CHAPTER 25 : SENDU

69 8 8
                                    

Bukan pergi dan menghilang, tapi memang tak pernah ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukan pergi dan menghilang, tapi memang tak pernah ada.
~~~

Sejak tadi pagi udara di buper ini memang terasa berbeda dari biasanya. Sangat sejuk, bahkan bisa dikatakan membuat bulu kuduk mereka sampai merinding. Terlebih lagi di waktu malam hari seperti ini, angin yang berkesiur seakan menusuk pori-pori seseorang yang tidur di luar tenda. Tidak sampai di situ, keanehan juga masih berlanjut tatkala tak kunjung ada wisatawan yang berkunjung ke tempat itu. Setidaknya mungkin ada satu atau dua tenda yang bertetanggaan dengan mereka, tetapi ini tidak. Benar-benar sunyi, hening, dan gelap.

Masih berlanjut pula, entah dengan alasan apa, tetapi setiap kali Hansel maupun Nohea tengah mencari kayu bakar bersama gadis itu, Jenggala suka tiba-tiba menghilang dari tempatnya, dan kembali lagi dengan alasan yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Katanya, dirinya baru saja mencari kayu bakar di tempat lain dan kemudian kembali dalam waktu yang sedikit lama, cukup masuk akal pasalnya gadis itu kembali dengan membawa beberapa kayu bakar dengan jumlah yang banyak.

Malam sudah tiba, tak peduli di kanan-kiri mereka tak ada pengunjung lain, tiga remaja itu tetap akan menikmati liburannya. Kapan lagi mereka bisa punya waktu luang untuk berkumpul seperti ini. Nohea, Hansel, dan Jenggala duduk mengelilingi api unggun beberapa meter di luar tenda. Di tangan mereka ada sosis yang ditusuk menggunakan kayu yang sudah bersih dan didekatkan pada api supaya bisa dimakan dengan matang.

Mungkin lebih terasa seperti tiga remaja yang sedang berusaha bertahan hidup di alam liar hanya dengan bermodalkan sebungkus sosis mentah. Pohon Pinus yang menjulang tinggi seakan menambahkan kesan alam liar di sana.

"Loh, mau ke mana, La?" tanya Hansel saat melihat Jenggala yang beranjak dari tempatnya.

"Tidur lah. Udah malem, gue ngantuk," pungkasnya lalu berjalan masuk ke dalam tenda. Hansel dan Nohea hanya menatap tirai tenda yang sudah tertutup dengan datar, kemudian melanjutkan aktivitas makannya lagi karena sosis milik mereka belum habis.

Hansel kini bisa melihat wajah Nohea yang ditekuk dengan jelas, lantas bertanya, "Lo kenapa, No?"

"Gapapa," jawab Nohea singkat.

"Lo gak pernah gapapa sejak perceraian orang tua lo," sanggah Hansel menimpali dengan kedua netra yang menatap ke arah langit malam meski sedikit tertutupi oleh pohon pinus.

Kepala Nohea mendongak menatap ke arah Hansel yang tidak menatapnya balik, ia kemudian kembali menundukkan kepalanya. Ternyata laki-laki ini memang peka dengan semua yang terjadi olehnya. "Enggak, Han, lo gak akan ngerti," tukas Nohea dengan suara gemetar.

"Belah mana yang gue gak ngerti?" Kepal Nohea kembali tertoleh ke arah Hansel dengan posisi kedua kaki yang ditekuk dan dipeluk oleh kedua tangan.

"Memang bener kata lo kalo kelurga gue itu harmonis, sama seperti lo dulu. Tapi dalam sebuah rumah tangga pastinya selalu ada pertikaian kecil hanya karena perbedaan pendapat, tapi entah kenapa gue selalu ngerasa takut. Gue takut kehilangan mereka, gue takut kalo pertikaian kecil itu malah semakin membesar dan berakhir di pengadilan agama atau mungkin pertumpahan darah. Mungkin emang gak separah lo, tapi gue tetep bisa ngerasain segimana depresinya lo menghadapi semua ini," papar Hansel dan kemudian menoleh ke arah Nohea yang sekarang sedang menatapnya dengan getir.

Pilu MembiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang