[3] AKU BISA APA

2.3K 341 9
                                    

Hari ketiga di Bandung, aku harus memulai rutinitas pekerjaanku di butik. Kebetulan keluargaku memiliki sebuah butik yang menjual pakaian berbahan kain batik. Dahulu, butik ini diurus oleh Teh Amel tapi karena setahun lalu dia harus mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan ke daerah Riau jadi butik itu diurus kembali oleh Ayahku.

Namun, karena ayah juga mempunyai bisnis perkebunan kakao di daerah Ciamis jadi butik agak terbengakalai. Mungkin itu juga salah satu alasan aku diminta pulang. Kalau bukan aku, siapa lagi.

Sebenarnya, aku sudah biasa mengurus toko milik Eyang di Yogyakarta dulu. Itu juga dasar alasan saat aku memutuskan mengambil jurusan fashion business ketika kuliah dulu. Sampai-sampai aku harus menetap di Surabaya untuk beberapa tahun. Apalagi batik dan berbagai kain khas Indonesia mulai naik daun sejak beberapa tahun ini.

Tidak hanya orang tua tapi remaja juga mulai mengemari pakaian berbahan batik. Kita hanya tinggal pintar-pintar mengkombinasikan serta berkreasi mengikuti tren fashion yang ada dengan berkerjasama dengan UKM dan perajin batik lokal. Kami juga memulai menawarkan pembuatan seragam bercorak batik baik ke perusahaan maupun restoran.

Selain itu menggunakan fasilitas internet untuk meluaskan jaringan penasaran produk. Ekspansi perlu dilakukan mengingat persaingan didunia fashion semakin ketat apalagi seiring menjamurnya E-commerce. Peluang bisnis harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Soal perjodohan, itu tetap masih membuat kepalaku pening, tapi untungnya selama tiga hari ini tidak ada tanda-tanda Kak Sapta mendatangiku bahkan menghubungiku. Sebenarnya, aku penasaran akan berbagai hal tentang dia. Siapa tahu setelah pertemuan kami malam itu, dia memilih mundur dari rencana perjodohan aneh ini... Amin.

Lagian aku tidak yakin dia itu benar-benar sudah tidak memiliki hubungan dengan pacarnya dulu atau tidak. Kemungkinan tidak punya hubungan tapi kok ada foto mereka yang dipamerkan di media sosial tidak lama ini. Apa dia dipaksa mengikuti acara perjodohan?

Sejak dulu memang aku tidak pernah mengerti apa maunya orang satu itu. Gara-gara memikirkannya dari tadi, sepertinya otakku ikut kacau bahkan telingaku mulai berkhayal mendengar suaranya dari arah ruang makan. Belum sarapan bikin IQ turun kayaknya serta menghasilkan efek mudah mengkhayal.

Rumah kami memang dibuat sekat antar ruang. Itu yang aku suka dari rumah ini jadi mudah jika kita ingin menghindar apalagi kabur. Semakin mendekati ruang makan, baru aku yakin suaranya bukan khayalan. Mendadak perutku mulas dan untuk apa pula dia datang sepagi ini.

"Neng Fani ngapain berdiri di situ dari tadi Bibi liatin. Emang enggak pegel gitu, buruan atuh sarapan keburu terlambat ke Butik. Mana Bandung sekarang mah macet Neng, beda pisan sama zaman pas Bibi masih muda dulu," Aku meringis mendengar suara Bi Yuyun yang kenceng dan tentu pasti didengar semua orang yang ada di ruang makan.

Nih, si Bibi bisa banget bikin aku ketahuan sembunyi. Hadeeeh... mau di taruh mana coba muka aku. Pasrah aku memasuki ruang makan dan sialnya saat meneggakkan wajah, kulihat Kak Sapta tengah memandangiku.

Aku merasa matanya memindai penampilanku. Tak ada senyum disana bahkan mimik wajahnya berubah serius. Sambil menggaruk tengkuk yang pasti tidak gatal, aku melihat pakaian yang aku kenakan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FORGET ME NOT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang