Jeng! Jeng! Jeng!
"Nggak papa kalau sekiranya saya hanya jadi penghibur semata, yang terpenting senyum dan tawa kamu yang ingin saya lihat selamanya." -Biantara Dhanurendra.
•
"Bi, hari ini jadi kerkom kan?" tanya pemuda yang sedang mengemas alat tulisnya dan dimasukkan ke dalam tas.
Bian mengedarkan pandangan keluar kelas, di tatapnya kedua pasangan kekasih yang saling mengumbar perasaan bahagia juga senang di sana. Heyy, mengapa? Mengapa Bian menjadi seperti ini? Bukankah hatinya sudah ikhlas jikalau gadis yang pernah ikut andil dalam cerita itu ia serahkan kepada pembawa cerita lain yang lebih baik?
"Bi...?" panggil Raka.
"Iya jadi," balas Bian yang kemudian memasukkan alat-alat tulisnya ke dalam tas. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar tiga menit yang lalu, tapi pasangan kekasih itu tak kunjung berlalu. Kalau saja di sini ada Arsa, sudah saja ia ghibahi gadis bernama Nala tersebut dengan kekasihnya, sayangnya oknum yang diharapkan berhadir sudah duluan berjalan tegas ke arah parkiran mengantar gadisnya sebelum melaksanakan kerkom.
Ya ampun tolong semesta, sisakan satu saja yang seperti Arsa.
Arsa walaupun mulutnya sebelas-dua belas dengan Raka, hidupnya tidak se-monoton Raka yang hanya berfokus pada bidang fisika serta rumus-rumus yang melibatkan kepala.
Lebih baik, daripada Bian yang ingin melangkah ke depan tapi hatinya masih jalan di tempat.
Raka merangkul Bian keluar dari kelas dan berlalu begitu saja ketika berada di hadapan Arkan dan Nala, rasanya hati Bian agak sedikit teriris dengan kenyataan namun pikiran bawah sadarnya masih menginginkan. Nggak! Bian harus lupain semuanya, lupain segala tentang Nala. Gadis itu sudah bahagia bersama lelaki pilihannya, mau Bian bertanya seberapa banyak pun tentang perasaan gadis itu, hatinya tetap akan mengucapkan kata 'tetapi...'. Kata yang menjadi sebuah alasan nyata bahwa gadis itu sudah menolak perasaan kembali dengan sebuah kata konjungsi.
Bian menaiki dan mengendarai motornya ketika ia sudah sampai di parkiran di susul dengan Raka lengkap dengan helm full face-nya. Tetapi manik matanya menangkap dua orang perempuan yang salah satunya Bian kenali sedang menunggu di depan gerbang sekolah, Bian melambatkan kecepatannya dan menyuruh Raka untuk pergi duluan.
Bian memarkirkan motornya di tepi jalan dan melepas helmnya tersebut,
"Hai cantik, mana pangeran Arkannya? Masa temanku ini ditinggal?"Yang di sapa hanya tersenyum miris, teman katanya?
Lupa, mereka berdua kan memang sudah menjadi teman, bukan? Tidak ada lagi hal apapun yang memasuki hubungan mereka, mungkin...
"Eh Bian, nggak nanyain gue?" Tanya salah seorang wanita yang juga ikut berdiri di samping Nala, Kinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura Pura Lupa
Teen Fiction"Dulu, kita sempat mengenal cerita indahnya berbagi perasaan. Tapi sekarang, kita bahkan merasakan pedihnya berbagi rasa kehilangan." Pernah percaya dengan yang namanya pura-pura lupa? Atau kamu adalah bagian dari yang sering mengabaikannya? Karena...