Btw, tetap jaga kesehatan ya kawan!
Lanjut!
Senna baru saja keluar dari perpustakaan, wajahnya lusuh penuh debu akibat membersihkan ujung sudut perpustakaan yang tidak terurus yang menjadi sebuah timbunan buku-buku rusak tak terpakai. Sebenarnya Senna gak mau, siapa yang mau coba membersihkan perpustakaan penuh debu seorang diri? Tetapi karena insiden tidak mengumpul PR tepat waktu, Senna harus berujung di perpustakaan penuh debu. Untung saja dia tidak ada riwayat penyakit asma. Kalau tidak, dia sudah menuntut guru yang membuatnya seperti ini.Tiba-tiba nada dering dari ponselnya berbunyi. Senna berdecak setelah mengetahui siapa yang menelponnya tersebut, ia geser tombol merah itu dan mematikan ponselnya. Namun nihil, orang tersebut tetap berusaha menghubungi Senna.
"What else do you need, James?!" Bentak Senna terhadap sang lawan bicara
"Back to Australia." Lelaki itu nampak to the point menunjukkan keinginannya.
"You think that's easy? No! Will never!!" Senna berkacak pinggang dan mengacak rambutnya. Ia benar-benar sudah muak dengan orang yang bernama James ini.
"Interesting answer." Pria yang ada di dalam telfon itu terkekeh. "Enjoy your life there, with? Ar ...? Arkan ...? Yes, that stupid man," sambungnya.
"You are stupid, James."
"Oh, thank you for the compliment, honey?"
"James!!!"
"Hey Senna, no need to scream like that. Later, we'll see who is stupid. Me? Arkan? Or you?" Lelaki tersebut mematikan panggilan secara sepihak. Senna yang geram langsung memblokir nomor keramat itu. Entah sudah berapa kali laki-laki yang diketahui namanya James itu menelponnya dengan nomor yang berbeda-beda. Entah itu hanya untuk menanyakan kabar, sedang ada dimana, atau pun dengan ancaman dan memaksanya kembali ke Australia. Lagi.
Kemudian bayangan di dalam otak Senna memutar sebuah film yang sedang tidak ia lihat dan segera ingin melupakannya. Tapi kenapa bayangan tersebut semakin menghantuinya?
Ruangan yang gelap, dan suara yang sunyi. Saat itu pukul 11 malam. Orang-orang sibuk dengan dunianya dan..
"TIDAK!!!!" Senna tiba-tiba tidak bisa bernafas dengan benar. Nafasnya tersengal-sengal. Ia segera mengambil obat penenang di dalam sakunya untuk berjaga-jaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura Pura Lupa
Teen Fiction"Dulu, kita sempat mengenal cerita indahnya berbagi perasaan. Tapi sekarang, kita bahkan merasakan pedihnya berbagi rasa kehilangan." Pernah percaya dengan yang namanya pura-pura lupa? Atau kamu adalah bagian dari yang sering mengabaikannya? Karena...