32 - END

426 42 10
                                    

WARNING 1,5k+ words

Lima tahun kemudian...

"Wahh gila stress banget sama tugas kuliah, senengnya pas keterima doang, semakin kesini cuman pengen tidur." Gadis dengan rambut sebahu itu merebahkan dirinya pada kasur apartemen pacarnya, seraya mengeluarkan ocehan tak jelas atau kadang mencaci maki tugas yang tak kunjung selesai. Tak banyak yang berubah dari mereka setelah beranjak lima tahun.

"Kamu kalau mau tidur silahkan, nanti aku bangunin kalo udah sore," ujar pacarnya setengah berteriak karena jarak antara kamar dengan dapur agak sedikit jauh.

Bukannya tertidur, ia malah melangkahkan kakinya menuju dapur memeluk lelaki tersebut dari belakang. Merasakan tangan mungil itu melingkar sempurna di pinggang lelaki itu tersenyum lalu mengelus punggung tangan gadisnya itu.

"Kan aku suruh tidur kok malah kesini?" Sambil mengeringkan tangannya sehabis mencuci piring, ia kemudian berbalik agar bisa melihat wajah perempuan yang sangat ia cintai dari dulu hingga sekarang sudah menjadi setengah nafas juga hidupnya, sedikit agar hiperbola tapi tak apa namanya juga orang jatuh cinta.

"Kamu kelihatannya gelisah, ada apa?"

Nala mengangkat wajahnya, menatap bulu mata lentik itu, kemudian beralih menatap kedua netra yang sungguh menawan sampai-sampai setiap kali menatapnya ia bisa saja jatuh ke dalam pesonanya. "Ganteng banget ya pacarku, hehe."

Alis lelaki itu mengerut, namun beberapa detik kemudian suara tawa meledak diantara mereka berdua. "Kamu kayaknya bener-bener stress karena tugas."

"Tapi bener deh kata kamu, aku baru sadar kayak ngerasa gelisah, sedikit?"

"Coba deh kamu inget-inget sebelum datang ke sini? Ada barang yang ketinggalan mungkin atau sesuatu dalam rencana dalam pikiranmu ada yang belum terlaksana?" Nala meletakkan jarinya di samping kepala, layaknya anak kecil yang sedang mencoba berpikir. Hampir tiga menit berpikir serta menunggu ia tak mendapat jawaban dari otak yang berproses mengingat semuanya.

Namun sekilas cuplikan muncul dalam otaknya itu, "Hari ini tanggal berapa sih?"

"Dua puluh tig-a."

"We forgot something."

Dan di sinilah langkah mereka terhenti dimana empat pasang kaki berpijak dihadapan batu nisan telah terukir nama seseorang yang sangat berarti dalam sebuah cerita semesta, mengambil peran yang benar-benar luar biasa dalam hidupnya. Nala berjongkok diikuti dengan lelaki disampingnya itu, ia memegang batu nisan tersebut dengan senyuman namun tak bisa dibohongi air matanya seakan ingin segera meloloskan dirinya.

"Halo Arkan? Bagaimana kabarmu disana?"

"Kabarku baik, Bian baik. Arsa Raka juga baik, bahkan si Arsa diam-diam udah punya pacar loh, namanya Kinan kamu inget ngga? Dia yang suka sama kamu dulu loh, terus Luna kuliah ke luar negeri." Nala agak sedikit terkekeh mengingat peristiwa lalu.

Bian memandang batu nisan berukirkan nama 'Adinatya Arkan Bratajaya' itu, sedikit bergeser ia mengelusnya. Bian nampak mengulum bibirnya juga menahan isak tangis yang mungkin akan segera keluar. "Maaf ya kita datang agak telat, nanti Arsa Raka juga kesini kok. Sekarang lo pasti di sana udah ngga sendiri lagi kan ya? Banyak yang terjadi lima tahun belakangan tapi gue yakin lo nemu titik bahagia lo di sana."

"Arkan, aku mau bilang ini meskipun kamu sudah di sana tapi aku harap kamu mendengarnya. Sekalipun Arkan, amnesiamu ngga akan pernah salah, bukan kamu yang ngehancurin hubunganku dengan Bian. Amnesiamu bukan keinginanmu tapi kehendak-Nya. Kamu itu anak kuat loh, terima kasih telah hidup, terima kasih telah mencoba untuk bernafas lagi untuk sementara, dan terima kasih untuk semua hal yang kamu lakukan di dunia." Isak tangis yang Nala tahan pecah seketika, lelaki disampingnya itu kemudian merengkuh tubuh tersebut untuk dibawa ke dalam pelukannya

Pura Pura Lupa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang