28

265 45 2
                                    

"Arkan..?" yang dipanggil menoleh manis ke arah sang kekasih seraya mengangkat kantong plastik besar berisi martabak manis dengan snack dengan kedua tangannya.

"Haloo sayang, lama ya?"

"Loh, kamu ngapain kesini?" Senna keheranan menatap sang pacar dengan excitednya datang ke rumah.

"Kamu lupa ya? Kemarin kan kita janji mau sok-sok'an Saturdate gitu."

"Hah? Aku ada bilang?"

"Kasian masi muda udah pikun aja," ujar Arkan seraya menjulurkan lidahnya, Senna yang berniat ingin memukul ringan lengan Arkan namun laki-laki itu berhasil lolos yang tiba-tiba nyelonong masuk ke dalam rumahnya. Bagi Arkan rumah Senna adalah rumah keduanya juga semenjak pacaran.

"Kok ada koper, kamu ngemasin barang mau pergi, ya?" tanya Arkan setelah berhasil masuk ke dalam rumah Senna, dilihatnya ruang tamu penuh dengan beberapa koper dan juga barang lainnya.

Senna memutar bola matanya, menggaruk tekuk leher yang tak gatal sama sekali. "Engga itu... anu bukan punyaku itu punya Ibu, aku cuman bantuin biar nanti pas udah pulang dari kantor ngga capek."

"Ohh emang Ibu kamu mau kemana?" tanya Arkan lagi setelah mendudukkan dirinya di sofa.

"Australia, nyusul Papa," jawab Senna.

"Terus kamu sendirian dong disini?"

"Ya...iya, mau gimana lagi kan?"

Tangan Arkan terulur menarik jari jemari Senna kemudian membawanya duduk berdua di sofa. "Ngga papa, contact me if you feel lonely. Aku tau pasti berat bagi kamu habis ditinggal sama Mama, terus Papa kamu juga pergi, kemudian ditinggal lagi sama Ibu kamu yang sekarang, tapi kamu masih punya aku inget itu yaa," ujar Arkan seraya mencolek hidung Senna yang dibalas dengan dengusan agak tak suka darinya. Arkan hanya tertawa melihat gadisnya mengeluarkan reaksi seperti itu.

"Yasudah, ayoo makan masa aku bawa makanan dianggurin??" Ketika Arkan hendak berdiri untuk berjalan ke arah dapur, ia mengurungkan niat ketika Senna menarik lengannya.

"Maaf." Satu kata yang terlontarkan dari mulut Senna mengundang seribu pertanyaan dalam benak Arkan.

"Untuk apa? kamu ngga ada salah??" Alisnya berkerut memandang Senna yang tak sama sekali menatap arah pandangannya.

"Nothing, Ayooo cepet ambilin soda didalam kulkas setelah itu nonton, katanya mau sok-sok'an Saturdate??" titahnya

Arkan terkekeh. "Iya siap tuan putri, laksanakan."

•••

"Tumben ngga ngapel ke rumah pacar, Kan??" tanya Nala seraya membawakan dua buah gelas berisi air putih dari dapur untuk dua manusia menyusahkan itu baginya.

"Senna ke bandara nganter Ibunya ke Australia, barusan udah gua chat nanya posisi-Lah air putih doang, ngga modal banget jadi tuan rumah," kritik Arkan.

"Adanya itu doang, nikmati dan syukuri."

Bian hanya tertawa menanggapi keributan mereka berdua, baginya sudah menjadi hal biasa mengingat mereka sudah menjadi teman sejak masa kecil dan juga sebuah kebetulan Arkan juga sahabatnya sejak SD tahun terakhir.

"Ahh.. iyaa tadi lo habis di tembak sama cewek, gimana bisa njir lo kan udah punya Senna?" Bian menepuk-nepuk pundak Arkan dengan heboh mengingatkan laki-laki itu akan kejadian yang terjadi tadi pagi di gerbang sekolah.

"Lah kalo ditembak mati dong?" ujar Nala.

"Bukan begitu konteksnya, sayangkuu." Saking gemasnya dengan ucapan Nala beberapa waktu yang lalu, rasanya Bian ingin menggigit pipi Nala.

"Lah lo ngeliat?"

"Iya, ngga sengaja tapi gua buru-buru masuk kelas karena belom ngerjain tugas."

"Anjirr, yaa gua tolak lah masa nanti gua beristri dua?"

"Bahasa lo kayak yakin aja bakalan jodoh," sindir Nala sinis.

"Ngga ada salahnya yang penting niat sama usaha kalo jodoh itu urusan Tuhan."

"Tapi dia tau kan kalo lo punya pacar? Gila sih berani banget confess sama cowok yang udah berpawang kek lo," ujar Nala sedikit agak mengakui kalau gadis itu sangat berani dengan perasaannya.

"Tau, tapi katanya yang penting udah ngeluarin perasaan yang dia pendem buat gua selama ini, ngga ada rasa kecewa sedikit pun yang gua lihat dari dalam dirinya."

"Emang ceweknya siapa??"

"Namanya Kinan, kalau ngga salah."

"OHH ANAK SEKOLAH SEBELAH ITU!!! AHAHAH, dia anak baru di sini," seru Nala. "Woahh, gilaa temen gua sampe ada yang naksir di sekolah lain," sambungnya.

"Ganteng gini siapa ngga yang ngga mau, coba?" Arkan dengan pedenya seraya menaik turunkan alisnya.

"Jangan sampai air di dalam gelas gua siram ke muka lo ya." Bian sudah siap siaga ingin menyiram wajah Arkan dengan segelas air yang masih tersisa setengah.

"Ehh bentar, neng pacar ngebales pesan gua." Nala dan Bian saling memandang kemudian berucap, "BUCIN!!"

Sweetnaheart

Udah mau pergi ke bandara kan?
Hati hati yaa, babee kalau udah selesai
kabari aku yaa
Sennaa?
Sayanggg??

Senna sent you a photo

Hi James how do i look? wait for me in Australia, see u honeyyy...

Senna, kamu salah kirim?
James siapa??

Nanti aku jelasin aku ada urusan.

Sen, answer me kamu bohong??
kamu ke bandara bukan nganter Ibu, tapi kamu sendiri yang pergi?

Dibilang aku nganter Ibu

Kamu ngga pinter bohong, kamu ngapain ke Australia? pake pap segala ke orang yang namanya James???
diam disana Senna tunggu aku, jelasin semuanya

Pesan terakhir yang Arkan kirim hanya dibaca dengan jelas oleh Senna, gadis itu menghela nafas mengusap wajahnya secara gusar. "Pak, bisa tolong lebih cepat?" tanya Senna kepada pak supir yang duduk di depannya.

"Baik."

Sementara Arkan mulai merasa geram ketika beradu emosi dalam pikirannya tangannya tergerak meraih jaket yang ada di samping Bian kemudian beranjak pergi tanpa menghiraukan pertanyaan Nala dan Bian yang terdengar panik bercampur khawatir.

Bian mulai melajukan motornya berharap Arkan tidak jauh dari posisinya sekarang.
"Anjir tu anak tadi mukanya serem banget," celoteh Bian ketika mereka berdua sudah duduk diatas motor berniat ingin menyusul kepergian Arkan.

"Cepetann, aku ngga tau apa yang terjadi sama dia tapi hawanya serem banget aku takut kenapa-napa."

"Iyaa, pegangan yang erat."

Motor Bian mulai menyusul kepergian Arkan melintasi jalanan raya yang terbilang cukup macet, Nala yang duduk di bagian belakang nampak gelisah.

Pura Pura Lupa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang