TAK terasa, sebulan sudah ia bekerja. Gaji cleaning service disini sama rata yaitu tiga juta. Itu berarti, ia mendapatkan separuh gajinya, karena harus dipotong lima puluh persen untuk melunasi hutangnya pada Malik. Setidaknya, cara menagih seperti ini lebih baik daripada ketika ia berhutang pada Pak Arga yang meminta ganti dengan penjara atau menikah dengannya.
Mengingat beras dikontrakannya hampir habis, Fitri membuka amplop berisi uang gajinya tersebut didalam taksi.
Beberapa detik ia terdiam ketika melihat uang diamplop itu jauh lebih banyak dari yang dihitungnya. Seharusnya gajinya itu satu juta lima ratus, tapi ini...
Fitri menghitung uang diamplop itu tanpa bersuara. Jumlahnya ada dua juta lima ratus lima puluh, berarti upahnya sudah dipotong, hanya saja bukan lima puluh persen.
Takut salah, Fitri mengatakan kepada supir taksi agar langsung menuju rumahnya, bukan supermarket tempat ia biasa berbelanja.
Sampai di rumah lagi-lagi ia dibuat terkejut karena mencium aroma Mie instan.
Siapa yang masak? Tidak mungkin Bang Dani, karena tangan kanannya masih sangat sulit untuk digerakan.
Mengucap salam beberapa kali dan tak ada yang menyahuti, Fitri membuka pintu rumahnya yang memang tidak pernah di kunci Dani. Melangkah menuju dapur dengan langkah perlahan, Fitri tak percaya ketika melihat kalau memang kakaknya yang sedang memasak mie itu.
"Bang Dani?!" Panggil Fitri seraya berjalan mendekat masih dengan pandangan terkesima.
"Eh Pit... Udah balik?"
"Bang Dani udah bisa...?" Tanya Fitri sambil meliuk-liukan lengannya.
"Bisa. Tapi pelan-pelan. Kan tiap hari Abang coba gerakin terus biar terbiasa." Sahut Dani lalu menjalankan kursi roda yang didudukinya ke ruang tamu.
Rumah yang dikontrak Fitri bisa dibilang biasa saja. Tidak ada meja makan, sehingga ketika makan Fitri membawanya ke ruang tamu yang kebetulan ada sofa. Lagipula, dengan kondisi kakaknya yang tidak tahan berdiri dan duduk terlalu lama, rasanya sulit jika mereka memilih makan didapur dengan melantai.
"Gimana kalau besok kita ke rumah sakit Bang? Periksa, siapa tahu kalau misalnya sambil dikasih obat, pasti sembuhnya lebih cepet." Saran Fitri sambil menyuap mie yang dibuat Dani.
"Nggak usah... Nanti ujung-ujungnya kalau ke rumah sakit disuruh ini itu, keluar uang banyak. Kamu liat kan? Waktu itu kamu maksa Abang terapi, buktinya apa? Malah kita harus bayar uang ratusan juta terus kamu kena imbasnya." Tolak Dani. "Udahlah... Abang latihan sendiri aja. Buktinya sekarang udah bisa masak mie kan?" Tambahnya lagi meyakinkan Fitri.
"Ya udah deh kalau Bang Dani maunya gitu..." Kata Fitri seraya berlalu.
_______________
"Kamu potong gajinya Fitri kan?" Tanya Mira ketika Malik ingin pamit berangkat ke kantor.
"Anak mau berangkat kok ditanyain soal potongan gaji karyawannya." Tegur Anwar yang juga ada disitu.
"Mama cuma mau mastiin. Lagian Ayah akhir-akhir ini jadi sering ngomentarin mama macem-macem. Bingung deh jadinya." Sahut Mira dengan ekspresi kesal.
"Bukan ngomentarin... Tapi ngasih tahu..."
"Yahh sama aja."
Malik yang melihat ayah dan ibunya malah bertengkar langsung pamit dan berlalu ke bagasi.
Sekitar sepuluh menit, ia sampai di kantor. Sebagai pimpinan, Malik terbilang rajin karena ia datang ke kantor bersamaan dengan para resepsionis, sekretaris bahkan cleaning service.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kita Bertemu Kembali [✔]
SpiritualeTidak ada hati yang bisa berdusta. Kalaupun ada, itu karena dipaksa pemiliknya. Ini kisahnya Malik Arham, laki-laki tampan dan sukses yang tak juga menemukan belahan jiwa diusianya yang hampir kepala tiga. Awalnya itu bukan masalah, namun setelah...