02

1.8K 182 29
                                    

"BIAN!!! YA AMPUN AKHIRNYA LO MASUK SEKOLAH JUGA SETELAH SATU TAHUN BOLOS," pekik Arsa lelaki yang berkulit sedikit gelap itu lantas berlari kencang ke arah pintu kelas sembari memeluk Bian layaknya pasangan yang sudah lama menjalin hubungan jarak jauh dan baru saja bertemu.

"Mas Bian, Arsa kangen tau," ujar Arsa dengan ekspresi yang dibuat buat.

"Jijik," ujar Bian yang mendorong badan Arsa dengan keras.

"Anjir lo habis operasi kuat juga ya? Di kasih sama dokter obat apaan?" Sindirnya. Bian hanya berdecak dan menggeleng kemudian duduk ditempatnya.

"Sumpah ya gue kira lo udah mati," sindir lelaki bernama Raka yang tengah bersandar di dinding, memegang sebuah buku fisika yang tak pernah lepas dari tangannya.

"Coba aja kemarin Arkan nggak ngasih tahu kita kalau lo udah keluar dari rumah sakit, mungkin gue udah siap nikung Nal-ehh." Omongan Arsa langsung dicegat oleh Raka dengan memasukkan beberapa tisu yang tergeletak di atas meja ke dalam mulut Arsa. "Udah nak, belajar ngomong yang bener dulu ya," kata Raka sembari mengelus kepala Arsa dengan sangat kasar.

"Iya iya anjir nih sakit!"

"Eh bi, lo kok nggak ngasih tau kita kalo lo keluar dari rumah sakit?? Ahh parah, apa kita nggak dianggap sahabat?"

"Ceritanya panjang, oh ya habis ini pelajaran apa? Gue lupa."

"Bagus, setahun nggak sekolah udah nggak inget sama jadwal pelajaran. Tapi sama cewe kelas IPA 2 selalu ada dalam isi kepala."

"Bian punya pacar ya?" Tanya Arkan yang sepertinya tertarik.

Sekali lagi, Arsa merutuki dirinya sendiri. Dia bahkan lupa satu hal kalau salah satu sahabatnya itu melupakan segala hal yang terjadi dua tahun belakangan.

"Gebetan doang mah, Bian kek gini mana ada yang mau," bohong Raka.

"Anjir ngaca, urus dulu cerita cinta lo sama dia. Gue kasian tau sama cewek yang sering ngejar lo, ntar kalo dia udah berpaling baru lo tau rasa."

"Maaf ya, saya tidak peduli."

"Gue mau ke rooftop ada yang mau ikut?" Tanya Bian seraya beranjak dari tempat duduknya.

"Buset, baru masuk sekolah kerjaannya bolos lagi. Mantap gue ikut!" jawab Arsa yang kemudian merangkul bahu Bian. "Arkan? Raka? Ikut nggak?"

"Gue nggak, mau fokus sama fisika, bentar lagi gue olimpiade," balas Raka bucin nomor satu mata pelajaran fisika. Jadi kalau semisal ingin mendekati harus berpikir dua kali.

"Pacaran aja dah sama fisika. Nanti kalo mau pacaran sama lo harus ngitung kenapa apel bisa jatoh dari pohonnya," sindir Arsa yang dihadiahi sebuah tamparan keras dipunggungnya.

Sekali lagi konsep disini Arsa selalu salah dan Raka selalu benar.

"Kalo lo?" Tanya Bian sambil memandangi Arkan yang masih setia duduk ditempatnya. Arkan diam tak bergeming tapi lima detik kemudian menggelengkan kepalanya. "Tadi katanya Nala mau kesini, maaf ya?" Tolaknya.

"BUCIN!" Pekik Arsa yang kemudian menarik Bian dari kelas. Sebenarnya dari raut wajah Bian sendiri saja seorang Arsa bisa membaca kalau sahabatnya itu sedang menaruh rasa iri dan kesal kepada Arkan. Namun bagaimana pun juga Bian tidak mau merusak hubungan pertemanannya dengan Arkan hanya karena seorang Nala, gadis yang sempat ia ajak melukis cerita.

"Jangan di pikirin bi," ujar Arsa membuka suara setibanya di tempat terfavorit sebagian siswa dan-siswi, rooftop . Matanya terfokus menikmati indahnya langit biru dengan sepasang awan yang bergerombol.

"Lo tau kan Arkan amnesia? Dia cuma inget beberapa hal, termasuk kita bertiga, Nala, dan operasi lo." Arsa menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, tangannya bertumpu pada pagar pembatas. "Gue juga kaget awalnya pas Arkan bilang kalau dia ingat dia yang pacaran sama Nala, padahal udah jelas-jelas lo yang nembak dia di parkiran."

Pura Pura Lupa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang