16

660 114 5
                                    

"Sen, tau gak hal apa yang sama indahnya dengan kamu?" Tanya laki-laki yang bermata sipit itu dengan senyum cerahnya yang bahkan bisa mengalahkan sinar matahari.

"Apa emangnya?" Tanya gadis yang ada disebelahnya, sembari bersandar di bahu yang memang disediakan khusus untuknya seorang.

"Gak ada."

"Kok gak ada? Gak ada yang indah selain aku gitu?" Tebak gadis itu.

"Yha... Ketahuan deh." Lelaki bermata sipit itu menutup wajahnya malu, tetapi kemudian ia kembali bersuara. "Tapi ada satu."

"Apa?"

"Nabastala sama kamu. Tapi, nabastala sungkar untuk digapai. Meskipun sama-sama indah, aku milihnya tetap kamu yang sudah ada dihadapan," jawabnya sambil memandang bola mata cokelat kesukaannya itu.

"Ihh apasih?! Belajar ngalus darimana coba?" Rasanya gadis itu sudah diterbangkan setinggi langit dengan ucapan semanis itu.

"Sen?" Lelaki itu mengambil tangan kanan gadisnya yang kosong untuk digenggam dan saling merapatkan, kemudian ia mendekatkan diri dan berbisik, "Jangan pergi kemana-mana ya?"

"Iya." Yang dibisiki hanya tersenyum manis, lalu  mencium tangan lelaki itu yang ada di dalam gengamannya.

"Janji?" Sang lelaki menyodorkan jari kelingking kanannya kepada sang gadis, seperti anak SD, sang gadis hanya tertawa lalu membalas dengan jari kelingking yang lain

"Janji."

Andai, iya andai semuanya yang pernah terjadi dulu bisa diputar balik. Keadaan yang dulu kemungkinan bisa diperbaiki sebelum beranjak ke masa depan. Tapi yang namanya masa lalu emang udah jalannya buat dijadiin pelajaran, hanya saja tergantung isi kepala yang merelakan.

Andai, iya andai lagi. Kala itu, kalau saja tidak terjadi apa-apa. Kalau saja semesta tidak mengatur semua ini menjadi rumit seperti sekarang. Senna, gadis berparas cantik itu tersenyum miris ketika melihat obat penenang yang ada ditangannya.

Entah untuk yang ke-berapa kalinya, sialnya ia memerlukan ini lagi.

Wajah pucat serta lingkaran hitam yang ada di kantung matanya mulai nampak terlihat, Senna benar-benar tidak tidur dan istirahat akhir-akhir ini.

Kali ini ia sedang sendirian, kelas IPA 1 tampaknya sangat bersemangat menuju kantin setelah mata pelajaran yang sangat menguras pikiran. Tangannya tergerak untuk memasukkan beberapa obat tersebut dan mencoba menenangkan diri setelah ia mendapat sebuah pesan yang... siapa lagi kalau bukan dari James.

Singkat, jelas dan padat, namun kata-kata
'I will finish you off' saja sudah membuat Senna ketakutan dan gemetar setengah mati. Ia diteror lagi. Kembali, otaknya dipenuhi oleh bayangan-bayangan yang seharusnya sudah beranjak pergi. Senna menunduk, menahan air mata yang ia benci jatuh membasahi pipinya.

"Lo gak ke kantin?" Suara itu membuyarkan bayangan James dari pikiran Senna. Lantas ia melirik ke arah sumber suara.

"Tumben peduli, Lun?" Kekeh Senna.

Luna, gadis primadona itu memutar bola mata kemudian duduk di bangkunya, "Ya enggak. Biasanya aja ke kantin, atau gak nempelin Arkan sama Nala."

"Sok tau," ucap Senna yang kembali menunduk.

"Ehhh gue ngomong fakta loh," bela Luna. "Tumben lo adem, Sen? Hijrah?" Ujar Luna lagi yang bersuara.

”Kenapa?"

Pura Pura Lupa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang