CHAPTER 21 : SEMBILU

42 5 0
                                    

Bagaikan sembilu yang ditancapkan pada punggung, rasa sakit itu semakin menjalar tanpa tahu bagaimana cara menghentikan dan melepaskannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagaikan sembilu yang ditancapkan pada punggung, rasa sakit itu semakin menjalar tanpa tahu bagaimana cara menghentikan dan melepaskannya.
~~~

Masih di pengadilan agama, Vellyn merasakan sesuatu bergetar di dalam tas selempang miliknya, getaran itu berasal dari ponselnya dan menandakan ada telepon masuk. Vellyn kemudian mengambil ponsel tersebut dan melihat nama yang tertera di layar monitor tersebut, ia jelas mengenali seseorang itu, seseorang yang selalu mendukungnya dalam semua dosa yang ia lakukan.

"Halo, ada apa, Lidya?"

"Halo, Vellyn, aku ingin meminta bantuan padamu kali ini," ujar Lidya. Nada suaranya terdengar seperti seseorang yang sedang merencanakan rencana jahat.

"Bantu apa?" tanya Vellyn.

"Beberapa hari yang lalu, ada keluarga kecil yang datang ke rumahku, katanya sih mau menjodohkan anaknya dengan anakku. Aku gak kenal sama anak itu, dan tentunya enggak mau, dong, masa depan anakku jadi rusak cuma gara-gara orang kayak dia," papar Lidya menjelaskan namun belum sampai keseluruhan. Vellyn mengangguk-angguk dan masih setia mendengarkan curhatan wanita itu.

"Lalu? Kau menolak perjodohan itu?" tanya Vellyn dengan datar, meskipun sudah mulai bosan. 

"Tadinya, sih, begitu, tapi setelah dilihat-lihat ternyata dia cantik juga. Jadi aku menyetujuinya." Lidya sengaja menggantungkan perkataannya supaya membuat Vellyn menerka-nerka.

Dan tentu saja benar, wanita yang tadinya mulai bosan dengan perbincangan Lidya, kini mengerutkan keningnya. "Hah? Kenapa kau terima?" Lidya mulai menyeringai saat mendengar sahutan dari Vellyn.

"Ya, seperti yang aku katakan. Dia cantik, dan persetujuan itu hanya akan kujadikan alasan supaya aku bisa memanfaatkan kepercayaannya dan menjualnya pada pria hidung belang dari Club Rainfly," balas Lidya dengan santai tanpa dosa.

Kedua netra Vellyn terbelalak saat mendengar hal itu, sebelah tangannya bahkan menutupi mulutnya karena terkejut tidak percaya dengan apa yang dikatakan Lidya. "Ka-kau sudah gila, Lidya!? Apa semua jalang-jalang itu belum cukup?" tandasnya.

"Aduh, Vellyn … kiamat sudah dekat, dan wanita-wanita kotor itu sudah mulai bertaubat juga mensucikan diri. Bagaimana bisa aku memenuhi keinginan semua pria dengan gairah yang tinggi itu kalau semakin hari semakin sedikit jalang yang datang ke club ini. Ayolah, Vellyn … aku juga butuh pemasukan."

"Kalau begitu kenapa kau tidak berhenti saja jadi mucikari?" timpal Vellyn dengan tegas. Seakan memang tidak mau dan menolak keras membantu Lidya tentang hal itu.

Pilu MembiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang