Aku duduk menghadap kak Sapta dengan pandangan menyipit. Jangan pikir aku akan loncat kegirangan lalu balik memeluk ataupun pasrah bahkan membalas ciumannya seperti gadis-gadis dalam novel atau drama Korea. Maaf-maaf saja, aku bukan mereka.
Sesaat setelah kesadaran dan kewarasanku kembali, aku membalas perbuatan Kak Sapta. Namun bukan dengan hanya sekedar menamparnya. Alih-alih melakukannya, aku malah secara refleks menonjok wajahnya.
"La, biasanya luka memar itu dikompres pakai es, bukan pakai susu kaleng dingin!" ucapnya sambil menempelkan kaleng ke bagian kiri bawah wajahnya.
Aku memandang wajahnya sekali lagi. Sialnya, entah bagaimanapun penampakannya, Kak Sapta tetap tidak kehilangan ketampanannya. Padahal pipinya agak memerah dan ditambah lagi ada luka ujung bibirnya, mungkin tadi berdarah terkena cincinku. By the way, I'm so proud of myself.
"Enggak usah ngelunjak Kak, udah untung Vani dapat itu di warung depan," balasku sinis.
"Dapat susu merek beruang yang iklannya naga dan ternyata isinya susu sapi... Haha... Auuwww," ringisnya karena mungkin luka di bibirnya tertarik saat dia tertawa.
Emosiku mulai naik lagi "Ck, Vani udah pernah bilang, kalau Vani pernah ikut karate... Hmm, juga Muay Thai. Jadi Kakak jangan macam-macam!" ucapku sambil melipat tanganku. "Lagian Kakak senaknya cium-cium anak gadis orang sembarangan, tanpa izin lagi!" lanjutku kesal.
Kak Sapta menyeringai lalu berkata, "Berarti kalau minta izin dulu boleh dong?"
"Iiisshh, boleh... boleh Vani hajar sampai babak belur atau Vani kirim bom panci kalau perlu. Walau akhirnya ditangkap polisi karena kasus penganiyaan tapi yang penting Vani senang karena dendam telah terbalaskan" ucapku berapi-api.
"Hehe..." Kak Sapta terkekeh geli.
"Teganya Kakak curi ciuman pertama Vani, padahal itu buat suami Vani nantinya!" ucapku sambil melotot ke arahnya.
"Itu tadi bukan ciuman, Lala, tapi cuma kecupan. Mau aku contohin gimana ciuman yang sebenarnya?" jawab Kak Sapta sambil menahan tawa dan menaikkan sebelah alisnya menantangku.
"Kak Sappptaaaaaaa!" ucapku nyaring sambil memukul pundak dan tangannya membabi buta.
"Aaaauuuw, sakit La! Memang belum cukup kamu tonjok aku barusan. Lagian kalau kamu lupa, kuingatkan bahwa aku ini yang bakalan jadi suami kamu! "
"Iiisshh... PD banget!"
Dia menyeringai kemudian bertanya, "Hmm... emang kamu yakin itu tadi ciuman pertama kamu?"
"Ya, iyalah!" jawabku naik darah.
FLASHBACK ON
SAPTA'S POV
Aku menunggunya keluar dari butik. Sebenarnya aku agak khawatir kalau dia menolah ajakanku untuk nonton. Namun aku lega dia menerima tawarankku. Jujur aku takut dia menjauhiku, setelah insiden "sofa" yang terjadi karena kekhilafanku. Bagaimanpun aku ini laki-laki normal. Siapa suruh dia menantangku secara tidak langsung?
Aku sengaja menunggunya sambil berdiri di samping mobil padahal jelas sekarang sedang hujan rintik-rintik. Mungkin air hujan bisa mendinginkan otakku yang agak kacau belakangan ini. Akhirnya retinaku menangkap sosok Vani yang keluar dari butik dan kemudian dia tampak berjalan terburu-buru menghampiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT (COMPLETED)
Fiksi UmumJika hati bisa diajak berlogika maka hidup tidak mungkin serumit ini! Kisah Vanilla yang berusaha move on, namun bagaimana bila benang-benang masa lalu ternyata sudah terangkai menjadi simpul mati dan akan tetap ikut terajut membentuk masa depan yan...