"Arkan, gu... Gue... Gue suka sama l-lo." Baru saja lelaki dengan seragam putih abu-abu itu menginjakkan kakinya di depan gerbang sekolah, tiba-tiba salah seorang gadis dengan rambut terurai menghampirinya. Ia menutup matanya dan menunduk seakan-akan tidak ingin menatap sang lawan bicara atau mendengar apa jawaban darinya.
"Ma-maksudnya?"
"I-iya gue...gue suka sama lo."
Arkan menghela nafas. "Maaf, tapi lo tau kan gue udah punya pacar."
Bukannya sedih atau diam termenung, gadis itu malah tersenyum mendonggakkan kepala dan kemudian menatap kedua bola mata lelaki yang menurutnya mirip seperti bulan sabit.
"Iya tau, tujuan gue hanya untuk mengutarakan perasaan yang selama ini gue pendam. Dan sekarang rasanya gue udah lega."
"Thanks ya, Kan!" Gadis itu menepuk pundak Arkan seraya tersenyum kemudian berlalu dari hadapannya. Namun baru beberapa langkah lelaki tersebut memanggilnya untuk berbalik, karena masih mempunyai sopan santun walau perasaan sudah tertolak ia pun berbalik.
"Kita belum kenalan, nama lo siapa?"
"Nama gue—"
"ARGHHHHH!!!!!" Arkan menggeram membuat seisi kelas berlari mengerubunginya, guru yang tengah mengajar pun juga sontak menghampiri Arkan yang sekarang sedang kesakitan memegangi kepalanya.
"Adinatya? Gak papa?"
Arkan diam, matanya terus terpejam. Kenapa sebagian memori yang hampir dia ingat kembali menghilang dan menimbulkan rasa sakit? Padahal kalau saja tadi Arkan ingat siapa gadis yang baru saja menyatakan perasaannya di depan gerbang sekolah itu dia tidak akan seperti ini, mungkin.
"Pak kemungkinan dia butuh istirahat," ujar Bian.
"Iya pak, akhir-akhir ini dia sering mengeluh rasa sakit di bagian kepalanya," tambah Raka.
"Ya sudah, bagian kesehatan bawa dia ke UKS."
"Maaf, pak bagian kesehatan dua-duanya tidak berhadir ke sekolah, yang satu lagi sakit yang satu lagi ikut lomba kesehatan," jawab salah seorang murid.
"Biar saya saja pak!" Tawar Arsa dengan semangat 45 yang membara.
"Gak, saya gak percaya sama kamu. Yang ada nanti kamu di sana malah ngadem bukannya jagain. Bian, kamu saja yang jagain Arkan, temanmu, bukan?"
Bian mengangguk mantap, "Iya pak."
"Biar gue bantu, Bi." Arsa berusaha membantu Bian yang membopong Arkan.
"Sudah kamu gak usah ikut, di kelas aja. Mau kamu saya kurangin nilai mata pelajaran Biologinya?"
"Maaf pak, gak jadi ampun." Nyali Arsa langsung ciut. Padahal dia ingin sekali bolos ke UKS, selain bisa ngadem, lumayan juga lewat di depan kelas pacar, batinnya.
"Udah Bi, gue bisa sendiri," ujar Arkan seraya melepas rangkulan Bian ketika sudah hampir sampai di depan pintu UKS.
"Gue mau bantu lo."
Arkan berdecak, sebenarnya ia tak nyaman ketika harus menggunakan orang lain untuk membawanya ke sini, apalagi dalam kondisi sekarang Arkan terlihat lemah, Arkan benci akan hal itu.
Bian membantu mendudukkan Arkan disebuah bangsal UKS, dia mengambil segelas air hangat juga minyak kayu putih untuk Arkan, karena sejujurnya Bian gak tahu sama sekali apa obat yang tepat untuk sakit yang dialami Arkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura Pura Lupa
Teen Fiction"Dulu, kita sempat mengenal cerita indahnya berbagi perasaan. Tapi sekarang, kita bahkan merasakan pedihnya berbagi rasa kehilangan." Pernah percaya dengan yang namanya pura-pura lupa? Atau kamu adalah bagian dari yang sering mengabaikannya? Karena...