[36 — akhirnya bales chat]
————————
"Chan, sorry. Maafin napa."
Haechan masih terdiam sambil duduk di pinggir kasur dan menatap ke arah lantai. Renjun yang datang tiba-tiba sebenarnya sudah melihat semuanya. Ralat, ia mendengar mulai dari pertengkaran Haechan dengan Ayahnya. Dan hal ini yang membuat Haechan sedikit marah.
"Aduh, Chan. Lo garang amat dah kalo kayak gini." Cibir Renjun lagi yang hanya berdiri di samping Haechan.
"Lo ngapain kesini gue tanya." Ujar Haechan mengulang ucapan sebelumnya.
"Em—anu, gue... Khawatir aja sama lo, Chan. Pengen tau kabar lo." Jawab Renjun dengan gelagapan.
"Bukannya bisa chat atau telfon dulu?" Tanya Haechan yang akhirnya mendongak dan menatap Renjun. Padahal wajah dan tatapan-nya biasa saja namun bagi Renjun itu adalah tatapan yang mengerikan.
Renjun berdecak kesal, "gimana gue gak langsung kesini, chat gue aja gak lo baca bahkan gak lo bales."
Haechan menurunkan tatapan-nya dan menatap ke segala arah. "Oh iya." Ucapnya sambil berbisik.
"Oh iya oh iya." Ejek Renjun yang merasa sedikit lega. Lalu ia duduk di samping Haechan karena pegel. "Salah lo sendiri juga kan kaga bales chat gue. Siapa yang gak khawatir coba."
"Tapi," Haechan menoleh ke arah Renjun dan sedikit memiringkan badannya. "Jangan kasih tau siapa-siapa soal tadi."
Renjun mengangguk pelan, "Iya. Siap. Gue bakalan tutup mulut."
Haechan tersenyum simpul, "good."
"Tapi sampe kapan?" Tanya Renjun sambil mengernyitkan dahinya.
"Sampe..." Haechan berpikir sebentar. "Sampe gue siap buat cerita ke yang lain."
Renjun menghela napasnya pelan. Lalu tangan-nya terangkat untuk mengelus bahu temannya itu. "Chan. Mau lo cerita sekarang atau pun nanti, kita semua bakalan ngertiin lo, Chan. Lo gak perlu takut, gue maupun yang lain pasti akan selalu bantu Lo sekalipun lo gak minta. Jangan sungkan untuk minta bantuan. Gue tau lo gak akan kuat untuk bertahan sendirian di posisi kayak gini. Ada gue. Ada yang lain juga yang pasti akan bantu lo setiap saat, Chan."
Perkataan Renjun sempat membuat Haechan mendadak ingin menumpahkan air matanya lagi. Namun kali ini ia tidak akan terlihat lemah di hadapan temannya. "Thanks, Jun. Tapi untuk saat ini gue yakin gue masih bisa. Gue juga pasti bakalan minta bantuan kalo gue udah ngerasa gak sanggup."
Kedua sudut bibir Renjun menaik dan membentuk senyuman, "semangat. Gue yakin gak mudah untuk ngejalanin ini semua."
"Thanks."
"Jangan lupa baca dan bales chat biar orang-orang gak makin khawatir sama lo." Kata Renjun sebelum ia pergi dari rumah Haechan untuk pulang. Kedatangan Renjun hanya sebentar karena ia tau Haechan pasti sedang tidak baik-baik saja setelah pertengkaran tadi sore dengan Ayahnya.
Haechan duduk di balkon kamar nya sambil menatap langit malam hari. Menghirup udara segar malam sambil sesekali meneguk soda kaleng yang sempat ia beli sebelumnya.
Haechan berpikir kenapa dunia sangat jahat kepadanya. Orang-orang yang ia sayangi bahkan ia cintai, selalu menjadi orang yang terburuk dan terjahat baginya.
Namun disisi lain ia juga bersyukur masih memiliki beberapa orang disekitar nya yang peduli dengan dirinya.
Haechan berharap dan juga berdoa kepada Tuhan untuk segera menyelesaikan semuanya dan bisa kembali menjalankan aktivitas normal seperti sebelumnya—maksudnya tanpa ada masalah-masalah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Home | MarkHyuck ✓
Fanfiction"Kamu itu bagaikan rumah aku , tempat paling nyaman dari segala tempat" - Mark Lee ❗harsh word everywhere❗ BXB HIGHEST RANK : #1 in fanfictionnct #2 in markhyuck ©230121-lovanara