𝙼𝚊𝚖𝚊

257 64 15
                                    

Sebelumnya, terima kasih sudah berkenan membuka cerita ini dan membacanya. Harap berikan feedback berupa Vote & Comment dengan kata-kata yang positif. Bila memberikan kritik, tolong disertai dengan saran yang membangun ya teman-teman. Karena saran sangat diharapkan, jadi jangan ragu untuk menyampaikannya di kolom komentar dengan bahasa yang baik ^^

Selanjutnya, cerita ini masih jauh dari kata sempurna. Mohon dimaklumi adanya typo, atau alur yang terlalu cepat maupun terlalu lambat. Aku sendiri masih dalam tahap belajar dan berkembang, jadi mohon dimaafkan.

Aku berharap kalian membaca cerita ini setelah menyelesaikan segala kesibukan dan urusan real life masing-masing. Ibadah, tugas, pekerjaan, dsb, tolong diselesaikan terlebih dahulu, baru setelah itu membaca cerita ini! Ini adalah warning yang paling tegas!

★彡 Blossom-Na Present 彡★

Violance Warning! Chapter ini mengandung adegan kekerasan, jadi mohon dibaca dengan bijaksana. Dan bagi yang merasa kurang nyaman, bisa melewati bagian itu ya :)

 Dan bagi yang merasa kurang nyaman, bisa melewati bagian itu ya :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin tidak mengerti mengapa ia bisa berakhir di tempat ini. Lagi. 

Di sebuah ruangan gelap berukuran 3 x 4 yang lembab dan dingin serta penuh debu. Bau tidak sedap menyapa indera penciumannya hingga membuat Jaemin beberapa kali mencoba menahan nafas, tidak mau berakhir muntah seperti terakhir kali ia lakukan dan mendapat hadiah yang tak akan pernah bisa dia lupakan.

Tubuh Jaemin terdorong hingga membuatnya terjembab dengan ringisan kecil. Seragam putih yang ia kenakan kotor dalam sekejap, terkontaminasi oleh lantai yang dipenuhi debu.

"Mama tau tidak seharusnya kamu berada disini. Tapi mau bagaimana lagi?" Irene mengedikkan bahu, "Tidak ada pilihan lain."

Jaemin tak sanggup menatap sang ibu yang kini berdiri tenang dihadapannya. Sepatu hak setinggi sepuluh senti berwarna merah darah yang membalut kakinya nampak menyilaukan mata. 

"M...ma..." Suara Jaemin tercekat, ia sama sekali tak mengalihkan pandangan dari sepatu hak tinggi sang ibu.

Irene menyeringai, "Ah...sepertinya kamu mengenal mama dengan baik..." Ucapnya menyadari arah tatap Jaemin.

Mata Jaemin berlinang. Terakhir kali sang ibu menghukumnya dengan mengenakan sepatu hak tinggi dua tahun lalu, ia berakhir dilarikan ke rumah sakit karena sepatu berhak tinggi itu sukses menghantam kepalanya hingga bocor.

"Sudah lama ya mama tidak memakai high heels" Irene mengetuk ujung sepatunya ke lantai, masih setia menatap sang putra yang tidak bergerak sedikitpun.

"Sekarang mama tanya...mau kah kamu menjadi anak baik?"

Jaemin mengangkat pandangannya, memperhatikan raut wajah sang ibu yang nampak tak terbaca dengan sorot mata dingin.

𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈: 𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏 [𝑱𝒂𝒆𝒎𝑹𝒆𝒏]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang