18

606 105 5
                                    

"Lun, Arkan masuk sekolah gak hari ini?"

"Gak bisa liat sendiri apa ditempat duduknya?" Jawab Luna ketus, Nala terdiam melirik ke arah bangku kosong dekat jendela itu yang tak ada pemiliknya.

Sejak insiden Nala menghubunginya minta dijemput lalu panggilan telfon itu yang tiba-tiba terputus setelahnya tidak ada kabar lagi. Baik untuk menghubungi kembali atau bahkan mengirimi sebuah pesan. Sudah lima hari ini Arkan menghilang. Pesan-pesan yang Nala kirim pun tidak mendapatkan balasan.

"Kenapa La, takut? Takut kalau Arkan tiba-tiba ingat lalu menjauh?" Sindir Luna disertai kekehannya.

"Senna udah gak sekolah lagi, Lun?" Tanya Nala mengalihkan pembicaraan.

"Udah tau kan beberapa hari yang lalu kalau Senna depresi? Mungkin dia sedang dalam tahap rehabilitasi."

"Tapi lo bener-bener gak tau La?" Sambung Luna melemparkan pertanyaan kepada Nala yang sedari tadi hanya diam mencerna jawaban darinya. Apa gadis ini benar-benar tidak tahu masalah Arkan sama sekali??

"Apa?"

Luna berdecak. "Arkan menghilang dan Senna depresi lo gak curiga sama sekali?"

"Buat apa?"

"Gak ingat berapa kali Senna bilang kalau dia butuh Arkan?? Gue yakin, Senna pasti udah mengelabui Arkan. Dan yang lo tau, segila-gilanya Senna di mata Arkan, Arkan orangnya gak tega-an? Bener?"

"Apalagi kalau semisalnya Senna mengaitkan penyebab depresinya itu gara-gara Arkan? Damn!"

"Kok bisa sih lo berpikiran seperti itu ke Senna secara dia kan sahabat lo dulu?"

Luna melipat tangannya dan tertawa renyah. "Sahabat? Sahabat macam apa yang dulunya bejat? Sejak dia balik gue aja risih."

"Bukannya gue mau ngerendahin Senna ya, tapi orang kayak gitu harus sadar kalau dia punya obsesi kuat dan gak mau yang denger namanya kalah, apalagi soal Arkan."

Tangan Nala masih berkutik dengan benda berbentuk persegi panjang itu, menelfon nomor yang sama walau jawabannya tetap suara operator menunjukkan sang pemilik sedang sibuk atau berada diluar jangkauan.
Nala sudah mencoba untuk pergi ke rumah Arkan kemarin, barangkali Arkan mengurung dirinya atau sebagainya, namun hasilnya nihil. Rumahnya kosong tak berpenghuni.

Arkan tidak pernah seperti ini sebelumnya, kalau dia tidak memberi kabar satu hari saja besoknya pasti Nala akan di spam chat dengan stiker kelinci yang sedang mennagis, atau nggak menelpon Nala beberapa kali seraya memohon sambil minta maaf.

Wajar kalau Nala khawatir, bukan? Ini lima hari, lima hari yang gak bisa dibercandain.

Sejenak ide melintas di pikirannya, tangannya berselancar mencari kontak...

Arsa

Eh lo tau gak dimana Arkan?

Tanpa basa-basi sekali...
Dua menit menunggu, Nala mendapat balasan yang menjengkelkan dari laki-laki Madaharsa tersebut.

Yakali, gue tau. Dikira gue Ibunya.
Sumpah, La kesel gue sama lo.
Gue lagi mabar gak sengaja
kepencet notif dari lu, sialan.

Gak guna

Tapi tumben nanyain Arkan dimana?
Biasanya juga nempel sama lo kemana-mana.
Gue pikir lima hari gak sekolah
dia sakit dan lo yang ngerawat.
Surat izinnya menyatakan
dia sakit kok, La.
Lo gak cek dirumahnya dulu?

Pura Pura Lupa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang