"Pinjem buku geografi."
"Han, jangan sampe lo bikin gue ngumpat seribu bahasa ya," keluh Jenggala seraya memutar bola matanya malas. Tangannya kemudian tergerak membuka resleting dan merogoh-rogoh tas sekolahnya, guna mengambil buku tulis geografi miliknya. Sudah tidak aneh bagi Jenggala dan Nohea melihat wajah memelas Hansel yang merengek minta dipinjamkan buku ekonomi dan geografi. Jika bukan karena pelajaran sejarah, Hansel sendiri pun enggan masuk ke IPS kala itu.
Jenggala menjulurkan tangannya yang memegang sebuah buku tulis dengan sampul coklat keorenan, lantas benda itu diterima oleh Hansel. "Ehehehe … nanti gue balikin, kok, janji," ucap Hansel meyakinkan.
"Ya saja," balas Jenggala ketus memutar bola matanya malas.
Mereka berdua pun kembali melanjutkan langkah kakinya, berjalan menuju ke kelas Nohea. Kelas gadis itu memang selalu dipulangkan lebih lambat dari kelas-kelas lainnya. Gurunya yang sudah lanjut usia, membuat jam belajar kelas itu terpaksa harus ditambah dua puluh menit.
Punggung kedua remaja itu disandarkan pada tembok yang ada di lorong sekolah, menunggu sang empu tanpa kepastian. Sesekali Hansel mengecek ponselnya guna melihat pukul berapa sekarang. Sudah pukul setengah empat sore, tapi Nohea belum juga keluar dari kelasnya.
"Enggak, enggak, ini pasti ada yang gak beres," celetuk Hansel tiba-tiba, sangat aneh memang tatkala bel pulang sudah berbunyi satu jam yang lalu tetapi sang guru belum memperbolehkan murid-muridnya untuk pulang. "jangan-jangan si Noa udah pulang duluan lagi?"
"Bisa jad— eh, itu Nohea!" Ucapan Jenggala tertelan kembali tetapi digantikan dengan seruan saat netranya dapat melihat sosok gadis berambut pendek itu dengan tas yang digendong di punggungnya. Gadis di seberang sana hanya menoleh sejenak lalu memalingkan wajahnya lagi, Nohea menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga lalu menggigit bibir bawahnya. "Samperin yuk?" Ajakan Jenggala langsung diangguki oleh Hansel.
Mereka berdua pun melangkahkan kakinya, berjalan menghampiri Nohea. Gadis itu masih mematung di tempatnya, tak bergerak sedikit pun. Ada rasa canggung yang melingkupinya karena lagi-lagi harus bertemu dengan Hansel. Laki-laki yang memergokinya saat berada di Jembatan Pasupati, terlebih lagi mengatakan jika dirinya adalah orang yang Hansel sayangi. Entah Nohea yang salah kaprah, atau memang Hansel yang mencari kesempatan dalam kesempitan.
"Noa ... lo ke mana aja, kita cariin ke mana-mana lo gak ada," keluh Jenggala seraya dengan pergerakan tangannya yang merangkul Nohea. Gadis itu mengajak Nohea berjalan menuju ke luar area sekolah, hal yang sama pula terjadi pada Hansel.
Nohea masih belum membuka suara, matanya enggan bersitatap dengan Hansel. Bukankah mereka adalah sahabat? Hal seperti itu memang sudah biasa terjadi, bukan? Ya, tetapi kali ini keadaannya berbeda. Saking canggungnya, Nohea sampai melupakan rumor yang tersebar tentang pekerjaan mamanya yang sudah terkuak. Budaya seperti ini memang sudah biasa terjadi, yang salah ibunya tapi yang dicaci maki malah anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilu Membiru
Teen Fiction❝ Ketika dirinya menemukan teman, yang sejatinya tidak pernah menjadi teman. ❞ Perselingkuhan, pengkhianatan, dan pertikaian itu semakin menjadi-jadi. Dimulai dengan Vellyn yang diketahui telah menjadi jalang di sebuah club ternama di Kota Bandung...