CHAPTER 16 : BALU

59 10 3
                                    

Sejak dulu memang bersama, tapi aku tak pernah merasa kehadiranmu memang berguna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak dulu memang bersama, tapi aku tak pernah merasa kehadiranmu memang berguna. Kebahagiaan yang bersifat sementara, kini terpampang nyata di depan mata.

listen to the song

Tok tok tok

Suara ketukan itu terdengar dari pintu rumah seseorang yang diketuk oleh seorang pria paruh baya. Di sebelahnya ada dua orang perempuan dengan salah seorang wanita yang seumuran dengannya. Candra kemudian mengetuk kembali pintu tersebut, tapi orang di rumah itu tak kunjung membukakan pintunya.

"Pake bel atuh, Pa, meureun orangnya lagi ada di pelosok rumah," celetuk Dian mengusulkan. Candra hanya bisa menepuk jidatnya, lupa jika di sebelah pintu itu ada bel yang tentunya berguna untuk memanggil seseorang yang ada di dalam rumah.
(Meureun: mungkin)

Pintu pun akhirnya terbuka, dan langsung menampilkan wajah seorang pria paruh baya yang mereka maksud. Hamer menilik wajah Candra kemudian tersenyum simpul karena sudah tau siapa orang itu.

"Pak Candra? Proposalnya sudah selesai ya?" tanya Hamer, mengira jika maksud kedatangan Candra adalah untuk membicarakan soal pekerjaannya.

"Emm ... ekhem, bukan, Pak." Dahi Hamer seketika berkerut, bola matanya tergerak melirik ke arah dua orang di belakang Candra yang sepertinya adalah anak dan istrinya.

Hamer pun tersentak, kemudian menyeru, "Eh, ada apa ini teh rame-rame gini?" Deandra maju selangkah ke samping papanya, lantas menyalami Hamer dan mencium punggung tangan pria itu.

"Deandra, Om," ucapnya.

"Begini, Pak Hamer, maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk membicarakan sesuatu yang penting sekali pada Bapak dan keluarga," jelas Candra memberitahu maksudnya, tapi belum sampai ke inti permasalahan tentang perjodohan anaknya dengan anak Hamer.

"Oh kalau begitu, mari-mari silakan masuk dulu, Pak, Bu, Nak ... siapa tadi? Deana?"

"Deandra, Om," ujar Deandra meralat, berusaha memasang senyumannya walau nyatanya hanya terpaksa. Dalam hatinya ia sangat kesal saat seseorang salah menyebut namanya.

Candra, Dian, serta Deandra pun diizinkan masuk ke dalam rumah itu. Tidak semewah rumah Nohea memang, tapi status sosial mereka berdua hampir sama. Sama-sama seorang pengusaha yang berkecimpung di dunia bisnis. Candra serta anak dan istrinya dipersilakan duduk di sofa khusus tamu, begitu juga dengan Hamer yang langsung memanggil istrinya untuk ikut mengobrol bersama mereka.

"Mau ngomongin apa ya, Pak Candra? Kok, kelihatannya sangat penting?" tanya Hamer penasaran.

"Kami ingin menjodohkan putri kami dengan putra Bapak dan Ibu."

Pilu MembiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang