Langkah Tiara tertahan mendengar ucapan Malik.
"Kamu masih bertahan disaat saya sudah jujur saya nggak punya perasaan apa-apa ke kamu?"
Tak berbalik, menarik nafas sehalus mungkin, Tiara menggeleng lalu berlalu keluar ruangan itu. Sampai sekarang, tante Mira ibunya Malik memang masih sering sengaja membuat barang Malik tertinggal, lalu meminta tolong Tiara untuk mengantar agar keduanya semakin dekat.
Didalam lift, Tiara hampir menekan angka empat sebelum akhirnya menggelengkan kepala lalu memilih agar segera pulang saja.
Tapi faktanya, dilantai satu ia menelan liur belasan kali melihat Fitri ada didekat pintu membersihkan kaca.
Lewat tanpa menyapa, Tiara tahu perempuan itu sedang memandanginya.
______________
Sepeninggal Tiara, Malik memejamkan matanya sambil memijat-mijat pelipis pelan. Ia tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan ketidaksetujuan ini. Semakin lama, akan semakin banyak yang dipersiapkan ibunya.
Jatuh cinta kilat? Memang bisa?
Mencoba mengingat beberapa wajah cantik rekan kerjanya, Malik geleng-geleng kepala sendiri karena merasa menurutnya semua perempuan itu sama, hanya sebatas teman kerjanya.
Kembali membuka laptop untuk mempersibuk pikiran, ia malah kembali memikirkan nasihat ayahnya beberapa hari lalu. Ingin rasanya ia menolak, tapi setiap melihat Mira, keinginannya itu kabur begitu saja. Selalu timbul pikiran untuk menunggu waktu yang tepat. Padahal kapanpun ia mengatakan itu, pasti ada akibat yang akan di dapatkan.
Hingga jam makan siang tiba, tak ada yang dilakukannya sejak tadi selain memikirkan hal yang tak berujung dan bingung cara menyelesaikannya.
Keluar untuk makan siang, didepan pintu masuk ia berpapasan dengan Fitri yang membawa satu plastik minuman yang mungkin dibelinya diwarung sekitar kantor.
"Pak..." Sapanya duluan seraya membungkuk.
Malik menganggukan kepala dengan langkah tetap berlalu. Jujur saja, jika bisa memilih, ia ingin tidak pernah bertemu Fitri lagi, daripada harus seperti ini. Setiap berpapasan, setiap perempuan itu membungkuk sopan dan menyapanya 'Pak', ada hal menggelitik disana. Mereka dulu teman dekat, meski sudah terlewat beberapa tahun tanpa sapa, masa-masa kuliah dulu tidak semudah membakar kertas menjadi abu untuk menghilangkannya.
Dia kecewa dan menjadi seperti ini bukan karena dulu Fitri tak membalas perasaannya. Malik tahu betul sangat sulit mengatur hati sendiri dalam hal cinta ataupun kagum. Tidak semua orang yang memiliki kelebihan kita kagumi, tidak semua orang yang menarik membuat kita tertarik, hati kita tahu mana yang harus dipilih.
Dalam kehidupan ada beragam alasan yang terbentuk karena keadaan atau hanya kepura-puraan. Semua hal memerlukan alasan yang jelas, tak berbatas, juga lugas.
Jika ditanya, kekecewaan Malik pada Fitri ialah ketika perempuan itu tidak percaya Kholil dan Nabila sudah menikah. Lalu membuat gosip-gosip tak benar hanya karena cemburu juga gesekan dari teman-temannya yang sama tak percaya.
Malik sendiri waktu itu mungkin juga sempat tak percaya jika saja ia sebelumnya tidak pernah mengenal Nabila. Anak itu memang berpenampilan seperti mahasiswa pada umumnya, mendapat suntikan agama yang kurang dari orang tua ataupun teman dan lingkungan sekitarnya.
Tapi setelah tahu sifat, karakter, ia paham kenapa Kholil berani mengambil resiko menikahinya. Didunia ini tidak ada yang abadi. Seseorang yang baik ada kalanya menjadi jahat karena sesuatu, begitu orang jahat, ada saatnya ia sadar kalau menjadi baik adalah pilihan yang paling benar di muka bumi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kita Bertemu Kembali [✔]
EspiritualTidak ada hati yang bisa berdusta. Kalaupun ada, itu karena dipaksa pemiliknya. Ini kisahnya Malik Arham, laki-laki tampan dan sukses yang tak juga menemukan belahan jiwa diusianya yang hampir kepala tiga. Awalnya itu bukan masalah, namun setelah...