32

1K 118 15
                                    

[32 - broke up]

————————————


"HAECHAN!"

"ANJAY GURINJAY MARINJAY AHIRNYA DATENG JUGA LO!"

"KETUA KITA DATENG BRO!"

"Asiapp! Apa kabs bre?"

"Dari mane aja lu kaga nongol?"

Beberapa pertanyaan dan seruan terlontarkan setelah Haechan memasuki rumah Chenle. Semuanya sudah menunggu kedatangan manusia ini sejak satu minggu. Bahkan mereka juga baru dapat kabar dari Haechan semalam.

Haechan hanya tersenyum simpul dan bertos ria dengan teman-temannya yang sepertinya sudah merindukannya sejak lama.

"Pada kangen ya lo pada sama gue?" Malah pertanyaan yang dilontarkan balik oleh Haechan. Ia tertawa kecil setelah mendapati beberapa tatapan sinis dari teman-temannya.

"Najis," celetuk Renjun.

Tiba-tiba Chenle mengacungkan tangannya. "Serius gue ga muna. Gue kangen, Chan."

Semuanya tertawa. "Tumben lo gini." Celetuk Jisung.

"Lo pada ga ngerasain sepi sunyi kaga ada Haechan?" Chenle menatap teman-temannya satu-persatu.

Haechan semakin tertawa. "Udah-udah. Kan gue udah disini sekarang."

"Dari mana? Tumben rapi wangi begini?" Tanya Jaemin yang duduk tepat disamping Haechan.

Haechan terdiam sebentar. Menampilkan senyum yang sedikit terpaksa. "Dari rumah Mark."

"Mark udah di Indo?" Tanya Jeno yang sedikit kaget.

Haechan mengangguk kepalanya pelan, "iya."

"Lo ngapain kesana?" Tanya Jisung dengan suara yang memelan lantaran ia takut salah bicara.

"Putus."

Sudah jelas jawaban itu membuat kelima temannya melotot terbelanga. "S-serius Chan?"

Masih dengan ekspresi sama, kali ini Haechan berusaha tegar. "Iya."

"Kenapa?" Tanya Jaemin dengan santai.

Haechan menoleh ke arah Jaemin. "Gue kira kalian semua mungkin udah paham."


















Detak jantung Haechan menjadi berdetak sangat kencang setelah mengirim pesan ia akan pergi kerumah Mark. Hingga ia sampai di parkiran apartement Mark detak jantungnya malah berdegup semakin kencang.

Dalam hati ia sudah berdoa agar ia selamat sampai pulang. Dan ia juga sudah bersiap sedia jika nyawa nya akan berakhir pada hari ini juga, ia sudah menyiapkan sebuah surat di atas meja kamarnya sebagai surat terakhir dalam hidupnya.

Tangannya sudah pasti tremor. Namun ia paksakan untuk tidak terlalu berlebihan kali ini. Ia harus fokus dengan tujuannya. Dengan berjalan sangat-sangat pelan akhirnya Haechan sampai di depan sebuah kamar yang berangka 1999 di atasnya.

Ding dong!

Dengan perlahan pula Haechan menekan belnya. Hatinya semakin berdetak dengan kencang.

Tuhan, kalo gue mati hari ini tolong jagain orang-orang yang gue sayang.

Begitulah ucapannya dalam hati dengan badan yang bergetar.

My Home | MarkHyuck ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang