30

177 32 5
                                    

fyi, dari part 28 itu sudah termasuk flashback ya, nanti pelan-pelan ceritanya akan tersambung sendiri.



Hujan serta hawa dingin.

Suasana hampa rumah sakit hari ini sungguh tak mengenakkan. Sudah tepat hampir satu minggu, gadis yang memakai rok abu-abu terus bolak-balik beberapa hari mengunjungi lelaki yang terbaring dengan infus, perban, juga selang yang ada ditubuhnya. Langkah gontainya ia bawa menuju ruangan sahabat masa kecilnya tersebut, seraya membawa buku pelajaran dikarenakan sebentar lagi akan ada ujian akhir semester serta tangan kirinya yang mengenggam kresek hitam berisi martabak.

Mengetuk pintu tiga kali pertanda bahwa ia sudah ada disana, kemudian perlahan ia buka tangkai pintu tersebut yang disambut oleh senyuman manis Arkan di sana yang tengah menonton film dari televisi, sungguh seperti bayi yang baru lahir nampak tak tahu menahu akan dunia yang baru saja ia jalani.

"Loh, Nala kok kamu belum pulang malah ke sini?" Arkan terkejut dengan kehadiran Nala tiba-tiba.

"Aku mau ke sini, emangnya ngga boleh? Nih aku ada bawain martabak kesukaan kamu dulu, mungkin sekarang masih suka, ya?"

"Taruh aja dulu di meja aku baru kelar makan tadi masih kenyang hehe, ohh ya Bian mana? tumben sendirian ke sini?"

Nala menggeleng tanda tidak tahu, "Ponselnya ngga aktif pas pulang sekolah tadi, aku juga ngga tau kemana, tapi katanya nanti nyusul ke sini kok." Ia mengambil kursi kemudian duduk di dekat Arkan.

"Ke sini ngga hujan-hujanan kan?" Tangannya Arkan bawa mengelus surai hitam legam milik Nala, sedikit basah mungkin karena sehabis berlari keluar dari taksi. Nala yang mendapat perlakuan tersebut agak merasa kaku dengan tingkah Arkan yang sebelumnya tidak pernah seperti ini.

"Engga, aku tadi naik taksi."

"Bian itu siapa kamu sih? Keliatannya deket banget??" tanya laki-laki itu tiba-tiba.

Nala tertegun, ia lupa belum memberi tahu hubungannya dengan Bian dan juga melupakan fakta bahwa selama satu minggu ini Arkan hanya dikenalkan dan mengingat nama-nama orang terdekatnya. Belum sempat Nala membuka mulutnya untuk berbicara, Arkan lebih dulu membuka suara,

"Aku tuh masih ngerasa kayak zaman SD-SMP, Ketemu kamu tiap hari, walau rasanya sedikit lupa sama apa yang kita lakukan berdua. Kamu sering banget nempel sama Bian deh kayaknya, jadi bingung aja??"

"Maksudnya?"

"Seingatku.. aku udah confess sama kamu, kan?"

Demi Tuhan, ingatan ini sudah berlalu sejak kelas 8 SMP, batin Nala.

Alih-alih menjawab pertanyaan terdengar pintu ruangan terbuka menampakkan seseorang berbalut jaket hitam, celana abu-abu yang sama dengan Nala, juga rambut coklat redup yang sedikit basah kuyup. Lantas pandangan mereka beralih kesana. Namun jangan lupakan tangan Arkan yang masih setia mengelus rambut Nala sejak tadi.

Merasa Bian yang hanya diam saja di depan pintu, Nala beranjak dari duduknya kemudian mengambil lengan Bian agar duduk disampingnya. "Sorry baru dateng, gimana keadaan lo sekarang?" ujar Bian.

"Santai, udah baikan kok, tadi juga ditemenin sama Nala. Lagian juga kenapa kalian bukannya habis pulang sekolah harusnya ke rumah bukan jenguk orang sakit??"

"Ya kan emang mau jenguk, gimana si? Ngga bersyukur udah aku bawain martabak juga tuh," cibir Nala.

"Hahahaha iya iya bercanda, makasih ya kalian udah mau jengukin hampir tiap hari malah."

"La, mau pulang ngga? Udah mau malem," ujar Bian.

"Di luar masih hujan, yakin?"

"Ngga papa, gua bawa mobil."

"Oh yaudah kalau gitu titip Nala ya, Bi. Anterin baik-baik." Bian mengangguk seraya membawa lengan Nala keluar dari sana. "Arkan aku pulang dulu ya, dadahh, besok lagi kalau ada apa apa bisa telpon aja ya?"

"Iya Nala Bian, hati-hati ya."

Setelah keluar dari ruangan tersebut, Bian mendengus kesal berkali-kali ia hembuskan nafas kasar.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Nala yang melihat Bian agak sedikit aneh dengan sikapnya hari ini.

"Kamu kenapa hujan-hujanan kesini? Ngga nungguin aku? Kamu bisa sakit, La. Lagipula sekali aja ngga jenguk dia ngga bikin kamu kenapa-napa," ucap Bian mengeluarkan kegundahannya yang tertanam dalam hati.

"Gimana mau nungguin kamu, ponsel kamu aja mati seharian? Kamu kemana, ngga sekolah? Bolos? Kamu semakin kesini semakin susah ya, entah untuk hal apapun itu."

"Maksud kamu? Aku cuman khawatir sama kamu, tadi naik apa hujan deras-deras begini? Aku takutnya kamu kenapa-napa waktu di jalan, kamu udah takut sama jalanan gara-gara kejadian Arkan kemarin apalagi sekarang lagi hujan. Kamu tuh terlalu bela-belain jenguk dia padahal kamu udah sering banget malah, terus tadi juga ngapain Arkan megang—"

"Apa salahnya? Dia temen aku dari SD, temen masa kecil aku? Wajar dong, ya?" Mendengar jawaban Nala yang terdengar seperti sebuah tantangan bagi Bian membuatnya menelan ludah kasar.

"Okay terserah, urus urusan lo sendiri," final Bian.









2 bulan kemudian

Raka sent you a message:
"La, I think you need to know this. Bian cedera parah seminggu yang lalu karena turnamen kemarin, gua tau kayaknya hubungan kalian lagi ngga baik-baik aja sampai sekarang. Tapi please, La gua mohon banget datang sebentar aja sebelum dia operasi.

Nala : "Sorry bukan urusan gua, Arkan lebih butuh gua ketimbang Bian. Arkan tanggung jawab gua.

Raka : "Nala, please.."

Nala : "Maybe next time, sorry."
































aku mau cepet cepet ending T___T maaf ya udah berapa tahun ini kegantung

Pura Pura Lupa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang