang terasa tegang. Aku turun masih dengan rambut yang basah, menurutku mengeringkan rambut secara alami lebih sehat daripada mengunakan bantuan hair dryer.

"TEH AMEL, KAPAN DATANG?" teriakku saat memasuki ruang makan lalu memeluk kakakku erat.

Teh Amel terperanjat sesaat lalu buru-buru mendorongku menjauh "Oi... jangan kenceng-kenceng meluknya, nanti kalau anak aku hidungnya pesek karena kejepit gimana?"

Aku mendengus mendengar ucapanya yang tidak masuk akal "Emang Teteh tahu dari mana kalau sekarang hidungnya lagi ngadep ke depan? Perasaan bayi dalam kandungan itu posisinya meringkuk bukan mendongak jadi gimana bisa hidungnya kejepit. Lagian hidung Teteh sama A' Pandu kan sama-sama pesek, kalau anaknya tiba-tiba punya hidung mancung, malah harusnya curiga itu anak siapa coba?"

"Wah, berencana membangunkan macan tidur nih!"

"Kalau dilihat dari ukurannya Teteh sekarang lebih cocok disebut 'badak' daripada macan menurut Vani," jawabku sambil menyeringai memandangnya.

"Aku emang macan alias mamah cantik! Lagian kamu ngomongin body shaming, mau Teteh tuntut ke pengadilan?"

Tiba-tiba aku merasakan sentilan di dahiku. Siapa lagi pelakuknya kalau bukan ibuku tercinta "Ih, sakit. Ini namanya penganiayaan pada anak, Bu!"

"Pusing atuh Ibu, pagi-pagi udah berantem aja! Terus suara kamu, ampun... Kenceng banget, Ibu curiga kamu masih saudaranya lumba-lumba sampai bisa ngeluarin suara ultrasonik," jawab Ibu sambil kembali ke arah dapur

"Iiih, Ibu mah!" jawabku sebal.

Dimana-mana anak bungsu biasanya dibelain, namun hal itu tidak berlaku di rumahku. Kenyataannya Teh Amel alias si anak pertamax... Eh pertama yang sering dibelain... Nyebelin banget pokoknya.

"Vani, suruh dong calon suami kamu main ke sini! Teteh ingin lihat mukanya langsung sambil ngobrol," pinta Teh Amel

"Nantilah kapan-kapan. Emang Teteh di Bandung sampe kapan?"

"Sampe melahirkan, soalnya sekarang ini udah enam bulan lebih. A' Pandu sibuk di RS. Takutnya enggak ada orang pas Teteh mau ngelahirin, di rumah cuma sama Mbah Sari, ART Teteh. Kalau di sini kan banyak orang. Nanti pas mau lahiran baru A' Pandu yang kesini."

"Oh, asik aku ada temen di rumah akhirnya."

"Beneran Teteh penasaran sama calon kamu itu. Sebenernya Teteh mau ngenalin kamu ke temen Teteh, Tapi keduluan sama Ayah. Kamu pasti udah ketemu Arga kan? Ganteng kan dia?"

"Ganteng."

"Iya, dia tuh suami-able banget. Ganteng, kaya, baik lagi. Tapi mungkin bukan jodoh kamu kali ya. Padahal kalau kamu menikah sama dia. Pernikahan kamu pasti samawa, Teteh yakin."

"Bener pasti Samawa. Sakinah, Mawadah, Wa... Wa... Wassalam," jawabku sambil tertawa.

"Iiish, malah bercanda! Teteh serius ini."

"Vani juga serius mau tanya, teteh disogok berapa sama Arga?"

Tawa Teh Amel terdengar "Ah, ketahuan ternyata... dia mau kasih stroller kayak punyanya Raffi Ahmad!"

Gubraaaak ...

Aku mendengus sambil geleng-geleng. Dasar emak-emak matre, masa adik sendiri dijual demi stroller. Oh, awas saja nanti kalau aku bertemu Arga, aku beri dia perhitungan. Dari pada makin gila lebih baik makan saja.

Karamel Ambar Utomo. Kakak perempuanku satu-satunya. Umur kami berbeda lima tahun. Kalau kata ibu kami itu bagai kucing dan anjing, kalau dekat pasti ada saja yang diperdebatkan tapi kalau jauh saling merindukan.

FORGET ME NOT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang