KALAU saja Bi Nani tidak menelfon, Nabila tidak akan tahu kalau dua sahabatnya saat ini tengah dirawat karena kecelakaan dua hari lalu.
Sekarang Nabila rusuh sendiri karena keduanya tidak bisa dihubungi. Entah karena ponsel mereka rusak, atau keduanya memang belum siuman. Bi Nani hanya bilang kalau Yudha sempat masuk IGD karena kehilangan banyak darah.
"Tapi kalau kita pulang kesana... Sekolah Athaya gimana? Dikantor juga akhir-akhir aku sibuk banget karena baru aja naik jabatan." Kata Kholil ikut khawatir. Ia kasian pada Tiara dan Yudha, tapi melihat istrinya panik itu membuatnya sedikit takut.
"Yaah terus gimana?" Kata Nabila yang tidak tahu juga harus bagaimana. Saat ini tidak ada siapapun yang bisa dihubungi, Bi Nani hanya tahu sedikit tentang bagaimana Yudha dan Tiara sekarang.
"Kita do'ain aja yaa mereka baik-baik aja. Udah... Sekarang kamu nggak usah mikir macam-macam." Hibur Kholil sambil mengusap-ngusap pundak Nabila untuk menenangkannya.
"Tapi nanti kita kesana yaa? Kan udah lama juga nggak nengokin rumah..." Pinta Nabila.
Kholil mengangguk lalu merangkul Nabila, istrinya itu masih gelisah ternyata. "Sekarang kamu siap-siap yaa, aku mau liatin Athaya dikamar..." Kata Kholil lagi. Nabila mengangguk, Kholil membantunya berdiri.
Didalam kamar, Athaya sudah yang sudah selesai memasang kaos kaki keluar kamar ketika Kholil sudah berdiri didepan pintu.
"Tante Tiara kenapa Pa?" Tanyanya. Rupanya Athaya mendengarkan perbincangannya dengan Nabila sejak tadi. Kadang Kholil takut anaknya ini kurang mau bersosialisasi karena masa kecilnya yang dihabiskannya dirumah, bukan bermain dengan anak-anak seumurannya. Nabila bilang, Athaya juga lebih suka bermain sendiri dirumah. Tidak berlarian kesana kemari atau berteriak-teriak seperti anak TK lainnya.
"Tante Tiara sama Om Yudha kecelakaan. Do'ain yaa biar cepet sembuh..." Sahut Kholil.
"Kenapa kita nggak jengukin?"
Kholil garuk kepala karena Athaya anaknya ini diam-diam tapi suka bertanya.
"Kan kamu mau sekolah, papa juga mau kerja."
"Hari minggu kan libur." Jawab Athaya cerdas. Kadang Kholil curiga nanti besarnya Athaya ini sejenis Malik. Cerdas, pendiam, dan memiliki sedikit teman dan penurut pada orang tua tentunya.
"Yaah tapi kan rumahnya jauh. Nanti aja kapan-kapan aja yaa kesananya. Yuk kesana pakai sepatu. Itu buku sama pensil, penghapus, udah ada didalam tas kan?"
Athaya mengangguk lalu berjalan pelan sambil menggenggam telunjuk Kholil. Nabila yang sudah memakai jilbab keluar kamar. Kholil sedikit khawatir juga kasihan jika Nabila yang menunggui Athaya di sekolah tiap hari. Apalagi beberapa hari lagi usia kandungannya memasuki tujuh bulan.
"Kalau misalnya aku cari babysitter aja nggak papa kan?" Tanya Kholil ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil.
"Buat?"
"Kan kandungan kamu bentar lagi tujuh bulan. Masa masih ngurus Athaya juga."
Nabila terdiam. Dulu ketika hamil Athaya dia ingin menyewa dua babysitter sekaligus untuk membantunya yang benar-benar tidak tahu menahu cara mengurus bayi. Tapi Kholil dan ayahnya bilang itu akan membuat pahalanya agak berkurang sebagai ibu dan istri. Jadilah Nabila harus belajar dari nol mengurus anak Bayi. Meski sebelumnya, hampir sebulan Kholil lah yang memandikan dan membersihkan kotoran Athaya.
Waktu itu biaya mereka sepenuhnya memang masih dari orang tua, jadi bukan masalah kalau Kholil tidak kemana-mana dan dirumah saja. Tapi sekarang sudah jauh berbeda. Meski bukan masalah ia minta uang pada orang tua, rasanya malu saja sudah menjadi orang tua minta uang sama orang tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kita Bertemu Kembali [✔]
EspiritualTidak ada hati yang bisa berdusta. Kalaupun ada, itu karena dipaksa pemiliknya. Ini kisahnya Malik Arham, laki-laki tampan dan sukses yang tak juga menemukan belahan jiwa diusianya yang hampir kepala tiga. Awalnya itu bukan masalah, namun setelah...