DENGAN telaten Fitri menyuapi kakaknya yang sekarang sudah tak bisa apa-apa. Jangankan bekerja, bergerak saja sulit karena beberapa bagian tubuhnya mengalami lumpuh permanen akibat kecelakaan lima tahun lalu.
Yaa, tidak terasa sudah selama itu ternyata. Waktu berjalan diam-diam tanpa disadari manusia.
"Maafin Abang yaa Pit. Nyusahin kamu tiap hari..." Ucap Dani menatap sendu adiknya. Setiap pagi, kalimat pendek dan menyayat hati itulah yang selalu dikatakan kakaknya. Maaf, maaf, dan maaf.
"Bang Dani stop ngomong gitu terus. Pipit kan adeknya Bang Dani. Lagian Pipit nggak punya siapa-siapa lagi selain Bang Dani. Pipit akan ngelakuin apa aja asal Bang Dani sehat dan kita sama-sama terus." Sahut Fitri seraya menyuapkan suapan terakhir untuk Dani.
"Kamu nggak terima lamarannya Pak Arga kan?" Tanya Dani lagi kali ini dengan sorot mata cemas.
Fitri terdiam lalu berdiri, menyerahkan dengan pelan segelas air ke jemari kiri Dani.
Setelah itu ia berlalu ke dapur.
Didepan wastafel, berkali-kali ia menarik nafas, meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia sudah dewasa dan bisa memutuskan apa-apa yang harus dilakukan dalam hidupnya. Yang pasti, selalu ada alasan yang jelas dibaliknya.
Kembali ke kamar, mengenakan jilbabnya dan jaz abu-abu, Fitri pamit berangkat kerja. Sebulan ini ia bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan.
Ragu, sedikit terpaksa, tapi inilah hidup. Fitri menatap gedung belasan tingkat didepannya, lalu melangkah pelan memasuki gerbang itu.
Saat memasuki lobi, langkahnya menjadi terburu-buru ketika sebuah mobil fortuner hitam memasuki parkiran kantor.
Lekas menekan tombol lift naik, Fitri terbelalak ketika dari luar ada orang lain yang membukanya duluan.
Ia mengelus dada ketika yang memasukinya adalah seorang wanita berseragam hampir sama dengannya.
Sampai dilantai yang dituju, Fitri mengangguk sopan pada beberapa pegawai senior diruangannya.
Seperti gayung tak bersambut, Fitri mencoba menahan dirinya yang malah ditatap sinis oleh orang-orang disana. Sejak seminggu yang lalu, saat seorang karyawan melihatnya diantar pulang oleh Pak Argantara, Direktur tetap perusahaan.
"Cantik, masih muda, penampilannya muslimah, tapi kok mau diantar pulang sama Pak Arga."
"Jadi katanya si Ima waktu itu beneran? Nggak salah liat?"
"Beneran. Dua kali lagi."
"Nggak nyangka yaah?"
"Jaman sekarang susah kalau nilai orang cuma dari penampilannya."
"Syut udah... Gosipin orang dosa lohh. Pahalanya kalian lari semua ke Fitri."
"Liat aja gimana akhirnya. Dulu kan si Bulan kayak gitu juga. Awalnya pulang bareng, eh ternyata nggak lama jadi istri ketiga."
"Dah lah! Kerja-kerja!"
Jika saja mencari pekerjaan itu gampang, Fitri memilih berhenti dan mencari pekerjaan ditempat lain. Toh yang pasti, diluar sana, atau didalam perusahaan ini ada beberapa pegawai yang juga mengalami hal yang sama dengannya. Tidak disukai rekan kerja, itu hal biasa dalam dunia perusahaan. Bahkan terkadang yang terlihat kawan akrab, sebenarnya sedang saling menjatuhkan untuk naik jabatan.
Fitri yang sedang menyelesaikan laporan administrasi terhenyak ketika ponselnya berdering.
Lebih tak menyangka lagi ketika melihat nama yang tertera di layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kita Bertemu Kembali [✔]
EspiritualTidak ada hati yang bisa berdusta. Kalaupun ada, itu karena dipaksa pemiliknya. Ini kisahnya Malik Arham, laki-laki tampan dan sukses yang tak juga menemukan belahan jiwa diusianya yang hampir kepala tiga. Awalnya itu bukan masalah, namun setelah...