𝙻𝚞𝚔𝚊

378 60 25
                                    

Sebelumnya, terima kasih sudah berkenan membuka cerita ini dan membacanya. Harap berikan feedback berupa Vote & Comment dengan kata-kata yang positif. Bila memberikan kritik, tolong disertai dengan saran yang membangun ya teman-teman.

Selanjutnya, cerita ini masih jauh dari kata sempurna. Mohon dimaklumi adanya typo, atau alur yang terlalu cepat maupun terlalu lambat. Seperti biasa, sebelum membaca, ibadah, tugas, pekerjaan, dsb, tolong diselesaikan lebih dulu, ya!

Mengingatkan sekali lagi bahwa cerita ini hanya fiktif belaka, tolong keseluruhan jalan cerita jangan diambil serius. Tujuanku hanya untuk menghibur kalian, so please be wise!

 Tujuanku hanya untuk menghibur kalian, so please be wise!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jisung menghela nafas panjang. Entah sudah berapa kalinya remaja itu menghela nafas sambil menatap makan malamnya tanpa minat. Ia sama sekali tidak menghiraukan teguran sang kakek karena terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri. Jisung sama sekali tidak bisa melupakan cerita panjang lebar yang neneknya ungkapkan beberapa saat lalu.

"Jadi..." Jisung memecah keheningan. Kakek, nenek dan tantenya melirik sejenak dengan raut kebingungan, "Apakah itu alasan mengapa keluarga mama menolak keberadaan Kak Angin?"

Jisung tau tidak seharusnya bertanya mengenai topik sensitif seperti ini disaat makan malam. Namun dirinya juga tak mampu menahan diri.

"Siapa yang dengan senang hati menerima seorang anak haram?"

Pertanyaan yang baru saja dilontarkan sang kakek terasa mencubit di hati Jisung. Kakek yang memang Jisung akui tidak pernah bersikap lembut kepada cucu-cucunya itu kini terlihat berkali-kali lipat lebih kejam dari biasanya. Jisung memang merasa segan dan takut terhadap ayah dari ibu kandungnya sendiri, namun bila seperti ini, Jisung tidak akan segan membenci pria paruh baya itu.

"Tapi Kak Angin sama sekali tidak bersalah" Ujar Jisung dengan suara parau. Kedua bola mata anak itu nampak berair, "Semua anak yang lahir di dunia ini adalah berkah."

"Pengecualian untuknya" Timpal sang nenek.

Jisung menggenggam kuat sendok dan garpu yang dia genggam.

"Kenapa kakek dan nenek sangat membenci Kak Angin? Kak Angin tidak pernah berbuat salah! Kak Angin tidak pernah membuat siapapun marah! Kak Angin selalu berusaha menjadi orang baik dan tidak menyakiti siapapun! Kenapa kakek dan nenek sangat membenci Kak Angin?"

Pak Bahtiar mengangkat kepalanya dari piring. Membalas tatapan Jisung dengan kening berkerut.

"Kau masih bertanya?" Pria itu menggeleng kecil, "Sejak awal, keberadaannya hanya membuat martabat keluarga kami hancur."

"Jenggala" Seulgi mengiterupsi ketika melihat Jisung kembali membuka mulut, berniat menjawab sang kakek, "Habiskan makan malammu. Sudah cukup percakapan ini."

=𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏=

"Aku tidak mengerti."

Seulgi menghentikan pergerakannya menyelimuti Jisung setelah mendengar gumaman lirih itu. Kondisi kamar yang remang-remang membuat Seulgi cukup kesulitan mengartikan raut wajah Jisung. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈: 𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏 [𝑱𝒂𝒆𝒎𝑹𝒆𝒏]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang