[27 — Kanada]
——————————
Seorang pemuda yang tengah bersandar di sofa kamar hotelnya setelah bekerja seharian penuh di depan laptop miliknya. Sedang mencoba dan berusaha membuat semuanya berjalan seperti sedia kala namun usahanya menghasilkan nihil.
Menatap pemandangan kota kelahirannya yang sudah lama sekali tak ia kunjungi—selain karena bisnis. Rindu sekali ia berada disini. Teringat momen-momen kebersamaan dengan keluarga kecilnya yang berakhir ia sendirian—tak punya keluarga lagi.
Ah, Mark Lee. Diri mu sangat mengenaskan.
Sampai detik ini dirinya hanya selalu membebankan pikirannya sendiri. Dari masalah perusahaan yang tak kunjung membaik, bahkan hingga perjanjian bodoh yang sampai kini belum ia pilih. Mengapa harus ia pilih, memang nya manusia itu siapa yang bisa mengatur segala takdirnya?
Hanya Tuhan yang ia percaya saat ini. Mark Lee percaya akan adanya rencana Tuhan. Takdir Tuhan yang akan memperbaiki semuanya, yang akan membantu dirinya keluar dari ketidaknyamanan ini.
Menjalankan perusahaan tertutup tidak semudah menjalankan perusahaan lainnya. Seorang CEO yang menutup identitas dirinya dengan identitas palsu. Bahkan ternyata hal itu berakibat fatal seperti saat ini.
Rasanya sangat tidak nyaman hidup dengan lingkungan yang selalu bersaing, bahkan saling memperebutkan satu sama lain tanpa memandang orang tersebut. Tak tau terimakasih, tak tau balas budi, yang hanya mementingkan keegoisan masing-masing untuk mendapat paling teratas. Ingin sekali Mark untuk keluar dari lingkungan ini. Namun hal itu tak bisa akibat tanggung jawab yang harus ia janjikan terhadap mendiang Ibunya.
Kringg...
"Halo?"
"Mark, lo—"
"Gue udah di Kanada. Ada apa?" Ucap Mark memotong pembicaraan lawannya.
Helaan napas terdengar samar-samar dari speaker telepon yang ia dekatkan di telinga. "Gue kira lo masih di Indo."
"Minggu depan jadwal lo untuk rapat di pemegang saham Lee Group." Sambungnya memberi tahu jadwal Mark.
"Buat apa gue dateng kalo itu cuman kebohongan semata."
"Mark.."
Mark terkekeh mendengar suara datar yang terdengar akan mulai marah. "Hahaha, just kidding sist."
"Gak enak ya punya perusahaan yang tertutup." Sambungnya.
"Mark.. ini juga warisan dari mendiang Buna. Lo harusnya—"
"Iya, I know ka rene. But, i'm tired. How long are we like this?" Jujur Mark sangat-sangat tertekan bahkan lelah dengan keadaan seperti ini.
"Until you are okay." Jawab Irene.
Mark mengernyit heran. "I can't be okay, sorry."
"Mark.."
Panggilan itu membuat Mark terkekeh lagi. "Hahaha, it just a joke."
"But it isn't a joke, mr. Mark." Ujar Irene dengan penekanan setiap katanya.
"Sorry—"
"I feel you. Tapi lo harus bisa jalanin ini semua, Mark. Ini demi lo sendiri." Irene juga lelah dengan sikap Mark yang terkadang kurang dewasa. Memang ini menyakitkan bahkan melelahkan—sangat. Namun mau tak mau dirinya harus menjalankan ini semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Home | MarkHyuck ✓
Fanfiction"Kamu itu bagaikan rumah aku , tempat paling nyaman dari segala tempat" - Mark Lee ❗harsh word everywhere❗ BXB HIGHEST RANK : #1 in fanfictionnct #2 in markhyuck ©230121-lovanara