JUJUR Fitri ragu berangkat ke kantor hari ini. Sejak semalam, Malik juga tak ada memberinya kabar samasekali.
"Nggak berangkat? Udah jam tujuh lebih?" Tegur Dani. Fitri tengah termenung diteras rumah sambil memasang sepatunya.
Terkesiap, Fitri menoleh dan lekas berdiri.
"Ini mau berangkat Kak..." Sahut Fitri lalu salim dan lekas berlalu. Tepat saat keluar gang rumahnya, motor gojek yang dipesannya datang.
Disepanjang perjalanan, Fitri terus berpikir apa yang akan terjadi padanya hari ini. Yang ia yakinkan pada dirinya sendiri, apapun yang terjadi, ia akan menghadapinya sendirian tanpa melibatkan siapapun termasuk kakaknya yang sekarang sudah mulai bisa berjalan tanpa kursi roda.
Beberapa menit kemudian, tak terasa motor yang ditumpanginya itu tiba didepan kantor Malik. Fitri termenung beberapa detik menatap gedung didepannya setelah si tukang gojek berlalu. Melangkah pelan, ia mengangguk ketika satpam yang berjaga menegurnya.
Masuk ke lobi, Fitri tak bisa bersuara ketika beberapa orang menegurnya. Ia hanya berjalan dengan pikiran kemana-mana, dan mengangguk pelan ketika disapa.
Sampai dilantai sepuluh, ia melangkah ragu ketika pintu terbuka. Berjalan pelan menuju mejanya, bukan untuk bekerja, tapi ijin berhenti pada Malik.
Soal hutang, tentu ia akan tetap membayarnya dan akan segera mencari pekerjaan apapun yang bisa ia lakukan dan halal.
Hampir lima belas menit menunggu, Fitri menatap layar ponselnya berulang kali. Malik tak juga lewat. Padahal biasanya laki-laki itu berangkat antara jam setengah delapan sampai jam delapan.
Berdiri, Fitri memejamkan mata sambil menarik nafas berkali-kali. Mau tak mau ia harus menghubungi laki-laki itu. Bagaimanapun tak sopan, sudah ditolong bekerja, lalu keluar begitu saja.
Menelan liur dalam, Fitri tercekat sendiri ketika telfonnya tersambung.
Hampir semenit ia tak bersuara dan berharap Malik yang berbicara duluan. Tapi laki-laki itu tak kunjung bersuara juga.
"Assalamualaikum..." Kata Fitri akhirnya lebih dulu mengucap salam.
"Waalaikumsalam Pit..." Sahut Malik pelan dan terdengar lelah.
Fitri menelan liur dan mencoba fokus, ia tahu kenapa nada bicara Malik sampai seperti itu.
"Kamu-" Kata Fitri lagi tertahan karena Malik memotongnya duluan dengan pertanyaan yang sama persis dengan yang ingin ia katakan.
"Kamu dimana Pit?" Tanya Malik.
Fitri menjauhkan ponselnya sebentar, menatap sayu papan meja didepannya.
"Aku di kantor." Jawab Fitri.
Setelah itu Malik tak lagi langsung menyahut. Hanya terdengar helaan nafas berat berkali-kali.
Tak ada suara apapun, Fitri menatap layar ponselnya, bersamaan dengan suara sambungan ponsel yang terputus.
Malik mematikannya tanpa mengatakan apapun.
Menelfonnya lagi, Fitri terdiam ketika Malik tak mengangkatnya.
Menarik nafas berulang kali, ia mengeluarkan beberapa map yang tadi malam dikerjakannya dirumah, juga beberapa syarat dan perjanjian yang diberikan Pak Harun jika kerja sama tetap dilanjutkan.
Mengingat kemarin ruangan Malik sengaja tak dikunci karena tidak mungkin ia membawanya pulang ke rumah tanpa sepengetahuan Malik, Fitri berjalan menuju ruangan Malik untuk meletakkan berkas yang dibawanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kita Bertemu Kembali [✔]
EspiritualTidak ada hati yang bisa berdusta. Kalaupun ada, itu karena dipaksa pemiliknya. Ini kisahnya Malik Arham, laki-laki tampan dan sukses yang tak juga menemukan belahan jiwa diusianya yang hampir kepala tiga. Awalnya itu bukan masalah, namun setelah...