[25] MANTAN TERINDAH

970 191 10
                                    

Aku menghempaskan badanku ke sofa, mengatur napasku perlahan sambil menutup mata. Keyakinanku itu semakin kuat bahwa olahraga dan diriku sampai kapanpun tidak akan pernah cocok. Termasuk catur mungkin, walaupun tidak akan membuat badanmu lelah tapi tentu bisa membuat otakmu lelah. Pokoknya aku benci olahraga... Aaaarrrggg.

"Minum dulu!" perintah Kak Sapta sambil menyerahkan minuman isotonik yang telah terbuka ke padaku. Tanpa ragu aku meminumnya hampir setengah botol, lalu memejamkan mata lagi.

Saat ini aku memang sedang berada di apartemennya setelah kegiatan lari pagi. Bayangkan, dia datang subuh-subuh di hari Minggu tanpa pemberitahuan dan mengajakku untuk menemaninya berolahraga. Aku ingin menolaknya namun atas andil nyonya besar mau tak mau aku menurutinya. Tentu Ibuku yang tahu benar tentang kebiasaan anaknya ini yang tidur lagi setelah subuh, akan sekuat tenaga memisahkan aku dengan kasur.

Aku pemalas??? Iya. Lagipula aku ke butik pukul 09.00 jadi ngapain ready dari subuh. Tidak ada janji dengan client di pagi hari juga. Mungkin beberapa orang butuh yoga untuk menenangkan pikiran sekaligus berolahraga tetapi tidur bagiku adalah cara menenangkan pikiran, yaa kecuali jika dirimu mimpi buruk saat tidur. Anggap saja lagi sial. Masalahnya kurang tidur membuatku pusing. Kesimpulannya kemalasan itu sudah mendarah daging di dalam diriku.

Dia mengacak rambutku pelan lalu duduk di sampingku "Masih enggak suka lari sampai sekarang?"

Berdecak lalu melepaskan ikatan rambutku yang berantakan akibat ulahnya kemudian mengikatnya lagi. "Itu tahu, malah ngajak lari. Kalau cuma mau lari bisa keliling kompleks aja Kak. Kenapa juga mesti jauh-jauh?"

"Karena ini hari Minggu La, banyak orang Bandung yang lari atau pura-pura lari di sana!"

Aku mendengus mendengar jawabannya yang sialnya benar, "Kita bukan kids jaman now, Kak. Lagian Vani enggak ada cita-cita untuk jadi maling di masa depan, ngapain juga mesti latihan lari. Pokoknya Vani enggak suka lari-lari!"

"Padahal bilang kalau enggak mau lari, jadi biar aku gendong kamu, La."

"Idiiiiiih, memang mau shooting drama Korea pake gendong-gendongan segala."

Tawanya berderai lalu dengan santai dia melangkah ke kamarnya setelah menyalakan televisi di hadapanku.

FLASHBACK ON

Napasku terasa semakin berat tapi kakiku tetap berlari mengelilingi lapangan basket. Anehnya, kenapa lapangan basket terasa bagai lapangan sepakbola? Jauh banget enggak nyampe-nyampe perasaan yaa Allah. Apa lapangan ini dilebarkan oleh pihak sekolah semalam?

Di pagi yang tampak cerah ini, kala burung-burung santai terbang di langit aku malah harus melaksakan hukuman lari mengelilingi lapangan sebanyak tiga putaran. Penyebabnya karena aku tidak mengerjakan PR Matematika secara utuh padahal kurang 5 soal lagi. Niat mau nyontek malah bangun kesiangan jadi yaa gitu kejadiannya.

Tidakkah para guru yang terhormat itu lebih melihat usaha dibanding hasil. Apalagi, jujur aku penasaran kenapa rasanya contoh soal yang diajarkan tampak berbeda dengan soal latihan yang ditugaskan. Soal ulangan? Jangan ditanya karena bagaikan Sabang dan Merauke yang jauuuuuuuuh banget.

Terpaksa deh jadi ilmuan dadakan saat ulangan Matematika karena membuat rumus Matematika baru daripada enggak jawab soal. Ini nih curhatan anak yang otaknya standar-standar aja, belajar bukan tambah paham malah tambah pusing rasanya. Akhirnya Matematika berubah jadi MatiMatiKau.

Padahal aku sudah berusaha tetapi hasilnya malah aku harus berlari-lari di lapangan ditemani sinar matahari yang makin lama makin terik. Aku tidak peduli walau menurut penelitian sinar matahari pagi baik untuk kesehatan. Kalau bisa ngadem ngapain juga panas-panasan. Kota Bandung dingin? Iya, tapi kalau malam elah, kalau siang yaa panas juga. Sumpah, aku sudah tidak tahan lagi.

FORGET ME NOT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang