𝚄𝚗𝚝𝚘𝚕𝚍

295 68 10
                                    

Sebelumnya, terima kasih sudah berkenan membuka cerita ini dan membacanya. Harap berikan feedback berupa Vote & Comment dengan kata-kata yang positif. Bila memberikan kritik, tolong disertai dengan saran yang membangun ya teman-teman. Karena saran sangat diharapkan, jadi jangan ragu untuk menyampaikannya di kolom komentar dengan bahasa yang baik ^^

Selanjutnya, cerita ini masih jauh dari kata sempurna. Mohon dimaklumi adanya typo, atau alur yang terlalu cepat maupun terlalu lambat. Aku sendiri masih dalam tahap belajar dan berkembang, jadi mohon dimaafkan. Eakkkk.

Lalu, aku berharap kalian membaca cerita ini setelah menyelesaikan segala kesibukan dan urusan real life masing-masing. Ibadah, tugas, pekerjaan, dsb, tolong diselesaikan terlebih dahulu, baru setelah itu membaca cerita ini! Ini adalah warning yang paling tegas!

★彡 Blossom-Na Present 彡★

"Ah!"

Renjun berjengit tatkala pipinya tersentuh rasa dingin dari minuman kaleng bersoda kesukaan Haechan. Pandangannya berubah dari serius memandang langit menjadi pandangan sebal ketika mendapati Haechan telah berdiri di sebelahnya.

Haechan terkekeh ringan. Coca cola yang ia pegang diserahkan kepada Renjun tanpa banyak bicara –yang tentu saja langsung diterima dengan baik oleh sang sahabat.

"Sudah berapa kali membolos dua hari ini, Nu?"

Renjun membuka tutup minuman dengan wajah tak bersahabat.

"Bukan urusanmu."

"Aku bertanya baik-baik" Haechan mendudukkan diri di sebelah Renjun, ikut memandang langit sambil menyandarkan tubuh di pohon besar yang melindungi keduanya dari terik matahari.

Renjun mendengus, "Pasti Ratna lagi yang melapor."

"Ya siapa lagi?" Haechan memandang Renjun sejenak, memperhatikan wajah masam remaja itu yang enggan menatapnya walaupun sibuk meneguk minuman dingin yang Haechan belikan, "Kau tau Ratna hanya bercanda."

Renjun mendengus dengan senyum mencela, "Bercanda apanya."

"Jangan terlalu serius menanggapi candaannya."

"Tapi candaannya sama sekali tidak lucu."

Renjun berdecak. Teringat lagi ucapan Somi beberapa saat lalu yang berhasil membuat emosinya mendidih. Bila saja Renjun tidak ingat gender, mungkin dia tak akan segan memukuli Somi saat itu juga.

Menyukai Angin katanya?

Ha! Yang benar saja.

Haechan memperhatikan Renjun beberapa lama. Kaleng minuman yang telah kosong ia letakkan di sebelah tubuh, enggan membuangnya ke tempat sampah yang berjarak beberapa meter dari tempatnya duduk. Kemudian, remaja yang kulitnya jauh lebih gelap melipat kedua kaki sembari berujar tenang.

"Menyukai seseorang bukan kesalahan Nu."

Renjun melirik Haechan sinis, pandangannya kini semakin tajam.

"Siapa yang kau maksud?"

"Tentu saja kamu" Haechan menjawab lugas, tidak ada reaksi gentar walaupun mendapati tatapan menusuk dari sang sahabat, "Aku mengenalmu selama lima belas tahun Ranu, dan aku tentu sangat menyadari perubahan kecil yang kau alami."

Memalingkan wajah dengan cibiran singkat, Renjun menjawab datar, "Aku tidak berubah sama sekali."

"Kau berubah" Haechan mengedikkan bahu, "Berinteraksi cukup dekat dengan Angin, merawatnya ketika sakit, bahkan tidak menjauhinya. Bukankah sudah jelas?"

𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈: 𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏 [𝑱𝒂𝒆𝒎𝑹𝒆𝒏]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang