[15] SESUATU DI JOGJA

1K 227 12
                                    

Hari ini aku sudah bersiap-siap melakuakan perjalanan ke Yogyakarta. Tidak membawa banyak barang, karena rencananya aku akan di sana hanya 3 - 4 hari saja, berhubung aku harus mengikuti meeting terakhir. Perjalanan ini juga sebenarnya berhubungan dengan materi meeting itu.

Anggaplah sambil menyelam minum air. Entah darimana pepatah itu muncul, sepertinya bukan dari dokter. Bukankah bahaya minum air saat menyelam padahal mulut kita juga harus menghirup oksigen di waktu yang sama.

Saat menuruni tangga suasana rumah masih sepi, maklum saja masih jam 04.30 pagi soalnya. Aku harus berangkat lebih pagi karena akan pergi mengunakan mobil. Long trip... Yeiii... Asik sekali! Rencananya aku akan pergi dengan Mang Toha, jadi kami bisa bergantian menyetir.

Mang Toha sudah cukup tua, jadi mana mungkin aku membiarkan dia menyetir terus-terusan. Apalagi perjalanan dari Bandung ke Yogyakarta membutuhkan waktu minimal 9 jam. Itu juga kalau tidak terjebak macet. Perjalanan bisa lebih lama lagi yaitu sekitar 11 jam jika macet atau karena kebiasaanku hingga sering berhenti untuk beristirahat atau wisata kuliner.

Ternyata Ibu sudah ada di ruang makan menyiapkan minuman dan makanan ringan untuk kami sebagai bekal perjalan. Aku mendekatinya sambil menaruh tas besar di atas kursi makan. Walau cerewet tapi perhatian Ibu pada anaknya tak pernah setengah-setengah.

"Ibu, jangan kangen sama Vani ya? Vani cuma pergi sebentar aja," ucapku saat memeluk Ibu.

"Masih pagi Neng, enggak usah drama. Pokoknya kalau capek atau ngantuk berhenti, selain bahaya kasihan juga yang nyetir Neng!"

"Ibu kayaknya lebih perhatian sama Mang Toha deh daripada anaknya sendiri. Aku harus bilang Ayah ini!" Menyeringai memandang ibuku itu.

Sebuah centong nasi mengahantam kepalaku pelan "Sembarangan! Siapa juga yang lagi ngomongin Mang Toha!"

"Iya, tapi enggak usah pukul-pukul pake centong segala. Ibu mau jadiin aku the next Sangkuriang! "

Ibuku hanya geleng-geleng kepala "Berangkat sekarang aja, enggak usah tunggu Ayah. Dia udah berangkat ke masjid. Ayah juga bilang gitu tadi, dia mau ngobrolin rencana renovasi masjid sama bapak-bapak jadi pasti lama. Ibu juga udah siapin roti, kamukan makan mulu kalau pergi jauh. Sebenernya Ibu heran loh sama kebiasaan kamu itu, orang normal tuh biasanya males makan kalo dalam perjalanan jauh, eneg aja bawaannya, tetapi kamu malah... Ckckck... Tapi mau gimana lagi coba? Ayo cepet ibu anter ke depan terus berangkat!"

"Udah dibilang enggak normal dan sekarang aku berasa lagi diusir juga! Aduh Gusti dosa apa hamba?"

"Banyak Neng! Jangan-jangan Malaikat Atid malah rekrut malaikat magang buat bantu dia nulis dosa kamu sangking kebanyakan," terkekeh setelah mengatakan hal yang... Astaga aku bahkan tak dapat berkata - kata.

"Enggak berdarah sih Bu, tapi kok sakit sih!" balasku sambil memegang dada kiriku.

"Udah ah, berhenti dramanya. Kasihan yang udah nunggu kamu di depan!"

"Tuh sama Mang Toha aja perhatian. Iissshhh... nyebelin banget Ibu tuh. Untung sayang!" ucapku walau sepertinya tidak digubris oleh Ibu.

Aku mengikuti langkah Ibu ke luar rumah. Namun bukan Mang Toha yang menungguku di depan mobil. Langkahku terhenti sejenak kala pandangan mata kami bertubrukkan.

Aku menengok dan meyipitkan mata ke arah Ibu "Vani mencium aroma-aroma konspirasi disini. Kenapa bisa Kak Sapta di sini sih, Bu?"

Tanpa menjawab pertanyaanku, Ibu malah terus melangkah mendekati Kak Sapta "Ibu titip Vani, nyetirnya hati-hati, kalau capek ngantian aja sama Vani. Kurus-kurus gitu tenaganya setingkat kuli loh!"

FORGET ME NOT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang