MALIK menatap wajah Mira sendu. Ada perasaan bersalah yang teramat pada perempuan itu meskipun ia kadang kesal juga terlalu diatur ini-itu.
"Maafin aku yaa Maa. Waktu itu aku bilang iya supaya mama nggak ngomel-ngomel lagi. Aku nggak ada niatan mau bohongin mama." Ucap Malik untuk ketiga kalinya karena Mira tak menyahut. "Aku udah mikirin semuanya. Dan aku sudah yakin buat lamar Tiara secara resmi. Aku udah tanya sama Nabila alamat rumahnya. Kebetulan Tiara sekarang lagi dirumah orang tuanya." Lanjut Malik. Kali ini Mira baru menoleh meski belum bersuara.
"Kamu kira perasaan perempuan itu mainan? Mama nggak yakin Tiara mau! Kalaupun mama yang jadi Tiara, mama itu sakit hati sama kelakuan kamu!" Omel Mira.
"Mama bahkan sampai sekarang malu mau nelfon Tiara. Mama malu sama dia gara-gara kelakuan kamu!" Tambah Mira mengeluarkan isi hatinya yang mungkin selama ini ditahan untuk tak mengeluarkannya didepan Malik.Malik terdiam dan menelan liur berulang kali. Ia bahkan tak pernah lagi menghubungi Tiara.
Tapi beberapa hari ini, Malik semakin lelah saja karena rasa bersalahnya pada dua perempuan sekaligus. Yaitu Mira dan Tiara. Yaah, meskipun untuk Tiara Malik sejak awal sudah jujur sejak awal tentang perasaannya. Tapi perempuan itu terus datang untuk meyakinkan perasaannya yang samasekali tak tergerak.
"Malik akan usahain buat yakinin Tiara Maa. Malik janji nggak akan bikin Mama kecewa lagi. Asal mama mau maafin aku dan nggak kayak gini..." Kata Malik lagi.
Mira menatapnya dengan wajah tak bersahabat.
"Kali ini mama mau kamu bersikap dewasa. Penuhi apa yang sudah kamu kamu katakan."
Malik mengangguk dan yakin kalau keputusannya saat ini benar. Apalagi jika berhubungan dengan orang tua, mungkin ini sudah bagian dari takdir Tuhan, meski jelas ragu masih menyertai.
___________
"Kenapa nggak outdoor aja. Pagar rumahnya dibongkar dua-duanya. Nanti kalau ada yang mau lewat kan bisa muter lewat sana." Ucap Tiara mengeluarkan ide dikepalanya. Belum apa-apa ia sudah membayangkan acaranya.
"Bisa sih... Tapi kalau hujan?"
"Yaah atasnya pakai yang kaya atap gitu. Ada kan yang biasanya didepan toko-toko. Tapi kita pesennya yang putih transparan biar bisa nembus langit gitu pas noleh ke atas hehehe..." Jawab Tiara tertawa sendiri lalu mendongak ke langit. Membayangkan acara itu berjalan dengan yang ada diimajinasinya.
"Bagus sih... Tapi kalau nggak kayak gitu nggak papa kan? Masa cuma gara-gara acaranya nggak sesuai imajinasi kita nggak jadi..." Kata Yudha tak meneruskan ucapannya.
Tiara menoleh cepat, tersenyum tipis sedikit malu. Siapa sangka, awalnya karena tak enak, lalu menghabiskan waktu bersama, akhirnya Tiara sadar ia akan bahagia bersama Yudha. Apalagi mereka sudah bisa saling menerima karena sudah belasan tahun menghabiskan waktu bersama.
"Oh iya Ra... Aku kapan yaa ke rumah kamu?" Tanya Yudha yang langsung membuat Tiara menatapnya bingung.
"Apaan sih Yud? Ini kamu lagi duduk diterasnya siapa?" Sahut Tiara tak mengerti.
"Bukan... Maksud aku datang ke sini sama Umi buat ngelamar kamu hehehe..." Jelas Yudha sambil tertawa pelan. Malu, bahagia, juga lucu bercampur menjadi satu kesatuan yang membuat perut keduanya seperti digelitik.
"Ngapain pakai acara lamaran coba. Aku udah kasih tahu mama sama papa kok. Kata mereka iya. Malah bagus, kita tetanggaan juga. Kata mama, jadi kalau punya cucu. Pakai jadwal tidur. Malam ini dirumah aku, besoknya rumah kamu biar adil hehehe." Cerita Tiara lalu keduanya terkekeh untuk menutupi rasa malu yang naik ke kepala. Tiara maupun Yudha sama-sama mengusap wajah, merasakan sensasi hangat dipipi keduanya. Sayangnya yang bersemu hanya Tiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kita Bertemu Kembali [✔]
EspiritualTidak ada hati yang bisa berdusta. Kalaupun ada, itu karena dipaksa pemiliknya. Ini kisahnya Malik Arham, laki-laki tampan dan sukses yang tak juga menemukan belahan jiwa diusianya yang hampir kepala tiga. Awalnya itu bukan masalah, namun setelah...