CHAPTER 23 : DUNGU

35 5 6
                                    

Bukan perkara jabatan ataupun materi, tetapi harga diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukan perkara jabatan ataupun materi, tetapi harga diri.
~~~

Waktu yang sama dengan tempat yang berbeda. Di sini-lah dirinya berada, gedung perusahaan besar yang dipimpin oleh Bapak Lazuardi Bramasta Weasley. Panggil saja pemimpin itu Ardi, si pria bermuka dua berumur enam puluh tahun. Sikap sok berwibawa dan dermawan, itulah yang ditunjukkannya pada publik. Di balik itu semua ada sisi gelap yang tak mereka ketahui tentang wanita-wanita yang setia melayani Ardi.

Tidak, ini tidak menceritakan tentang Ardi yang sedang bersantai di kantornya sambil berbalas pesan dengan sugar baby-nya. Ini tentang Dikdik, salah satu pegawai berusia tiga puluh tahunan yang kini tengah berlari terbirit-birit hendak menuju ke kamar kecil. Namun entah mengapa, saat Dikdik ingin mengambil rute tercepat menuju ke toilet, dirinya seakan dikendalikan oleh sesuatu yang membuat Dikdik terpaksa melewati meja beberapa atasannya.

"Aduh! Sabar, atuh, urang teh keur gawe! Lain jiga di imah ieu, mah!" cerocos Dikdik berbicara sendiri juga mengatai dirinya sendiri yang entah mengapa rasanya ingin sekali langsung mengeluarkan air seni tersebut.
(Aduh! Sabar, dong, gue itu lagi kerja! Bukan kayak di rumah ini, mah!)

Baru saja dirinya berlari sebanyak lima langkah melewati ruangan Ardi, tapi langkahnya tiba-tiba terhenti seakan-akan ada sesuatu yang menarik baginya. Pintu yang mata kuncinya kemarin dirusak oleh Nohea membuat pintu itu tidak bisa tertutup rapat. Maksudnya, kerusakan kemarin juga membuat kusennya sedikit hancur, yang menyebabkan seluruh komponen yang ada di lock case tidak bisa digunakan.

Hal seperti itu memang sudah biasa terjadi, tetapi jika perkara ini membuat Dikdik menghentikan langkahnya, berarti ada sesuatu yang tidak beres. Dikdik mengintip ke dalam ruangan Ardi dari pintu yang sedikit terbuka karena tidak bisa ditutup rapat itu. Dikdik memicingkan matanya, berusaha menilik-nilik apa yang ada di dalam sana

Matanya mendadak terbelalak saat baru menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Entah kenapa, hasrat ingin pipisnya tiba-tiba menghilang. Sesuatu yang mengendalikannya tadi seolah-olah memang ingin mengarahkannya pada ruangan Ardi yang pintunya sedikit melongo.

Di sana ada Ardi yang sedang memangku seorang gadis yang usianya jauh lebih muda darinya, Dikdik dapat melihat kemesraan yang ada antara mereka berdua. Dikdik tau gadis itu, ia adalah gadis yang sering datang ke kantor ini dan mengaku sebagai anak Ardi. Hal itu tentu saja membuat semua pegawai yang ada di sana menghargainya, sebelum akhirnya anak yang asli datang membuat kerusuhan dan berdebat dengan satpam di sana.

Dikdik buru-buru mengambil ponsel dari dalam kantung celananya, ia ingin melaporkan kejadian ini pada pihak berwenang yang ada di perusahaan besar ini. Namun ia tidak sadar jika blitz pada kamera kamera ponselnya itu menyala dan menimbulkan kilatan cahaya yang juga berhasil ditangkap oleh pandangan Ardi.

Menyadari hal itu, Dikdik segera beranjak dari tempatnya dan berlari dari tempat tersebut sebelum Ardi berhasil mengejarnya. Pria berbadan gempal yang ada di ruangan itu langsung berdiri dan membuka pintunya lebar-lebar guna melihat siapa pelaku yang berhasil memotretnya. Kepalanya celingak-celinguk, mencari seseorang yang dikiranya mencurigakan dan patut dicurigai sebagai pelaku. Namun nihil, karena pelaku sebenarnya sudah masuk ke dalam toilet.

Pilu MembiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang