[22] DULU KITA MASIH SMA

1K 199 16
                                    


"Ponsel itu enggak mungkin berubah jadi batangan emas walau kamu pandangin dengan penuh penghayatan kayak gitu, Vani!" ucap Teh Amel setelah membuka pintu kamarku.

Aku memandangnya sengit, siapa juga yang lagi mikirin emas, yang ada aku lagi mikirin Mas Sapta. Pikiranku sepertinya berubah kacau kalau berhubungan dengan iblis es itu. Masalah sosial, ekonomi dan politik enggak aku pikirkan sebegininya.

Teh Amel mendekat sambil memeluk guling, seperti biasa dia akan numpang tidur di sini. Sebenarnya aku senang-senang saja kalau ada dia, soalnya jika sendirian perasaan galau mulai menyerang lagi. Tetapi sisi buruknya adalah aku tidak leluasa tidur, takut kalau aku tanpa sengaja menendang perut besarnya. Jika itu terjadi, bisa dipastikan aku akan dikirim langsung ke antartika oleh nenek sihir ini karena dianggap ingin melenyapkan nyawa keponakanku yang bahkan belum lahir.

"Sapta udah berangkat ke Bogor?"

"Udah sih, tadi pagi Teh!"

"Teteh rasa kamu cinta banget sama Sapta ini. Ibu juga cerita soal kamu dan Sapta waktu SMA dulu."

"Sembarangan, siapa juga yang cinta banget sama dia?"

"Enggak usah berkelit, keliatan banget dari cara kamu mandangin dia. Terus kalau ada dia kamu tiba-tiba mendadak gagu dan irit ngomong. Beda banget waktu kamu ngadepin Arga, kamu tetap santai-santai aja walau Arga rajin banget nyepik kamu. Rayuannya enggak ada efeknya sama sekali buat kamu. Teteh juga dulu gitu, berubah jadi pendiem dan pemalu waktu deket sama A'Pandu."

Aku mendengus, sejak kapan Teh Amel jadi pendiam dan pemalu. Kenyatannya yang pendiam dan pemalu itu malah A'Pandu. Ini mungkin yang dibilang semut di seberang lautan tampak tapi gajah di pelupuk mata tak terlihat.

Tapi kata-kata Teh Amel ada benarnya. Memang sejak dulu aku tidak bisa banyak berbicara jika berhadapan dengan Kak Sapta. Soalnya aku sibuk menenangkan debaran jantungku daripada sibuk mengeluarkan kata-kata. Entah speechless atau malah grogi.

"Tapi Van, Teteh enggak habis pikir. Kalau kamu cinta Sapta, kenapa kamu malah seolah-seolah menjauh dari dia? Kamu masih trauma sama masalah Gala dulu? Sapta sama Gala itu dua orang yang berbeda, jadi jangan pernah kamu samain. Move on itu bukan hanya dipikirin tapi juga dilakuin. Lagian keliatannya Sapta juga sayang banget sama kamu."

"Gala sama Sapta memang bukan orang yang sama, tetapi masalahnya mirip Teteh. Sapta selain kakak kelas Vani waktu SMA, dia juga mantan dari sahabat Vani! Ngertikan di mana letak masalahnya???"

"Wow... wow... wow. Berarti secara enggak langsung kamu TMT ya?" ucapnya sambil terkekeh

"Iiiish, bukannya belain adik sendiri! Heran, punya Kakak satu gini-gini amat!"

"Teteh akan selalu membela kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu!"

"Halah, emang situ Wonder Woman. Intinya justru karena itu Vani galau. Kenapa tiba-tiba dia mau dijodohin sama Vani? Pasti ada alasannya? Soalnya sejak dulu Kak Sapta selalu nganggep Vani kayak adik sendiri. Apa dia jadiin Vani sebagai pelarian karena setahu Vani, Kak Sapta dan Tari udah enggak berhubungan lagi? Atau apa? Sumpah Vani Bingung!" ucapku sambil menaikkan selimut.

"Kenapa enggak ditanyaain langsung ke orangnya? Kamu takut dia bohongin kamu kayak Gala?"

"Astaga, Gala terus yang diomongin. Dia itu udah masa lalu. Buanglah sampah pada tempatnya, buanglah mantan pada temannya. Pas kan, Gala udah reuni sama Gendis." balasku terkekeh walau tahu itu tidak lucu sama sekali. "Vani enggak berani nanya justru karena Vani takut kalau jawabanya 'Iya'. Kak Sapta yang Vani kenal enggak suka berbohong!"

Teh Amel memandangku nanar, lenyap sudah senyum tengilnya. Akhirnya aku mengeluarkan isi pikiranku padanya. Aku memang bukan jenis pribadi yang ekstrovert, jarang sekali aku bisa mengungkapkan perasaanku sendiri. Mungkin inilah saatnya aku meminta pertimbangan orang lain.

FORGET ME NOT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang