17

617 92 9
                                    

Sekarang, keadaan Senna benar-benar tidak baik-baik saja. Setiap hari, ia hanya melamun di sudut ruangan kamarnya dengan penerangan yang minim, rambut acak-acakkan juga isi kamar yang berantakan. Sudah lebih dari dua minggu ini dirinya hancur, tidak ada satu pun orang yang bisa ia ajak bicara, bersandar, atau sekedar menjenguknya, mengecek keadaannya, dan bertanya kabar. That impossible.

Seperti yang sudah diketahui, lagi-lagi James mengirim sebuah foto dirinya yang ah sudahlah...

Tok tok tok

Pintu kamarnya diketuk dengan keras sampai beberapa kali, bersamaan dengan ketukan itu terdengar suara letih Ibundanya yang memanggil dari balik pintu.
"Sen? Makan dulu yuk?"

"Ibu makan aja makanannya, Senna gak mau," tolaknya.

"Kamu udah gak makan dua hari, kamu gak mikir gimana perasaan Ibu liat kamu kayak gini?"

"Bu, jangan mancing aku."

"Sen, keluar. Ibu kamu udah bicara baik-baik." Senna terkejut mendengar suara yang tak asing ini baginya. Itu bukan suaranya Ibundanya, melainkan itu suara Arkan. Lelaki bermata sipit itu datang ke rumahnya? Menginjakkan kaki ke rumah ini setelah beberapa lama? Terdengar mustahil tetapi ketika ia memegang gagang pintu dan membukanya, terlihat jelas sosok Arkan yang berdiri tepat di samping Ibundanya.

"Arkan? Kamu kok ke sini?"

Arkan diam, dia membatu tak mengucapkan sepatah kata pun melihat sosok Senna yang kini terlihat berantakan daripada biasanya. Gadis yang pertama kali ia temui lengkap membawa senyum manis itu berubah drastis.

"Arkan?" Ulang Senna kembali.

"Pengen aja," jawab Arkan seraya tersenyum.

"Nak, Tante boleh minta tolong? Hari ini Tante ada jadwal rapat, bisa tolong jaga dan pastikan Senna makan dengan baik?" Arkan tersenyum lalu mengangguk, ia menerima nampan yang diberikan Ibunda Senna kepadanya.

Wanita paruh baya itu tersenyum, kemudian beliau mengelus uraian rambut Senna yang terlihat acak-acak dan sedikit mencoba merapikannya. 

"Ibu pergi dulu ya?" Pamitnya, dan jawaban Senna hanya anggukan walau sebenarnya kata-kata itu sangat ia benci, apalagi kalau itu keluar dari mulut Ibundanya. "Arkan, Tante titip Senna ke kamu ya?"

"Iya Tante."

Bayangan wanita paruh baya itu mulai menghilang dari sudut pintu, menyisakan mereka berdua yang ada di dalam rumah.

"Mau makan sekarang?" Tanya Arkan sebisa mungkin bersikap lembut.

"Kenapa kamu tiba-tiba baik sama aku?" Pertanyaan skakmat, akan tetapi Arkan menghiraukannya dan berlalu masuk ke kamar mendahului sang pemilik. Ia meletakkan nampan berisi bubur dan lainnya itu di atas meja, menyibakkan gorden yang menutupi juga membuka jendela agar udara yang diluar ikut masuk.

"Arkan, aku nanya sama kamu." Sekali lagi Senna bertanya, Arkan tetap tak menggubrisnya. Ia mengambil sapu dan kawan-kawannya, sedikit membersihkan bagian yang sangat tidak terurus. Arkan juga memunguti kertas-kertas yang berserakan dikamar Senna, namun sebuah benda yang tertumpuk menyita perhatiannya.

Sebuah bingkai foto yang didalamnya ada pasangan kekasih yang saling bertukar senyum. Tepat di ujung bingkai itu ada tulisan 'stay with me' lengkap dengan nama dari kedua pasangan tersebut...



Arkan-Senna.

Akan tetapi hal anehnya, foto tersebut bukan menampilkan dirinya dengan Senna. Tapi dengan pria asing yang badannya lebih tinggi dari Senna, kira-kira sekitar 190cm?

Pura Pura Lupa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang