Kepalaku mendongak kala seseorang membuka pintu ruanganku setelah mengetuk pelan. Maya berdiri di depan pintu, tetapi fokusku saat ini bukan padanya melainkan perempuan cantik di belakangnya. Sumpah, lidahku kelu tiba-tiba.
"Teh, ada yang mau ketemu, katanya teman Teh Vani!" ucap Maya sopan.
Tersenyum sesaat sebelum menjawab "Dia bukan teman Saya, Maya!"
"Haaah," raut kekagetan muncul di wajah Maya.
Terkekeh sesaat sebelum berkata, "Tenang, dia itu memang bukan temen tapi sahabat baik saya, Maya."
"Astaghfirullah hal adzim, Teh Vani ngaget-ngagetin aja. Kirain..." kata-kata Maya menggantung.
Aku memahami raut khawatir yang Maya tampilkan. Dia sepertinya paham maksudku karena sebenarnya bahaya bila sembarangan mempertemukanku langsung pada tamu. Bayangkan jika yang datang adalah musuh yang mengaku-ngaku sebagai teman, bisa jadi drama bukan?
Tidak semua orang akan menyukai kita jadi menjaga diri sendiri dari hal-hal buruk itu penting. Kita tidak tahu kapan kejahatan akan terjadi. Seperti kata orang bahwa kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat saja tetapi juga ada kesempatan.
"Masuk Tari, ngapain berdiri di situ aja?" ucapku saat memandang Tari sambil berdiri dari kursi kerjaku.
"Maya, balik ke bawah Teh," ujar Maya sebelum melewati Tari sambil memberi isyarat untuk pamit.
Bintari Darmawan alias Tari adalah salah satu sahabat baikku. Hmm... Mungkin aku yang malah bukan sahabat baik untuknya. Jujur, dulu aku merasa bersalah padanya tapi kini rasanya bertambah berkali-kali lipat.
Akhirnya aku berhadapan langsung dengan dia, sahabatku di masa putih abu-abu. Apa aku membencinya? Dulu mungkin sebagian dari diriku membencinya, seperti manusia lain sisi egoisku juga butuh seseorang untuk dijadikan kambing hitam sebagai penyebab rasa sakit hatiku. Tetapi sebagian dari diriku yang lain merasa sangat bersalah karena secara tidak langsung aku telah mengkhianatinya... Iya, mengkhianati sahabatku sendiri walau di dalam hati saja.
Jujur, aku sebenarnya tidak punya muka untuk berhadapan dengan dia. Apalagi keadaan sekarang tambah rumit. Aku malah berbuhungan serius dengan mantan kekasihnya. Tapi kenyataannya bukan hanya aktor dan aktris saja yang berakting tetapi sebagai manusia dewasa di dunia ini nyatanya mau tak mau harus berakting juga. Menahan diri hingga tidak agresif saat menghadapi lawan atau kawan butuh keahlian.
Sebenarnya aku telah menerka-nerka mengenai reaksi apa yang akan tunjukkan Tari padaku? Berita perjodohanku pasti telah sampai ke telinganya. Malah mungkin itu menjadi alasan dia kembali ke Indonesia.
Apa aku akan dimaki-maki?
Di sudutkan entah di lingkungan pertemanan bahkan di media sosial lalu diberi predikat sebagai TMT?
Di posisikan sebagai antagonis perebut milik orang lain sehingga dibenci seantero Indonesia?
Membela diri jelas percuma karena malah dianggap tidak tahu diri, benar tidak?
Padahal mereka tidak mengetahui cerita versi lengkapnya, bagaimana bisa semudah itu menghakimi seseorang?
Apa jadi salahku jika dia tidak berjodoh dengan mantan kekasihnya?
Apa salahku juga jika pria itu tidak serius padanya dan malah memilih serius denganku?
Memang saat dia tiba-tiba datang ke apartemen beberapa hari lalu, kami tak sempat berbicara bayak karena Maya menelepon memintaku segera datang ke butik. Jujur aku sangat bersyukur atas kejadian itu, paling tidak aku bisa mengulur waktu sejenak guna mempersiapkan mental. Kenyataan aku sepengecut itu, dulu, sekarang bahkan mungkin sampai di kemudian hari nanti.
![](https://img.wattpad.com/cover/174452922-288-k153482.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT (COMPLETED)
Ficción GeneralJika hati bisa diajak berlogika maka hidup tidak mungkin serumit ini! Kisah Vanilla yang berusaha move on, namun bagaimana bila benang-benang masa lalu ternyata sudah terangkai menjadi simpul mati dan akan tetap ikut terajut membentuk masa depan yan...