MEMANG tidak ada yang namanya kebetulan. Tapi ketidaksengajaan itu bisa terjadi kapan saja.
Malik memeriksa saku celananya hingga kain sakunya keluar. Memeriksa laci kalau-kalau tadi langsung meletakannya disana, ia tak menemukan kunci mobilnya juga.
Duduk sebentar di kursi, memejamkan mata seraya mengingat awal ia sampai diparkiran. Lalu mematikan mobil, menarik kuncinya dan keluar. Lalu ia berjalan keluar area parkiran sambil memegang kunci itu ditangan kirinya.
Lalu masuk lobi, masuk lift, dan sampai diruangan.
Tapi dimana hilangnya?
Keluar ruangan untuk mencari, ia terkejut setengah mati ketika membuka pintu langsung mendapati Fitri dengan tangan sudah menempel di daun pintu.
"Eh-" Kata Malik refleks lalu melangkah mundur.
"Maaf Pak Malik..." Ucap Fitri juga sedetik setelahnya seraya melangkah mundur. "Saya hanya ingin mengembalikannya ini. Tadi jatuh didepan lift..." Lanjutnya seraya menyerahkan benda yang beberapa menit tadi dicari-cari Malik.
Menyambutnya, Malik bingung ingin mengatakan apa. Ingin rasanya ia bersikap biasa saja, tapi itu terlalu sulit untuk dilakukan. Tapi ketika bersikap sok formal, ia malah aneh sendiri setelahnya.
"Emm... Kalau gitu saya permisi Pak..." Pamit Fitri karena hampir semenit atasannya itu tak mengatakan apa-apa.
Malik mengangguk lalu membiarkan Fitri berbalik.
"Eh tunggu Pit!" Panggil Malik cepat menyadari ia belum mengatakan terima kasih.
"Iya Pak?"
"Makasih yaa ininya..." Ucap Malik seraya mengangkat kunci mobilnya ke udara.
"Sama-sama Pak. Kalau gitu saya pamit..."
"Iya." Sahut Malik lalu lekas berbalik dan masuk ke ruangannya. Berjalan pelan ke jendela, ia menatap langit cerah diluar sana.
Beberapa detik Malik lupa ia sedang ada dimana. Waktu melangkah mundur membawa kesadarannya dalam sekejap.
Sejak SD sampai kuliah, Malik itu paling jarang punya teman perempuan. Entah karena waktu TK ia sering bertengkar dengan sepupu perempuannya atau karena main dengan perempuan itu terasa membosankan dan menjengkelkan.
Bosan karena mainnya boneka, digendong kemana-mana, diajak ngomong, terus kalau diambil bonekanya, padahal pinjam sebentar langsung kaya dipukul pakai balokan.
Atau main masak-masakan pakai tanah campur daun, bikin pecel ceritanya. Terus kalau udah selesai, Malik yang disuruh makan hasil masakannya. Kalau nggak mau makan dia nangis kaya habis ditonjok.
Dan yang paling menjengkelkan adalah, ibunya pasti membela sepupunya itu padahal jelas-jelas dirinya samasekali tidak bersalah. Dimana coba salahnya? Mentang-mentang situ yang nangis, sini yang disalahin gitu?
Tak sampai disitu, waktu SD, ketika main kejar-kejaran terus jatuh padahal nggak di dorong tapi kesandung, dia nangis juga. Pas ditanyain kenapa, katanya di kejar-kejar Malik.
Yahh namanya juga main kejar-kejaran? Masa yang jadi cuma diam doang.
Dan masih banyak hal-hal semasa kecil yang membuat Malik malas berteman dengan yang namanya perempuan. Ia kira juga, perempuan itu cerewet sama cengeng cuma waktu kecil aja. Eh ternyata waktu SMP, sepupunya itu masih saja cerewet dan nangis kalau diolokin temennya.
Satu lagi, menurut Malik juga dunia cewek itu rumit dan aneh. Didunia ini ada ratusan juta cewek yang insecure sama penampilan mereka. Insecure-nya sama cowok, tapi padahal faktanya yang menilai penampilan mereka itu kebanyakan dari pihak ceweknya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kita Bertemu Kembali [✔]
EspiritualTidak ada hati yang bisa berdusta. Kalaupun ada, itu karena dipaksa pemiliknya. Ini kisahnya Malik Arham, laki-laki tampan dan sukses yang tak juga menemukan belahan jiwa diusianya yang hampir kepala tiga. Awalnya itu bukan masalah, namun setelah...