"Cie... yang baru datang dari kunjungan resmi ke rumah calon mertua!" suara lantang dari Teh Amel terdengar saat aku baru memasuki ruang tengah.
Ibu hamil itu sedang asik makan keripik kentang sambil menonton drama di televisi bersama Ibuku. Rasanya ingin sekali aku mencekik Kakakku itu, kalau saja tidak ingat bahwa ada keponakanku di dalam perutnya. Aku makin yakin kalau dulu mungkin A' Pandu sedang mabuk, sehingga dia salah membedakan antara nenek sihir dan puteri baik hati. Poor Pandu.
Aku duduk di samping Ibu sambil menyandarkan kepalaku di pundaknya. Padahal aku hanya duduk menyetir tapi rasanya lelah sekali rasanya. Tadinya Kak Sapta berniat mengantarku pulang tetapi aku berhasil meyakinkan bahwa aku bisa pulang sendiri, ya dengan sedikit ancaman pastinya bahwa aku tidak akan datang lagi jika merepotkan orang lain. Maka Tante Mira dan Kak Sapta menyerah.
Lagian aku masih tak punya muka untuk berduaan dengan Kak Sapta. Badanku juga pegal-pegal rasanya. Sepertinya aku butuh berendam. Tapi melangkahkan kaki saja malas sekali rasanya. Aku mengambil sepotong martabak keju yang ada di meja, lalu memakannnya dalam diam.
Aku sebenarnya tidak suka menonton sinetron, dengan jumlah episode yang tidak tanggung-tanggung banyaknya. Lamanya bisa selama waktu pengambilan kredit kendaraan bahkan bisa lebih. Mana plot terus terulang.
Selain itu, tidak masuk akalkan jika seseorang bisa terjebak pada perangkap tokoh antagonis hingga berkali-kali? Padahal ada pepatah lama yang mengatakan hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali. Tapi dalam hidupku aku merasa sudah mirip keledai itu, mungkin malah lebih bodoh lagi.
"Wooi... jangan di makan semua dong Vani, aku kan yang ngidam. Kalau mau, beli sendiri sana!" tegur Teh Amel saat melihat tanganku akan mengambil potongan martabak untuk ketiga kalinya. Lalu dia menarik piring berisi martabak yang tingal dua potong lagi menjauh dari jangkauanku.
"Dasar pelit!" ucapku dengan bibirku mencebik kesal.
"Bukannya Eneng habis makan malam di rumahnya Sapta, emang masih kurang?" tanya ibuku sambil menengok ke arahku.
Teh Amel mendengus "Makan dia emang banyak Bu, padahal badannya kecil kurus gitu. Aku aja heran kemana semua makanan dia makan?"
"Ke sini dong!" ucapku sambil mengarahkan telunjukku ke kepala.
"Halah, otak kamu juga enggak pintar-pintar amat. Dapat rangking tiga besar di kelas aja enggak pernah!" balasnya telak.
"Shit!!!" ucapku kesal
Ibu memukul lenganku dengan remote pelan lalu berkata, "Siapa yang ngajarin kamu ngumpat kayak gitu? Enggak sopan, Neng! Sekali lagi ibu denger kamu ngomong kayak gitu, Ibu jepit mulut kamu pake jepitan baju!"
Aku mencebikan bibirku kesal sedangkan kakakku malah asik tertawa. Kalau enggak inget akhirat, aku pasti udah beli boneka voodoo buat nyantet nenek lampir satu itu. Aku kadang bingung, kenapa sikapnya berubah menyebalkan saat berhadapan denganku.
"Ngomong-ngomong itu kotak apa? Ibu sama Teteh habis belanja ya? Kenapa Vani enggak diajak?" tanyaku untuk mengalihkan perhatian sambil menunjuk sebuah kotak yang diletakan di kursi sebelah Teh Amel duduk.
Teh Amel tersenyum misterius. Dia mengambil kotak itu sambil mengedipkan mata sejenak. Membuka kotak perlahan dan menaruh sepasang sepatu yang cantik di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT (COMPLETED)
Fiction généraleJika hati bisa diajak berlogika maka hidup tidak mungkin serumit ini! Kisah Vanilla yang berusaha move on, namun bagaimana bila benang-benang masa lalu ternyata sudah terangkai menjadi simpul mati dan akan tetap ikut terajut membentuk masa depan yan...